Sekretaris Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Mudzakir saat membuka webinar Bincang Inspirasi ASN Edisi 5, Selasa (19/05).
JAKARTA – Tahun 2019 Indonesia berada di peringkat ke-67 dari 125 negara dalam Global Talent Competitiveness Index, dengan nilai 38,61. Untuk mengejar ketertinggalan ini perlu dipersiapkan generasi Smart ASN yang inovatif, adaptif, dan progresif untuk mewujudkan birokrasi berkelas dunia.
“Smart ASN diharapkan dapat menjadi digital talent dan digital leader yang nantinya siap mendukung transformasi birokrasi digital di era revolusi industri 4.0,” ujar Sekretaris Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Mudzakir saat membuka web seminar (webinar) Bincang Inspirasi ASN Edisi 5, Selasa (19/05).
Era digital menuntut kemampuan dalam memanfaatkan peluang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membuat terobosan-terobosan baru dalam menghadapi tantangan disrupsi di era revolusi industri 4.0. Untuk itu, ASN, khususnya ASN milenial yang akrab dengan teknologi harus selalu haus akan ilmu-ilmu yang positif untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan dimanapun, kapanpun, dan situasi apapun. Termasuk ditengah pandemi Covid-19 yang mengharuskan ASN harus bekerja dari rumah (work from home).
Mudzakir mengatakan selama work from home, Kementerian PANRB melalui Kedeputian SDM Aparatur telah mengadakan Bincang Inspirasi ASN sebanyak lima edisi dengan tema yang berbeda-beda, seperti berpikir positif dan tetap produktif selama pandemi, menjaga kesehatan selama WFH, produktif dengan menulis, konsistensi pengabdian sesuai dengan profesi, dan bagaimana visi ASN milenial dalam membangun birokrasi berkelas dunia. Ini bertujuan untuk memberikan semangat, inspirasi, dan wawasan positif sehingga kemudian termotivasi untuk terus meningkatkan kompetensi dan keterampilan dirinya sebagai ASN.
Ia menambahkan, webinar ini juga merupakan salah satu upaya rebranding ASN yang selama ini masih lekat dengan stigma negatif. Oleh karena itu, webinar ini tidak hanya menghadirkan pakar atau profesional, tetapi juga menghadirkan ASN-ASN inspiratif yang sudah membuktikan kontribusi nyatanya bagi masyarakat dan negara. “Sehingga kita bisa memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai ASN,” tuturnya.
Tidak hanya cakap dalam segi intelektual dan skill, dalam mewujudkan birokrasi berkelas dunia tentunya ASN milenial juga harus memilki kemampuan kolaborasi antargenerasi. ASN milenial yang lekat dengan daya kritis, inovatif, maupun cara kerja yang dinamis harus mampu berkolaborasi dengan generasi terdahulu yang kemungkinan besar adalah generasi yang cenderung lebih kaku dan formal.
Jaya Setiawan Gulo, salah satu pembicara dalam Bincang Inspirasi ASN, mengatakan di lingkungan kerja pasti ada gap dan itu tidak bisa dihilangkan. Tetapi bagaimana kita meminimalisir gap itu dengan dialog atau komunikasi. “Kita ASN milenial penuh dengan courage, semangat, dan inovasi membutuhkan advice atau nasihat dari senior-senior yang sedikit banyak memiliki expertise dan pengalaman yang kita tidak punya,” katanya.
Menurut Gulo, begitu ia kerap disapa, sinergi, kolaborasi dan kerja sama diperlukan antara milenial dan non milenial sehingga kompleksnya birokrasi bisa diminimalisir. Milenial yang menggebu-gebu, ingin cepat, dan penuh dengan inovasi bisa melontarkan ide-ide yang out of the box yang bisa meningkatkan kinerja organisasi. Dengan memberikan alasan-alasan logis, generasi terdahulu pasti akan lebih memahami ide atau inovasi dari milenial. “Jadi saling melengkapi, karena kita butuh mereka. Bayangkan jika di instansi tersebut semua milenial, lalu siapa yang memberikan nasihat?” ujar ASN Kementerian Keuangan yang juga peraih Top 3 PNS Inspiratif dalam Anugerah ASN 2019 tersebut.
Senada dengan Gulo, diplomat muda Kementerian Luar Negeri Dinie Suryadini Mukti Arief mengungkapkan bahwa kita perlu mengembangkan pengetahuan dan skill, tetapi yang paling penting adalah attitude. Menurutnya hal ini merupakan paket yang tidak bisa terpisahkan yang juga menjadi bekal berharga ketika dia, sebagai diplomat, bertugas di dalam negeri maupun luar negeri.
Seringkali kita sebagai ASN milenial merasa bahwa generasi terdahulu berpikiran kaku atau kolot. Namun menurut Dinie ini terjadi karena kurangnya dialog antara generasi milenial dengan generasi terdahulu, sehingga menimbulkan kekurangpahaman terhadap isu yang disampaikan oleh milenial. Oleh karena itu, diperlukan dialog yang bisa dilakukan secara tim. Jadi tidak bekerja secara sendiri-sendiri.
“Disinilah nilai dimana ASN milenial bisa menjadi bridge builder diantara generasi-generasi yang ada. Jadi sebaiknya kita sebagai ASN milenial bisa berkolaborasi antar generasi,” pungkas Dinie. (del/HUMAS MENPANRB)