JAKARTA – Tingginya angka kematian ibu (AKI) dari tahun ke tahun menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang harus dihadapi Kota Semarang. Data ibu hamil yang tercatat ada sebanyak 36.068 jiwa dari total 1,6 juta jiwa penduduk Kota Semarang. Sekitar 65 persen dari jumlah ibu hamil tersebut berisiko tinggi menyebabkan AKI.
Kondisi demografi kota di utara Jawa Tengah ini berpotensi menyebabkan tingginya AKI yang bergerak fluktuatif. Puncaknya tahun 2015, Kota Semarang menjadi peringkat tertinggi AKI kedua di Jawa Tengah. Pada tahun itu pula, Pemerintah Kota Semarang terdorong untuk menciptakan inovasi Sayangi Dampingi Ibu Anak Kota Semarang (Sanpiisan).
Menurut Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, AKI merupakan masalah multidimensional, sehingga perlu strategi yang masif, melibatkan masyarakat dan lintas sektor untuk mempercepat penurunan AKI Kota Semarang. "Sanpiisan menjadi solusi upaya pencegahan kematian ibu dan bayi di Kota Semarang. Melalui upaya sinergitas seluruh sektor untuk bergerak bersama melakukan upaya preventif memberdayakan masyarakat berkelanjutan," jelas Wali Kota yang akrab disapa Hendi ini.
Besarnya masalah kesehatan ibu berpengaruh terhadap kondisi bayi yang dilahirkan, sehingga menjadi permasalahan prioritas yang harus diselesaikan. Sanpiisan lahir berkat penanganan sinergis, makro, dan komprehensif melibatkan masyarakat, lintas sektor, pemerintah, dan mitra.
Upaya ini memberikan dampak positif bagi kelompok rentan ibu hamil, melahirkan dan bayi, yaitu mencegah kontribusi empat terlalu penyebab AKI, mendekatkan akses kesehatan, bahkan persalinan 100 persen dibantu oleh fasilitas kesehatan. Layanan Kegiatan Ibu Anak (KIA) juga dilakukan di perusahaan bagi ibu hamil bekerja, serta adanya akurasi dan kecepatan pelaporan (digitalisasi dan integrasi data).
Simpul permasalahan AKI di Kota Semarang tidak sisi kesehatan saja, tetapi juga sisi masyarakat. Ibu hamil membutuhkan akses kesehatan mudah, tepat, dan cepat sehingga diperlukan solusi strategis.
Melalui pendekatan stakeholder, Sanpiisan mampu memberikan perubahan positif dengan bergerak bersama masyarakat. "Dan menjadi penting untuk percepatan penurunan AKI karena dapat mempercepat penemuan ibu hamil, menjamin ibu mendapatkan layanan sedini mungkin sehingga tidak terlambat penanganan," ungkap Hendi.
Selama pandemi Covid-19, Sanpiisan tetap berjalan seiring dengan diterapkannya proses digitalisasi. Mulai dari pendataan, skrining oleh kader, janji temu, konsultasi online, dan call emergency, menjadikan masyarakat mudah mengakses layanan kesehatan tanpa harus tatap muka.
Proses pendampingan ibu hamil oleh kader dan petugas kesehatan dilakukan melalui aplikasi Sayang Bunda yang dapat diunduh melalui smartphone. Aplikasi tersebut berguna apabila terdapat ibu hamil yang mengalami keluhan agar dapat langsung menyampaikan melalui aplikasi Sayang Bunda, sehingga kader dan petugas kesehatan akan melakukan pemantauan dan mengunjungi rumah ibu hamil.
Inovasi Sanpiisan masuk dalam daftar Top 45 Inovasi Pelayanan Publik 2021 oleh Kementerian PANRB dan berkontribusi terhadap pencapaian Nasional SDGs melalui upaya pencapaian tujuan kehidupan sehat dan sejahtera, serta kesetaraan gender. Berkat inovasi Sanpiisan, Kota Semarang dijadikan percontohan dengan penanganan ibu hamil terbaik oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Melalui program Sanpiisan ini secara langsung dapat dilakukan pemantauan terhadap kesehatan sang ibu dan menurunkan angka kematian. “Layanan kesehatan yang tepat dan berkualitas pada ibu sangat berpengaruh pada bayi yang dilahirkan nantinya, hal ini menentukan kualitas sumber daya manusia terutama dalam mempersiapkan generasi yang lebih berkualitas. Ibu Sehat, Bayi Selamat, Semarang Semakin Hebat,” pungkas Hendi. (rga/HUMAS MENPANRB)