RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan segera dibahas oleh panitia kerja (Panja) DPR diharapkan bisa memperkuat peran dan posisi pegawai negeri sipil (PNS) sebagai perekat NKRI, yang belakangan ini terkotak-kotak dalam bingkai pegawai daerah dan pegawai pusat, sebagai dampak dari kebijakan desentralisasi. Selain itu, RUU ASN juga diharapkan bisa menjadi pengaman bagi PNS dari tsunami politik akibat pemilihan kepala daerah secara langsung.
Hal itu dikatakan Wakil Menteri PAN dan RB Eko Prasojo dalam sosialisasi RUU ASN di Bandung, Jumat (13/01). “Dengan alasan tersebut, maka PNS harus solid dalam menghadapi berbagai kepentingan politik yang sering mengganggu karir PNS yang dibina sejak lama, gara-gara tidak mendukung salah satu pasangan pilkada,” ujarnya menambahkan.
Lebih lanjut Wamen PAN dan RB mengatakan, salah satu poin yang ditekankan dalam RUU ASN adalah adanya larangan bagi ASN menjadi pengurus dan menjadi anggota parpol, dan menekankan prinsip-prinsip merit dalam penerimaan, penetapan, pengangkatan dan promosi ASN. Selain dapat mengurangi kooptasi politik atas birokrasi, serta memberikan rasa nyaman kepada PNS dalam melaksanakan tugasnya sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat.
Selain isu politisasi birokrasi yang sering terjadi di daerah, penegakan disiplin dan kode etik pegawai belakangan ini masih dinilai rendah. Selain itu, manajemen yang diterapkan belum mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, keterbukaan, kompetensi, integritas, kesejahteraan,baik pada tahap pengadaan dan seleksi,promosi,mutasi, penilaian kinerja, pola karir, pengendalian jumlah dan distribusi pegawai, hingga penetapan pensiun. “Bahkan dalam beberapa hal, manajemen kepegawaian ini sarat dengan praktek KKN,” lanjut Eko Prasojo.
Hal lain yang menurut Wamen perlu mendapatkan perhatian, tidak perlu lagi ada penyebutan PNS pusat dan PNS daerah, agar tidak terjadi persepsi bahwa ada dua kedudukan PNS. Peran PNS sebagai perekat NKRI harus diperkuat lagi.
Semula, sesuai dengan Program Legislasi Nasional, diamanatkan untuk menyusun RUU Perubahan Kedua atas UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok kepegawaian. Namun dalam perkembangannya, setelah dilakukan pembahasan mendalam terhadap RUU ASN yang merupakan inisiatif DPR, pemerintah sependapat dengan judul RUU Aparatur Sipil Negara.
Dalam RUU ASN juga telah mengarah pada reformasi birokrasi, khususnya di bidang SDM Aparatur, dan diharapkan dapat mewujudkan paradigma baru dalam pemberian pelayanan public yang lebih baik yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
Wamen menyadari, merupakan hal wajar ketika terjadi kekhawatiran atas perubahan-perubahan mendasar yang akan mengganggu zona nyaman (comport zone) para PNS yang saat ini menduduki jabaan-jabatan tertentu, menjadi competitive zone. Untuk itu harus dipahami bersama bahwa perubahan tersebut perlu dilakukan untuk pe baikan kinerja, tanpa mengesampingkan pembinaan karier PNS yang ada.
Ada beberapahal krusial dan memerlukan perubahan dalam sistem manajemen SDM dalam RUU ASN. Pertama, pengisian dan pengangkatan dalamjabatansaat ini bersifat tertutup, sedangkan dalam RUU ASN, pengisian jabatan eksekutif senior (eselon I dan II) dilakukan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan bersifat terbuka serta nasional. PNS dari daerah dapat mencalonkan diri untuk mengisi jabatan di daerah lain, serta pusat, dan demikian juga sebaliknya. Di samping akan menyebarkan pengetahuan yang dimiliki, hal ini juga merupakan salah satu instrumen perekat NKRI.
Eko Prasojo menambahkan, penempatan dan pengangkatan dalam jabatan structural yang selama ini dilakukan menyebabkan pejabat tidak loyal terhadap masyarakat, tetapi taat kepada yang mengangkat. Selain itu, pegawai daerah selama menjadi pegawai tidak bisa berkarir di luar daerah itu, tetapi sampai pensiun mereka ‘ngendon’ di daerah.
Kalau demikian terus, maka konsep NKRI tak berkembang, dan PNS juga tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan karirnya. “Nanti, 10 persen jam kerja PNS digunakan untuk diklat. Tetapi PNS yang mau sekolah harus sesuai dengan kebutuhan atau kompetensi organisasi, yang dibutuhkan. Sekarang banyak yang cari sendiri, yang bisa menerima, akhirnya terjadi mismatch,” tambahnya. (ags/Humas MENPAN-RB)