Pin It

20131103 sofian efendi

JAKARTA – RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kini masih digodog pemerintah bersama DPR diharapkan bisa tuntas dan disahkan sebelum berakhirnya tahun 2013. Selain menjadi salah satu pilar dalam reformasi birokrasi, RUU itu juga merupakan legacy pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Demikian dikatakan Guru Besar Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada, Prof. Sofian Effendi di Jakarta baru-baru ini, terkait dengan alotnya pembahasan RUU tersebut. “Ada yang mengatakan RUU itu akan dicemplungkan ke laut,” ujarnya.
 
Menurut mantan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) ini, banyak resistensi dari kalangan eksekutif sendiri yang menyebabkan alotnya pembahasan RUU tersebut. Hal itu terjadi karena birokrasinya sendiri yang tak mau atau takut berubah. “Yang paling resietn itu orang-orang di birokrasi yang lagi enjoy dengan keadaan saat ini. Mereka bisa memperjual belikan formasi pegawai, menarik setoran pada jabatan.  Nah itu yang akan di-cut oleh undang-undangn ini,” ujarnya.
 
Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi ini yakin, kalau RUU itu sudah disahkan menjadi undang-undang, nantinya orang yang diterima sebagai pegawai betul-betul yang  qualified untuk menduduki jabatan yang dibutuhkan. Bukan anak atau saudara pejabat. Semuanya berdasarkan prinsip merit. Orang yang diterima sebagai pegawai dan yang ditempatkan pada jabatan itu orang yang terbaik, melalui seleksi terbuka.
 
Dia menunjuk, model lelang jabatan (promosi terbuka) untuk camat dan lurah yang telah dilakukan di DKI Jakarta. “Sebenarnya hal itu merupakan sesuatu yang sudah berjalan secara eksperimental oleh pemda-pemda. Nah itu akan disahkan dengan UU,” tambahnya.
 
Menurut Sofian Effendi, meskipun banyak resistensi dari internal birokrasi, namun kalangan luar sebenarnya menilai bahwa keberhasilan pemerintah menggoalkan RUU ASN menjadi undang-undang merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu, karena akan menjadi penghela reformasi birokrasi. “Kalangan luar birokrasi melihat hal itu sebagai legacy Presiden SBY. Kalau hal itu tidak terwujud, maka Presiden akan kehilangan peluang untuk meninggalkan legacy kepada bangsa dan negaranya,” tambahnya. (ags/HUMAS MENPANRB)