Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI telah menyelesaikan Rumusan RUU Pelayanan Publik pada hari Senin (16/2), untuk selanjutnya akan dibahas oleh Tim Sinkronisasi, hari Kamis (19/2) mendatang. Salah satu materi yang dibahas terakhir, adalah menyangkut pengawasan pelayanan publik dengan membuka peluang bagi masyarakat untuk membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik.
Dalam RUU ini, pengawasan pelayanan publik dilakukan oleh Komisi ombudsman nasional. Berdasarkan UU Ombudsmen Republik Indonesia (ORI), komisi ini hanya mengawasi pelayanan publik yang dibiayai APBN/APBD. ”Tetapi dengan UU Pelayanan Publik, wewenang komisi ombudsman ditambah dan diperkuat untuk mengawasi pelayanan publik yang tidak dibiayai APBN/APBD, tetapi pelayanannya merupakan misi negara,” ujar Ketua Panja RUU Pelayanan Publik, Sayuti Asyatri.
Dicontohkan, misalnya masalah transportasi, kesehatan, pendidikan dan sebagainya, yang penyelenggaranya bukan institusi pemerintah, tetapi di dalamnya mengemban misi negara.
Di sini lembaga ombudsman diharapkan bisa melakukan pengawasan. Selain itu, UU ini juga memberikan ruang bagi masyarakat, baik secara perorangan maupun secara kelompok untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam pelayanan publik.
Terkait dengan sanksi, Deputi Pelayanan Publik Kementerian Negara PAN, Cerdas Kaban mengatakan, bahwa sanksi bisa diberikan kepada pimpinan penyelenggara pelayanan publik, bila terbukti melakukan tidak melaksanakan kewajiban. Dijelaskan, penyelenggara pelayanan publik adalah institusi, seperti rumah sakit, tetapi yang bertanggungjawab adalah pimpinan instansi tersebut.
Penegasan ini diperlukan, untuk menghilangkan pertanyaan yang sering muncul, siapa sebenarnya penanggungjawabnya, instansi atau orangnya.
Lebih lanjut Cerdas Kaban mengatakan, Penyelenggara atau pelaksana pelayanan publik yang tidak melaksanakan kewajiban, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, dikenakan sanksi pidana. Namun sanksi ini tidak serta- merta membebaskan dirinya membayar ganti rugi bagi korban, yang ditetapkan oleh pengadilan. ”Denda juga berlaku jika pelanggaran itu mengakibatkan kerugian negara,” tambahnya. (HUMAS MENPAN)