Pin It

20160816_Pidato_Kewarganegaraan_2.jpeg

Presiden Joko Widodo saat menyampaikan Pidato Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia pada sidang bersama DPR RI dan DPD RI, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD-RI, Jakarta, Selasa (16/8) pagi.

 

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, jika dalam Pidato Kenegaraan tahun lalu Kabinet Kerja berkehendak meletakkan fondasi pembangunan nasional yang kokoh pada tahun pertama pemerintahan, maka memasuki tahun kedua, pemerintah bertekad melakukan percepatan pembangunan.

“Tahun 2016 ini dapat disebut sebagai Tahun Percepatan Pembangunan Nasional. Kita harus melangkah menuju Indonesia maju,” tegas Presiden Jokowi saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia pada sidang bersama DPR RI dan DPD RI, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD-RI, Jakarta, Selasa (16/8) pagi.

Pada tahun percepatan pembangunan ini, menurut Presiden, pemerintah fokus pada tiga langkah terobosan untuk pengentasan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan sosial. Ketiga langkah itu adalah: Pertama, percepatan pembangunan infrastruktur. Kedua, penyiapan kapasitas produktif dan Sumber Daya Manusia. Ketiga, deregulasi dan debirokratisasi.

Melalui percepatan pembangunan infrastruktur, lanjut presiden, pemerintah membangun sarana infrastruktur secara lebih merata di seluruh Tanah Air guna memperkuat konektivitas antarwilayah dan memperkecil ketimpangan dan kesenjangan sosial.

“Akselerasi pembangunan infrastruktur logistik meliputi jalan, pelabuhan, bandara, dan rel kereta api. Sedangkan akselerasi pembangunan infrastruktur strategis mencakup pembangkit listrik, telekomunikasi, irigasi, dan perumahan rakyat,” jelas Presiden.

Presiden menegaskan, dalam percepatan pembangunan infrastruktur, pemerintah berkewajiban untuk membangun wilayah-wilayah yang marginal, wilayah-wilayah yang tertinggal dengan menggunakan dana APBN.  Sedangkan daerah-daerah lain yang ekonominya menggeliat dan tumbuh, pemerintah mendorong peran dunia usaha dan kerjasama dunia usaha dengan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Menurut Presiden, tahun 2016 ini, investasi BUMN ditargetkan sebesar Rp410,2 triliun yang di dalamnya terdapat 62 proyek strategis dengan nilai proyek sebesar Rp347 triliun. “Nilai investasi BUMN akan terus diperbesar sehingga pada tahun 2019 dapat mencapai Rp764 triliun,” ujarnya.

Selain itu, dengan dukungan penuh dari DPR, lanjut Presiden Jokowi, pemerintah  melakukan teroboson dengan mengeluarkan aturan tentang Amnesti Pajak. Diharapkan basis penerimaan pajak menjadi semakin luas guna mempercepat pembangunan dan meningkatkan daya saing nasional.

Belum Cukup

Diakui oleh Presiden, Di era kompetisi global, pembangunan infrastruktur fisik saja belum cukup untuk mengatasi kemiskinan, mengatasi pengangguran, mengatasi ketimpangan dan kesenjangan sosial. Terlebih Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah dimulai yang berarti persaingan di Asia Tenggara semakin sengit.

Agar bisa bersaing dalam kompetisi global, menurut Presiden, pembangunan infrastruktur sosial, yaitu kapasitas produktif dan Sumber Daya Manusia (SDM) harus dipercepat. Dengan demikian Indonesia tidak hanya menjadi penonton dalam perlombaan ekonomi global, Indonesia harus ikut berlomba dan harus menjadi bangsa pemenang.

Terkait dengan itu, Presiden menyebutkan, pemerintah memandang penting untuk memperluas akses masyarakat pada kegiatan ekonomi produktif, dengan mendorong kemajuan dan produktifitas sektor UMKM. Sektor yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.

“Untuk itu, dalam dua tahun terakhir Pemerintah telah menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) per tahun dari 22 persen menjadi 12 persen pada tahun 2015 dan turun menjadi 9 persen pada tahun 2016. Pemerintah juga terus mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh KUR,” tegasnya.

Smentara sebagai katalisator pembangunan infrastruktur fisik dan sosial, lanjut Presiden, pemerintah berkomitmen melakukan deregulasi dan debirokratisasi. Ia menyebutkan, banyak regulasi kita sudah usang, sudah harus diperbaharui untuk menyongsong perubahan jaman.

Karena itu, regulasi yang membingungkan harus disederhanakan, prosedur yang rumit harus dipangkas. “Deregulasi dan debirokratisasi itu kita lakukan untuk memberikan kecepatan pelayanan, kepastian regulasi, sinkronisasi, kemudahan berinvestasi, serta meningkatkan produktifitas,” tegas Presiden Jokowi seraya menyampaikan, wujud nyatanya adalah 12 Paket Kebijakan Ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sampai dengan awal Juni 2016.

Dari 12 Paket Ekonomi tersebut, menurut Presiden, 96 persen perangkat regulasinya sudah selesai disiapkan. Sementara untuk mempercepat manfaat dari Paket-Paket itu, telah dibentuk Satuan Tugas Percepatan dan Efektifitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi tanggal 28 Juni 2016.

“Ke depan, diupayakan pembentukan Paket Kebijakan Ekonomi lainnya guna mempercepat peningkatan ekonomi nasional,” ungkap Presiden.

Dalam kesempatan itu Presiden menyampaikan, bahwa sebagai bagian dari deregulasi, pemerintah telah mensinkronkan berbagai peraturan daerah (Perda) terkait perdagangan dan investasi. Ia menyebutkan, dari 3.000 Perda sudah dibatalkan karena tidak kondusif bagi kemajuan perdagangan dan kemudahan berusaha.

Mencermati berbagai kesalahpahaman tentang pembatalan Perda, Presiden Jokowi menegaskan, tegaskan pertama, sinkronisasi Perda dilakukan untuk kepentingan nasional, yang artinya termasuk kepentingan daerah. “Sinkronisasi yang telah dilakukan akan membawa manfaat bagi daerah dalam menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja,” ujarnya.

Sedangkan yang Kedua, Presiden menegaskan, bahwa Perda yang dibatalkan hanya terkait urusan perdagangan dan investasi,” tegas Presiden.

Agar terobosan-terobosan yang dilakukan di Tahun Percepatan Pembangunan mampu menurunkan kemiskinan, menurunkan pengangguran, dan menurunkan ketimpangan dan kesenjangan sosial, Presiden menegaskan, pemerintah menaruh perhatian besar pada empat aspek strategis.

Aspek strategis pertama adalah mempercepat reformasi hukum untuk memberi kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan masyarakat, serta terus mendorong reformasi birokrasi untuk menghadirkan pelayanan publik yang lebih prima.

“Bagian penting dari ini adalah reformasi dalam institusi Polri dan Kejaksaan. Reformasi yang menyeluruh dari hulu ke hilir. Bukan reformasi tambal sulam,” tegas Presiden seraya menyebutkan, untuk itu profesionalisme Polri dan Kejaksaan terus ditingkatkan. Demikian pula kualitas Aparatur Sipil Negara terus ditingkatkan agar Negara kita semakin kompetitif

Aspek strategis kedua adalah perombakan manajemen anggaran pembangunan. Presiden mengulang kembali pernyataannya, bahwa kita harus meninggalkan paradigma lama, yaitu paradigma anggaran dibagi rata.

“Kita harus bekerja dengan paradigma baru, yaitu anggaran difokuskan untuk program-program prioritas. Esensinya adalah uang rakyat harus digunakan untuk kepentingan rakyat melalui program-program yang nyata, melalui kerja yang nyata, dan terasa manfaatnya buat rakyat. Sudah tidak bisa lagi anggaran pembangunan, uang rakyat, habis untuk kegiatan operasional birokrasiseperti perjalanan dinas dan anggaran rapat yang sebenarnya dapat di-efisienkan,” tegas Presiden seraya menyebutkan,  penggunaan kalimat-kalimat bersayap pada nomenklatur penyusunan anggaran harus ditinggalkan karena berujung pada tidak efisiennya penggunaan dana pembangunan.

Aspek strategis ketiga, lanjut Presiden, adalah politik luar negeri. Ia menyebutkan, dengan diplomasi yang kuat Pemerintah mempercepat penjajakan berbagai kerjasama pedagangan internasional dan mempertimbangkan partisipasi Indonesia di Trans-Pacific Partnership Agreement (TPPA), RCEP, dan lain-lain.

Pemerintahjuga terus mendorong penyelesaian konflik internasional secara damai, seperti semangat yang kita bawa saat menyerukan ajakan toleransi dan perdamaian dalam berbagai pertemuan dengan negara-negara Arab dan dengan Amerika Serikat. Begitu pula Indonesia terus terlibat aktif dalam mendorong penyelesaian perselisihan di Laut Tiongkok Selatan melalui negosiasi dan upaya damai paska penetapan Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag.

Sedangkan Aspek strategis keempat adalah demokrasi, stabilitas politik, dan keamanan.Presiden menegaskan, bangsa ini tidak akan produtif, tidak akan maju, tidak akan menjadi bangsa pemenang apabila tidak menghargai hak azasi manusia dan terus didera gonjang-ganjing politik.

“Energi kita sebagai bangsa akan habis untuk meredakan keriuhan politik daripada melakukan lompatan-lompatan kemajuan,” tutur Presiden.

Presiden bersyukur sekarang ini kerjasama politik sudah kondusif dan konsolidasi politik menjadi semakin matang. Ia menyebutkan, berbagai proses pengambilan keputusan politik dan pengesahan beragam produk hukum terlaksana secara demokratis.

Kita juga bersyukur Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015 secara umum berlangsung aman, tertib dan damai. “Semua terlaksana dengan tradisi demokrasi yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,” ujarnya.

Selanjutnya, menurut Presiden, pemerintah bersama-sama DPR-RI dan DPD-RI terus melakukan upaya perbaikan regulasi Pilkada, agar dapat terlaksana secara lebih baik untuk Pilkada serentak tahun 2017 dan Pilkada-pilkada selanjutnya.

Pada akhir pidatonya, Presiden Jokowi mengajak segenap elemen bangsa untuk bersinergi mengatasi kemiskinan, pengangguran, serta ketimpangan dan kesenjangan sosial. “Tanpa kerjasama, tanpa gotong royong, kita akan digulung oleh arus sejarah. Kita tidak menginginkan itu terjadi,” tegasnya.

Pidato kenegaraan Presiden Jokowi itu dihadiri oleh Presiden ketiga RI BJ. Habibie, Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, mantan Wakil Presiden Boediono, para pimpinan lembaga negara, para menteri Kabinet Kerja, dan para duta besar negara sahabat.  (ags/HUMAS MENPANRB)

sumber : www.setkab.go.id