Pin It

ketuatimindependen

JAKARTA – Panasnya suhu politik menjelang Pemilu Presiden Tahun 2014 makin terasa belakangan ini. Namun siapapun yang akan terpilih menjadi Presiden nanti, harus memberi jaminan bahwa pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi tetap menjadi program prioritas.

            Untuk itu, sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi pilar reformasi birokrasi harus segera diselesaikan dalam kurun waktu sekitar 12 bulan mendatang sebelum pemilu. RUU dimaksud antara lain RUU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), RUU Administrasi Pemerintahan (Adpem), serta RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP).

Hal itu dikatakan Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Erry Riyana Hardjapamekas di Jakarta, Minggu (21/04). “Kalau sudah menjadi undang-undang, maka siapapun yang menjadi Presiden tidak akan mudah melakukan kebijakan di luar ketentuan undang-undang itu. Lain halnya kalau aturannya berupa PP atau Perpres, yang bisa dengan mudah diganti oleh Presiden,” ujarnya.

            Namun, mantan Wakil Ketua KPK ini berharap Presiden mendatang tetap sosok yang reformis, sehingga reformasi birokrasi terus menjadi prioritas. Pasalnya, reformasi birokrasi merupakan proses perubahan yang harus dilakukan terus menerus, dan hasilnya tidak dapat dinikmati dalam waktu singkat.

Menjawab pertanyaan mengenai implementasi reformasi birokrasi di sejumlah kementerian/lembaga,  dia menilai hingga saat ini masih sebatas dokumen di atas kertas.  “Impementasi di lapangan masih banyak yang belum menyentuh pada kebutuhan masyarakat sehari-hari, masih sangat memprihatinkan” ujarnya.

Padahal, imbuh Erry, tujuan dari reformasi birokrasi itu sendiri adalah terwujudnya birokrasi yang bersih dan melayani. Namun untuk mengubah mindset dan culture set PNS tidak semudah membalik telapak tangan. Karena itu, dia menekankan kepada seluruh pimpinan kementerian/lembaga untuk lebih berani dan tegas, dan melakukan terobosan-terobosan dalam koridor aturan yang ada demi tercapainya tujuan reformasi birokrasi. 

Dalam pelayanan publik misalnya, harus ada standar operating procedure (SOP) yang jelas dan diterapkan secara konsisten. Aturan disiplin bagi PNS juga harus ditegakkan, jangan lagi ada rasa ewuh pakewuh. Hal ini harus diberlakukan mulai dari sistem rekrutmen CPNS, promosi jabatan, sampai dengan pensiun. “Terapkan punish and reward secara konsisten,” tambahnya.

Terkait beberapa kasus PNS Ditjen Pajak yang tertangkap belakangan ini, Erry menanggapinya dengan ringan. “Mereka itu anak nakal, yang selalu ada di setiap instansi, dengan atau tanpa reformasi” ucapnya. Bukan berarti hal itu dibiarkan, tetapi harus ditindak secara tegas sesuai aturan yang berlaku, sehingga penyakitnya tidak menular kepada pegawai lain. Justru dengan pemberian sanksi yang berat, diharapkan bisa menimbulkan efek jera bagi pegawai lain, agar tidak melakukan hal yang sama.

Lebih dari itu, dia juga sependapat dengan gagasan Wamen PANRB Eko Prasojo agar diterapkan sanksi tanggung renteng. Atasan harus ikut bertanggungjawab atas tindakan anak buahnya, dan harus diberikan sanksi. Pegawai lain dalam satu unit juga harus ikut mendapat sanksi, tambahnya.

Dalam hal ini, Erry mengharapkan agar kalangan sipil juga mengacu kebiasaan yang sudah dilaksanakan di lingkungan militer dan kepolisian. “Anak buah yang berbuat, pemimpin harus bertanggungjawab,” tambahnya.

Meskipun ada sejumlah pegawai yang nakal seperti Gayus Tambunan, namun Erry menilai, hingga saat ini baru Kementerian Keuangan yang telah mampu melaksanakan reformasi birokrasi secara terintegrasi dan rinci, termasuk perubahan begitu banyak standar operasi baku (SOP). Pelayanan sudah menunjukkan perubahan yang signifikan, disiplin dan budaya kerja pegawai membaik, target-target yang diterapkan terhadap pegawai sudah dilaksanakan di Kementerian Keuangan.

Sejak awal, Erry Riyana selalu mengatakan kepada Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi, bahwa persoalan utama dalam reformasi briokrasi adalah banyaknya peraturan perundangan yang tidak sinkron. Banyak UU, PP, dan Perpres yang tidak serasi satu sama lain atau bahkan bertentangan, demikian juga dengan Permen, Kepmen, Perda dan sebagainya. Hal ini harus segera diharmonisasikan agar landasan hukum berbagai kegiatan menjadi lebih jelas.

Bersamaan dengan itu, Erry pun mendesak agar reformasi yang lebih sungguh-sungguh dan struktural secepatnya dilakukan di lingkungan penegak hukum, Kejaksaan dan Kepolisian, sehingga penegakan hukum dapat berjalan dengan bersih dan berkualitas. (HUMAS MENPANRB)