Tradisi Dugderan dengan membawa Warak Ngendok. (Foto: blogkulo.com)
JAKARTA – Warga Kota Semarang, Jawa Tengah punya tradisi unik untuk menyambut bulan Ramadan. Kedatangan bulan suci bagi umat Islam ini digelar dengan meriah dalam acara Dugderan. Tradisi ini dilakukan dengan menabuh bedug untuk menentukan ketetapan jatuhnya tanggal 1 Ramadan.
Dugderan telah menjadi pesta rakyat yang dilaksanakan tepat sehari sebelum puasa Ramadan. Istilah Dugderan diambil dari bunyi suara tabuhan bedug (dug) yang diiringi dengan suara meriam/mercon (der). Perpaduan bunyi suara inilah yang menjadi awal mula penamaan tradisi ini.
Selain bertujuan untuk mengingatkan masyarakat bahwa bulan Ramadan telah datang, Dugderan juga menjadi ajang untuk mempererat silaturahmi masyarakatnya. Arak-arakan dengan membawa maskotnya yang disebut Warak Ngendok ini telah menarik perhatian masyarakat untuk berkumpul menyaksikannya.
Munculnya tradisi Dugderan ini adalah ide dari Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung (KRMT) Purbaningrat. Di masa pemerintahannya, masyarakat Semarang terbelah menjadi beberapa kelompok yakni pecinan (warga etnis Cina), pakojan (warga etnis Arab), Kampung Melayu (warga perantauan luar Jawa), dan Kampung Jawa. Pengelompokkan ini dipicu oleh hasutan persaingan tidak sehat yang dihembuskan oleh kolonial Belanda saat itu. Tidak hanya itu, di antara umat Islam sendiri sering terdapat perbedaan pendapat mengenai penetapan awal puasa dan hari-hari besar Islam lainnya.
(Foto: travel.tribunnews.com)
Dugderan menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh Bupati KRMT Purbaningrat untuk memadukan perbedaan tersebut. Dengan dukungan ulama setempat, tradisi ini menjadi media pemersatu warga Kota Semarang untuk berbaur, bertegur sapa, dan saling menghormati satu sama lain tanpa memandang perbedaan mereka.
Untuk memeriahkan tradisi ini, diciptakanlah binatang rekaan yang dinamakan Warak Ngendok guna menarik perhatian masyarakat sekitar. Warak Ngedok merupakan perwakilan dari keragaman etnis yang ada di Semarang. Kepalanya menyerupai naga sebagai ciri khas kebudayaan Cina, tubuhnya berbentuk seperti unta khas etnis Arab, dan keempat kakinya dibuat menyerupai kambing yang menunjukkan khas etnis Jawa.
Bahkan di tengah pandemi seperti saat ini, tradisi Dugderan tetap dilaksanakan walaupun tanpa keramaian. Tahun ini pelaksanaannya dilakukan secara sederhana di Masjid Kauman dengan melakukan pemukulan bedug oleh Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi. (nan/HUMAS MENPANRB)