BANDA ACEH - Penguatan kapasitas kelembagaan pendidikan tinggi berupa transformasi kelembagaan, restrukturisasi, dan peningkatan kualitas komposisi tenaga pengajar merupakan kebutuhan mendesak dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian status, bentuk, dan kapasitas kelembagaan perguruan tinggi dengan kebutuhan lulusan yang dihasilkan.
Demikian ditegaskan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Azwar Abubakar dalam orasi ilmiahnya pada penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa (HC) di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Sabtu (21/06). Dalam kesmepatan itu, Azwar Abubakar melakukan orasi ilmiah yang berjudul Revitalisasi Kelembagaan Pendidikan Tinggi Melalui Reformasi Birokrasi.
Menurut Menteri, dalam melakukan revitalisasi pendidikan, utamanya peningkatan kualitas pendidikan keagamaan, setidaknya ada lima langkah strateigs yang perlu dilakukan.
Pertama, penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah diselenggarakan bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2007, tentang pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota, pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah. Pemerintah pusat hanya bertanggung jawab dalam hal perumusan kebijakan.
Kondisi ini, lanjut Azwar, dalam beberapa hal dan di beberapa daerah menimbulkan permasalahan penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah tidak dapat dipecahkan secara segera. “Untuk menyelesaikan kasus-kasus yang demikian perlu ada peran pemerintah pusat yang lebih intensif guna menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas dan merata secara nasional.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan agama diselenggarakan bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Berdasarkan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan di bidang agama, termasuk penyelenggaraan pendidikan agama merupakan urusan yang tidak diserahkan ke daerah. Hal ini diperkuat pula dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sehingga menimbulkan kebijakan yang tidak paralel dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah.
Pendidikan dasar menengah umum (SD, SMP, dan SMA) diselenggarakan oleh pemerintah daerah (desentralisasi), sedangkan pendidikan dasar dan menengah keagamaan (MI, MTs, dan MA) diselenggarakan oleh pemerintah pusat (Kementerian Agama). “Kondisi ini perlu diperbaiki agar terjadi keselarasan penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah baik umum maupun keagamaan,” tambahnya.
Ketiga, rekruitmen terbuka tenaga pengajar (guru dan dosen) yang memungkinkan cross breeding. Dalam rangka memeratakan komposisi dan menjamin kualitas tenaga pengajar pada seluruh satuan penyelenggara pendidikan (sekolah/perguruan tinggi), perlu dilakukan rekrutmen tenaga pengajar secara terbuka dan dimungkinkan mekanisme cross breeding.
Keempat, peningkatan kapasitas kelembagaan pendidikan tinggi menjadi suatu kebutuhan dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. “Perlu dilakukan penyesuaian status, bentuk, dan kapasitas kelembagaan perguruan tinggi dengan kebutuhan lulusan yang dihasilkan. Peningkatan kapasitas kelembagaan ini dapat berupa transformasi kelembagaan, restrukturisasi, dan peningkatan kualitas komposisi tenaga pengajar,” lanjut pria kelahiran banda Aceh, 21 Juini 1952 ini.
Menurut Azwar, ada satu lagi langkah strateigs yang perlu dilakukan, yakni Penguatan otonomi perguruan tinggi, yang mencakup bidang akademik dan non-akademik. Selain dilakukan berdasarkan evaluasi kinerja perguruan tinggi yang bersangkutan, penguatan otonomi perguruan tinggi juga harus menjamin keterjangkauan masyarakat dan pemenuhan hak mahasiswa kurang mampu secara ekonomi, sehingga perguruan tinggi harus mengutamakan tujuan akademik dibanding dengan tujuan komersial. (ags/HUMAS MENPANRB)