JAKARTA - Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo mengatakan Sistem Kinerja Pegawai (SKP) harus segera dibenahi agar rencana kerja yang dibuat setahun sekali itu bisa lebih terarah. “Setiap pagawai harus memiliki sasaran kerja berupa target kerja yang merupakan turunan dari tugas pokok dan fungsi dari yg bersangkutan sebagai pegawai,” ujarnya pada acara sarapan pagi bersama KBR 68 H di Kantor PANRB (13/09).
Wamen mengatakan, Peraturan Pemerintah No. 46/2011 tentang Penilaian Kinerja Pegawai akan berlaku pada instansi pusat dan daerah mulai tahun 2014. Seluruh pejabat karir seperti Sekretaris Kementerian, Sekretaris Jenderal, atau Sekretaris Daerah agar menerapkan SKP tersebut. Pasalnya, semua itu sudah masuk dalam PP, sebagai turunan UU No. 43 th. 99 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. “Jadi wajib dilaksanakan,” imbuhnya.
Dikatakan, sudah hampir 3 tahun Kementerian PANRB melakukan sosialisasi intensif mengenai PP 46 tersebut. Tahun 2013 membentuk berbagai macam forum, untuk meningkatkan kesadaran birokrat dan untuk melakukan implementasi PP 46. “Untuk pengawasan SKP, Kementerian PANRB dan BKN melakukan pengawasan terus menerus, karena kaitanya dengan Tunjangan Kinerja yang harus sampai ke level individu,” ujar Wamen.
Guru Besar UI ini mengaharapkan, dengan penerapan PP 46 tersebut kinerja pegawai semakin termonitor dan terukur. Dengan adanya pengukuran kinerja birokrasi yang semakin membaik dan dengan perbaikan kinerja birokrasi Indonesia akan maju dengan pesat. Karena semua program pembangunan dilakukan oleh mesin birokrasi. Masyarakat juga diharapkan aktif, bukan hanya mengkritik tapi terus terlibat aktif dalam pengawasan. “Dukung kami terus untuk reformasi birokrasi yag bersih dan melayani,” tandasnya.
Perlu teladan
Dalam acara tersebut, juga berlangsung dialog interaktif. Salah satu penannya bernama Bambang dari Kebon Jeruk Jakarta menanyakan tentang kepemimpinan birokrasi. Dia mengungkapkan pegawai yang berkinerja akan muncul dari pemimpin yang baik. “Pemimpin yang baik harus memberi contoh yang baik pula untuk bawahannya. Sekarang ini minim sekali pemimpin yang baik,” tegasnya.
Sembari tersenyum Wamen menjawab pertanyaan tersebut, komitmen pimpinan memang sangat penting, apalagi sekaligus memberi contoh dan mengawasi para pegawai. “Tentu saja ini tidak mudah karena birokrasi selama ini ukuran kinerjanya masih kurang jelas. Mudah-mudahan dengan adanya SKP ini kita harapkan bisa memperjelas tugas pokoknya dan target bisa terukur. Kemudian pelan-pelan kita membiasakan para pegawai dengan budaya kinerja melalui sistem yg baru ini,” ucapnya.
Namun disadari bahwa membiasakan sesuatu yang baru memang tidak mudah. Meningkatkan kinerja untuk PNS memang banyak mengundang sorotan dari berbagai masyarakat. “Jumlahnya banyak tapi tidak memberi pengaruh signifikan pada peningkatan kualitas pelayanan publik untuk masyarakat, kita berharap dengan SKP ini kita bisa mendorong 60% kualitas PNS, dan 40% dari komponen perilaku. Orientasi penilaiannya meliputi komitmen, tindakan dan sikap,” tegasnya.
Menutup lubang besar
Agus dari Cilegon menannyakan persoalan tenaga pendidik khususnya di daerah, yang menurutnya sangat memperhatinkan. “Mereka hanya sekedar memberi instruksi kepada murid agar mengerjakan sesuatu, setelah itu ditinggal pergi oleh para guru. Apakah sistem kerja seperti itu sudah benar? Apa jadinya anak bangsa ini jika para pendidik tidak peduli pada generasi penerus?” ungkapnya.
Menanggapi pertanyaan itu, Wamen mengatakan bahwa pendidik merupakan jabatan fungsional tetap yang sangat penting untuk mencerdaskan bangsa. Menurutnya, ada beberapa hal yg perlu diperbaiki untuk kualitas guru, sebab sebagian besar guru adalah tenaga honorer yang diangkat menjadi CPNS. Dalam lima tahun, jumlahnya. 896 ribu, hampir 2/3 adalah guru yang tersebar diseluruh Indonesia.
Setelah otonomi daerah, lanjut Wamen, banyak hal yang termajinalisasi dan banyak hal yang tidak terkontrol dengan baik terkait kualitas guru tersebut. Selanjutnya Kemendikbud memperbaikinya dengan sertifikasi guru. “Ini juga perlu penyempurnaan, dengan cara peningkatkan kompetensi dan sertifikasi guru. Kedepan, program sertifikasi guru ini perlu menjadi prioritas,” tutur Wamen.
Berbeda halnya dengan Simbolon dari Medan, yang menanyakan tentang Sistem perekrutan CPNS. “Saya belum percaya, sampai hari ini kita masih sering melihat penyimpangan-penyimpangan mengenai sistem rekruitmen. 90 % masih KKN, kalau cara perekrutannya sudah tidak benar, bagaimana nantinya ketika menjabat? Mau diapakan birokrasi kita ini?” sergahnya.
“Terima kasih pak Simbolon, saya harap anda terus mendukung reformasi yang sedang kita jalani ini. Tapi jangan hanya mengkritik, kita juga harus melakukan perubahan, jika hanya mengkritik kita tidak akan maju,” tuturnya.
Dijelaskan bahwa sistem rekruitmen ini seperti lubang besar. Sedangkan sistem yang tengah dibangun itu, mungkin hanya menutup sedikit bagian dari lubang tersebut. “Karena itu, kita harus menutup lubang-lubang itu dengan bantuan pemangku kepentingan, termasuk seluruh kepala daerah, seluruh birokrasi di daerah untuk bisa mengontrol sistem kinerja perekrutan tersebut,” tutur Wamen. (cry/HUMASMENPAN).