Pin It

20150306 Bedah Buku Kiprah Kemenpan

JAKARTA – Hampir tiga tahun Azwar Abubakar menjadi nakhoda di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, didampingi Eko Prasojo sebagai Wakil Menteri. Duet pemimpin ini dipandang sukses, kendati tidak memperoleh liputan besar-besatan dari media massa.

Demikian sepenggal kisah dari buku berjudul Gerakan Reformasi Birokrasi: Kiprah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2011-2014 yang ditulis S. Sinansari Ecip dan Edi Sudrajat yang diterbitkan oleh Kementerian PANRB.

Dalam buku tersebut, Azwar Abubakar mengibaratkan, reformasi birokrasi yang sudah digulirkan sejak era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini ibarat pekerjaan juru masak. “Pekerjaan juru masak di dapur tidak kelihatan dari luar,  tetapi sering tercium baunya,” ucap Azwar saat acara bedah buku di Kementerian PANRB, Jakarta, Jumat (6/3). Hadir sebagai sebagai pembicara, Edi Sudrajat selaku penulis dan Ketua Tim Ahli Kementerian PANRB, Indra J Piliang.

Menurut Azwar, Kementerian PANRB merupakan poros politik birokrasi memiliki lima peran penting, yaitu rekrutmen CPNS, promosi terbuka, kebijakan teknologi informasi, pengawasan dan manajemen kerja. “Saat ini yang harus kita lakukan yaitu kerja keras, ke depannya bagaimana, tinggal meminta saja sama Allah,” katanya.

Sebagai penulis, Edi Sudrajat menceritakan pengalamannya bagaimana memperoleh data mengenai kinerja aparatur sipil di Kementerian PANRB. Menurutnya, kepemimpinan Azwar Abubakar memiliki banyak seni. “Pemimpin itu musti punya banyak seni. Pak Azwar banyak seninya termasuk seni menghafali nama-nama presidennya sendiri, berani melobi Pak Gamawan (mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi) untuk melakukan seleksi terbuka, dan tiga kali tepuk tangan dalam rapat kabinet,” kata Edi.

Dia mengatakan, saat menulis ada banyak rintangannya. Salah satunya yaitu saat ingin wawancara Azwar Abubakar. Saat itu dia ingin meminta pendapat mengenai isi buku yang ditulisnya. Waktu itu ketemu Pak Azwar juga sangat susah, dan harus menunggu 3 jam. “Betul pak Azwar keluar, tapi katanya belum baca. Ya sudah tidak jadi wawancara. Jadi penulis itu harus kesusahan dulu, harus menderita dulu agar yang baca senang dan harus berdarah-darah supaya yang membaca bisa senyum,” katanya.

Menurutnya, tidak ada yang baru mengenai cerita dari Kementerian PANRB yang ditulisnya tersebut. Namun, dia mengaku sangat terkesan dengan metafora yang diberikan Pak Azwar, seni kepemimpinannya dan integritasnya.

“Waktu itu saat seleksi CPNS menggunakan CAT, ada beberapa orang yang melobi Pak Azwar meminta untuk diundur. Katanya jika bisa diundur maka dia akan ditawari uang yang banyak sekali,” ujarnya.

Tetapi Pak Azwar dengan integritasnya tidak mau menerima. “Padahal, dua minggu setelah pergantian menteri Pak Azwar bercanda dengan saya jika dia sudah tidak memiliki uang gaji, lalu saya timpali dengan tawaran uang itu, totalnya kira-kira hampir Rp 1 triliun lebih, tetapi dia bilang tidak akan pernah mau menerima itu,” kata Edi.

Untuk itu, dia berharap siapa pun yang menjadi menteri setidak-tidaknya orang itu mau berbuat yang lebih baik lagi untuk bangsa. “Karena setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, begitu pula dengan Pak Azwar. Tetapi siapa pun menterinya, saya harap dia mau berbuat yang lebih baik untuk bangsa,” ujar Edi.

Sementara itu, penanggap dari bedah buku tersebut, Ketua Tim Ahli Kementerian PANRB, Indra J Piliang mengatakan jika buku ini memaparkan mengenai peningkatan posisi Kementerian PANRB dalam susunan kabinet. Menurutnya, dahulu Kementerian PANRB berada di dalam strata terbawah yang tidak ada dasar undang-undangnya. Namun kini, Kementerian PANRB sudah memiliki dua UU yakni UU Aparatur Sipil Negara dan UU Administrasi Pemerintahan.

“Kalau diibaratkan, sebelumnya Kemenpan hanya punya satu mesin untuk menghidupkan kapal sehingga geraknnya tersendat-sendat. Tetapi sekarang dia dikasih dua mesin turbo sehingga menjadi luar biasa. Jadi tidak lagi menjadi kementerian kelas tiga, tetapi menjadi kementerian kelas dua dan mungkin bisa menjadi kelas satu,” kata Indra.

Menurut Indra, kondisi Indonesia saat ini yaitu selalu terjadi Pemilu, dimana public akan selalu menilai presiden, para menteri dan kebijakan yang diambil melalui teknologi informasi. Untuk itu dibutuhkan regulasi yang bisa mengatur kondisi aparatur sipil beberapa tahun kemudian. 

Kalau dilihat saat ini, aparatur sipil kita lebih berwibawa, mereka lebih pintar berbicara, lebih dilindungi tetapi jangan sampai menjadi korban dari arus demokrasi yang berlangsung setiap hari ini. Untuk itu kita perlu membuat regulasi untuk aparatur sipil. “Pak Azwar ini adalah the founding fathers of reform democracy. Dengan kehadiran buku ini mengabadikan apa yang sudah dilakukan di kementerian ini,” kata Indra.

Sementara itu, dalam sambutan yang ada di dalam buku tersebut, Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi menyatakan jika berbagai informasi, analisis dan kesaksian dalam buku ini sangat penting untuk diketahui orang-orang yang ingin mempelajari gerakan reformasi birokrasi Indonesia. Menurutnya, Azwar Abubakar merupakan seorang pemimpin yang memiliki niat baik dan keteguhan hati, serta cakap membangun kerja sama internal.

Selain itu, menurutnya, Azwar Abubakar memiliki keistimewaan yakni mampu menyederhanakan berbagai masalah sulit, lalu mengkomunikasikannya melalui metaforam serta piawai melakukan lobi dan persuasi kepada pihak eksternal.

“Buku ini, yang di dalamnya mengetengahkan juga seni kepemimpinan Bapak Azwar Abubakar sebagai pendahulu saya, secara institusional merupakan cuplikan pelaksanaan tugas Kementerian PANRB dalam merumuskan kebijakan serta mengkoordinasikan pelaksana kebijakan bidang pendayagunaan aparatur Negara dan reformasi birokrasi di tengah realita politik pemerintahan yang sangat dinamis,” kata Yuddy. (ns/HUMAS MENPANRB)