Pin It
igi-1410
JAKARTA – Indonesia Governance Index (IGI) merilis indeks tata kelola pemerintahan tahun 2014 yang merupakan hasil survey dari 34 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Hasilnya, birokrasi pada Daerah Otonom Baru (DOB) perlu diperkuat. Kesimpulan itu  menguatkan temuan Kemendagri pada tahun 2009, yang menunjukkan bahwa 80% DOB itu gagal dan belum dapat memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. 
 
Padahal, menurut Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan negara setidaknya menghabiskan dana sekitar Rp 50 triliun untuk pembentukan DOB sejak tahun 1999. “Penting untuk membangun birokrasi yang kuat pada DOB, agar pembangunan dan pelayanan publik dapat berjalan dengan baik, kendati terjadi persoalan dan gejolak politik di daerah,” ujarnya  dalam acara peluncuran nasional hasil indeks tata kelola (IGI), yang mengangkat tema Menata Indonesia dari Daerah, Selasa (14/10).
 
Dikatakan, faktor paling menentukan dalam penentuan DOB adalah pada tahap evaluasi. Untuk itu menurut Eksekutif Direktur Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Wicaksono Sarosa, pemerintah perlu membuka ruang partisipasi yang bersifat  transparan dalam proses evaluasi sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
 
Selain melibatkan publik, salah satu kriteria evaluasi yang baik adalah dilakukan secara menyeluruh.  “Evaluasi DOB terakhir hanya melihat dari sisi birokrasi, belum menyeluruh. Ke depan harus dilakukan evaluasi terhadap seluruh aspek baik secara fisik, fiskal, tata kelola, kinerja pemerintah maupun masyarakatnya,” ujarnya.
 
Menurut Peneliti Utama IGI Lenny Hidayat, survey dilakukan di 34 kabupaten/kota terpilih sebagai wilayah pilot project, dengan menggunakan acuan utama indeks pembangunan manusia dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.  Metode ini juga mengikutsertakan daerah-daerah pemekaran baru yang sudah terbentuk guna mengetahui apa saja potensi, serta kelemahan daerah tersebut. 
 
Lenny menambahkan, hasil penelitian yang dilakukan juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi tidak serta merta menurunkan tingkat kemiskinan. Fakta yang ada menunjukkan bahwa sumber daya alam lokal dieksploitasi hanya demi prestasi pertumbuhan ekonomi jangka pendek. “Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mengakibatkan human capital loss, sehingga sektor-sektor kunci di daerah kekurangan sumber daya manusia,” imbuhnya. 
 
Ditambahkan, hasil IGI provinsi tahun 2008 dan 2012 menunjukkan bahwa provinsi mampu memiliki peran untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan lingkungan yang lebih efektif dalam menurunkan angka kemiskinan. Tercatat 42% provinsi yang mampu menjaga keseimbangan, mampu menurunkan angka kemiskinan 1,2% per tahun.  Sementara 27% provinsi yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi saja, hanya mampu menurunkan tingkat kemiskinan rata-rata 1%.  (bby/HUMAS MENPANRB)