Pin It

JAKARTA – Sejumlah indikator keberhasilan reformasi birokrasi yang ditetapkan pemerintah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Namun hal itu belum cukup, karena masih pekerjaan rumah (PR) yang memerlukan kerja ekstra keras untuk menggapai indikator yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009 - 2014.

Salah satu indikator yang sudah mengarah pada tujuan yang diinginkan adalah semakin banyaknya kementerian/lembaga yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tahun 2009 tercatat baru 41%, tahun 2012 persentasenya meningkat menjadi 77% dari target 100 persen pada tahun 2014.

Demikian juga dengan skor integritas pelayanan publik bagi pemerintah pusat, dari 6,64% pada tahun 2009 menjadi 6,86% pada tahun 2012. Tahun 2014 ditargetkan 80%. Untuk integritas pelayanan publik daerah yang skornya ditargetkan 8, ada kecenderungan menurun, dari 6,46 pada tahun 2009 menjadi 6,32 pada tahun 2012. “Kita perlu kerja keras untuk mendongkrak integritas pelayanan publik daerah,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Azwar Abubakar.

Indikator lain yang cukup menggembirakan adalah semakin meningkatnya akuntabilitas instansi pemerintah. Untuk  kementerian/lembaga (K/L), sudah mencapai 95,06% pada tahun 2012,  dari target 100 persen pada tahun 2014. Sedangkan akuntabilitas pemerintah provinsi, sudah tercapai 75,76% dari target 80% pada tahun 2014. Namun tingkat akuntabilitas pemerintah kabupaten/kota yang diukur dari laporan akuntabilitas instansi pemerintah (LAKIP), meskipun menunjukkan tren meningkat, tetapi angkanya masih jauh di bawah target tahun 2014, yakni 60%.

Menyikapi kenyataan itu, Menteri  Azwar Abubakar tidak mau berkecil hati, tetapi  justeru memberikan  tantangan kepada jajarannya untuk bekerja lebih cepat, lebih keras, terukur, dan tepat sasaran. Ibarat berlari, saat ini kecepatannya  sudah 80 km per jam, dari semula 40 km per jam. Tetapi tampaknya itu belum cukup, karena mobil yang dikendarai sedang melaju cepat menuju bandara untuk mengejar pesawat, agar tidak ketinggalan. “Harus lebih kencang lagi, antara 100 – 120 kilometer per jam. Pak Kio (driver-red) bilang kepada saya agar mengenakan sabuk keselamatan,” ucapnya.

Meskipun Kementerian PANRB hanya didukung oleh 300 pegawai, tetapi mantan Plt. Gubernur Aceh ini optimis Kementerian PANRB dapat menjalankan perannya sebagai leverage perubahan bagi instansi pemerintah lainnya untuk menjalankan reformasi birokrasi. Ibarat  sebuah keluarga yang sedang hajatan, dan harus menyediakan makanan untuk 1.000 orang. “Kalau bisa menyediakan, silakan tangani sendiri. Tapi kalau tak mampu, maka harus panggil catering,” tambahnya.

DIkatakan, berbagai target yang menjadi indikator keberhasilan reformasi birokrasi harus dapat dikejar dalam dua tahun ini, seperti jumlah instansi yang harus melaksanakan reformasi birokrasi, K/L/pemda yang meraih opini WTP dari BPK, instansi yang LAKIP-nya bagus, Indeks Persepsi Korupsi (IPK), dan lin-lain.

Kementerian PANRBN yang pegawainya sekitar 300 orang, juga diibaratkan mobil balap yang memiliki dua mesin. Ini ibarat mobil balap. Kalau dikasih sayap bisa terbang. “Jadi saudara harus berubah cara berpikirnya. Jangan melihat yang kemaren, supaya tidak lepas sayapnya. Bannya harus bagus, tahan panas.  Reformasi birokrasi ini berhasil atau tidak tergantung kita. Kalau berhasil bukan kita punya, tapi kalau tidak berhasil menjadi tanggung jawab kita. Ingat itu !,” sergahnya.

Beberapa yang mendapat perhatian serius Menteri antara lain sistem penerimaan PNS di lingkungan instansi penegak hukum. Selain jumlahnya harus mencukupi, pola rekrutmennya juga harus transparan, obyektif, fair, dan benar-benar bebas dari KKN.

Selain itu, pembangunan zona integritas di instansi-instansi seperti di Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM harus dilakukan sampai ke daerah. Kalau di pusat mereka sudah melaksanakan pembangunan ZI, harus diarahkan agar di daerah mereka juga melakukan hal yang sama. Dengan demikian, lanjutnya, semua aparatnya juga ikut.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah perlunya penambahan jumlah auditor di BPKP. Dalam hal ini bisa juga diarahkan agar auditor juga memasukkan orang teknik, untuk menghitung, atau minimal mengajar auditor yang akuntan.

Terkait rencana pemeringkatan pelayanan puiblik, ditekankan agar dibuat secara menyeluruh. Dengan demikian  instansi yang baik akan senang, tetapi yang tidak baik, selain malu pasti akan berupaya lebih baik lagi. “Tidak semua bisa menjadi juara kelas, tapi semua tak ingin tinggal kelas,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu disinggung juga masalah kualitas belanja daerah, yang harus dirapikan. Sambil menunggu undang-undangnya, perlu dilakukan kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri, bagaimana daerah benar-benar merasa diawasi, dan pusat tidak sekadar menjadi stempel. “Tanyakan ke Kemendagri, berapa kebutuhan akuntan untuk memeriksa anggaran daerah supaya menjadi lebih baik. Jangan sampai anggaran ke daerah bocor terus,” sergahnya.

Azwar Abubakar menambahkan, reformasi birokrasi ibarat perang untuk merebut daerah yang dikuasai musuh. Pasukannya tidak boleh hanya satu macam, tetapi mulai dari zeni, artileri, logistik, kesehatan dan sebagainya. tidak boleh mengirim pasukan yang sakit. “Kalau reformasi birokrasi berhasil, itu menjadi milik seluruh bangsa Indonesia. Tapi kalau gagal, kementerian kita yang gagal,” ujarnnya. (ags/HUMAS MENPAN-RB)

20130313 tablea