JAKARTA – Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Eko Prasojo mengatakan, akan mereformasi sistem anggaran untuk para birokrat, agar tidak lagi melakukan akrobatik pada awal tahun karena keuangannya yang tidak turun pada saatnya, demikian dikatakan pada acara talkshow peluncuran buku Pemimpin dan Reformasi Birokrasi serta buku Reformasi Birokrasi dalam Praktik, yng diadakan oleh Kementerian PANRB , baru-baru ini di Jakarta.
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Pers Bambang Harymurti, dalam acara talkshow menyampaikan ada dua hal yang penting dalam mekanisme reformasi birokrasi yaitu tujuan dan proses dalam mencapai tujuan tersebut.
Diakuinya, kebanyakan birokrat terlalu asyik dengan prosedur hingga lupa pada tujuannya. “Birokrasi seperti itu harus direform karena mentalitas birokrat yang taat prosedur hingga kadang tidak tepat sasaran,” ujarnya. Jelas prosedur harus diubah ketika dinilai prosesnya lebih penting daripada hasilnya.
Birokrat yang taat pada sistem anggaran akibatnya tidak efektif, boros, dan penyerapan rendah. Namun birokrat yang kreatif sedikit jauh lebih efisien menghemat dana negara. “Sistem birokrasi dan anti korupsi tidak bisa efektif kalau pemerintah tidak mengubah sistem anggaran,” tegas CEO Tempo disambut.
Bambang memberi contoh Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Nur Pamudji yang kini tengah dipanggil jaksa, karena dianggap telah menyalahi prosedur dengan membeli peralatan paling murah langsung dari perusahaan pemroduksi. Proses pengadaan barang di PLN dinilai harus direform, karena kebijakan Dirut PLN tersebut untuk mengurangi subsidi yang telah mencapai 90 triliun dianggap bertentangan dengan peraturan yang ada. “Dia mencoba menghemat anggaran negara dengan membeli pasokan barang yang kualitasnya sama, bahkan dengan harga yang bisa empat kali lebih murah dibanding yang biasanya, tapi dituduh pidana korupsi. Itu masuk kategori error in persona,” tuturnya pada para peserta talkshow.
Ditambahkan, jaman dulu penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) masih bisa titip-titipan. Contoh gemblingnya pada Kementerian Luar Negeri, yang para diplomat “titipannya” malah tidak bisa bahasa inggris, tidak diplomasi, sehingga dampaknya memalukan saat ditugaskan keluar negeri.
Reformasi yang harus dilakukan sekarang ini antara lain dalam sistem para pelaku birokrat itu penghasilannya dicukupi. Sistem yang berbelit-belit harus diubah, dan pengawasannya harus jalan. “Pokok permasalahan ini idealnya didukung oleh majelis kode etik pegawai negeri yang dapat berjalan dengan semestinya dengan melibatkan orang luar,” imbuh Bambang. Jalannya pengawasan terhadap kode etik akan meminimalisir kemungkinan terjadinya korupsi.(bby/HUMAS MENPANRB)