Suasana Rapat Percepatan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
JAKARTA – Penanganan gizi di Indonesia tidak dapat dilakukan secara sektoral, melainkan menuntut pendekatan yang holistik. Karenanya, keberhasilan penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG) membutuhkan kolaborasi lintas sektor pemerintah dan swasta.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyampaikan diperlukan strategi percepatan penyelenggaraan MBG dalam mencapai target 82,9 juta penerima manfaat, salah satunya melalui percepatan penetapan Peraturan Presiden tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program MBG.
“Untuk mencapai keberhasilan ini memang harus kita orkestrasi dan seluruh pihak harus terlibat,” ujarnya dalam Rapat Percepatan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Berdasarkan Perpres No. 12/2025 tentang RPJMN Tahun 2025-2029, penyelenggaraan Program MBG dijalankan melalui tiga fase utama, yaitu pengadaan, produksi dan distribusi, serta konsumsi. Dalam ketiga tahap ini, dibutuhkan kolaborasi untuk melaksanakannya.
Senada dengan Menko Bidang Pangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menuturkan Program MBG melibatkan lintas sektor dan multi-aktor Keberhasilannya bergantung pada sinergi erat antara pemerintah pusat-daerah, sektor swasta, dan masyarakat.
Menteri Rini menuturkan Kementerian PANRB sesuai kewenangannya telah menginisiasi penyusunan konsep proses bisnis tematik berdasarkan mapping peran/kewenangan kementerian/lembaga/pemerintah daerah terkait. Konsep ini diharapkan mampu menjadi acuan tata hubungan kerja antar K/L/D dalam pemenuhan gizi nasional.
“Sehingga masing-masing K/L/D tidak hanya memahami perannya saja, tetapi juga memahami proses holistik dalam pencapaian output dan outcome pemenuhan makan bergizi gratis,” jelas Rini.
Rini menguraikan, secara umum terdapat empat pilar utama penyelenggaraan program MBG, yakni Penyusunan Sistem dan Tata Kelola, Penyediaan dan Penyaluran, Promosi dan Advokasi, serta Pemantauan dan Pengawasan. Konsep alur proses bisnis ini menunjukkan bahwa penanganan gizi adalah proses kolektif, bukan sektoral, yang membutuhkan harmonisasi dari hulu ke hilir, dari regulasi dan penyediaan hingga penyaluran kepada sasaran pemenuhan gizi nasional.
“Peran koordinasi ini penting untuk memastikan dukungan perencanaan, anggaran, sasaran, target, dan de-bottle-necking program MBG terlaksana dengan baik,” imbuhnya.
Untuk mendorong keberhasilan progam MBG, tidak lupa pula Menteri Rini menekankan pentingnya optimalisasi operasional organisasi Badan Gizi Nasional dalam aspek pengisian SDM Aparatur, penganggaran, serta layanan digital (berbasis Arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik/SPBE) dan tata kelola proses bisnis.
Menteri Rini menilai kedepan diperlukan rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan agar tata kelola digital MBG sesuai standar nasional dan mendukung keterpaduan layanan pemerintah. “Dengan langkah ini, layanan MBG akan lebih efektif, transparan, dan terintegrasi,” pungkas Rini. (del/HUMAS MENPANRB)