JAKARTA – PNS yang sudah berusia 56 tahun saat diundangkannya UU No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) otomatis diperpanjang masa pensiunnya. Bagi pejabat eselon III (kini disebut pejabat administrator) ke bawah diperpanjang sampai 58 tahun, sedangkan bagi eselon I dan II (jabatan pimpinan tinggi) menjadi 60 tahun.
Namun, bagi PNS yang sudah tidak bersedia melaksanakan tugas lagi sampai batas usia pensiun (BUP) yang ditetapkan UU tentang ASN, dapat mengajukan surat pernyataan kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK), dan keputusan pemberhentian dilakukan oleh pejabat yang berwenang.
Pasca diundangkannya UU tentang ASN, sesuai dengan surat Menteri PANRB No. 43/2014 perihal tindak lanjut UU tentang ASN, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menerbitkan Surat Edaran Kepala BKN No. 99/2014, tertanggal 17 Januari 2014. Hal itu dilakukan sambil menunggu ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang batas usia pensiun PNS.
Seperti diatur dalam pasal 87 ayat (1) huruf c dan pasal 90 UU No. 5/2014 tentang ASN, ditetapkan bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena encapai batas usia pensiun (BUP). Bagi pejabat administrasi ditetapkan 58 tahun, dan bagi pejabat pimpinan tinggi 60 tahun, sedangkan bagi pejabat fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan berlakuknya UU ini juga dilakukan penyetaraan. Untuk jabatan eselon Ia Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) setara dengan jabatan pimpinan tinggi (JPT) utama. Sedangkan jabatan eselon Ia dan eselon Ib, setara dengan JPT madya, sementara jabatan eselon II setara dengan JPT pratama. Untuk PNS eselon III, kini disetarakan dengan jabatan administrator, eselon IV menjadi jabatan pengawas, sedangkan eselon V dan fungsional umum menjadi jabatan pelaksana.
SE Kepala BKN juga menetapkan, BUP bagi JPT yang tidak diberhentikan dari jabatannya adalah 60 tahun. Tetapi kalau sudah diberhentikan dari jabatannya, maka BUP-nya 58 tahun. Kalau PNS telah diberhentikan dari jabatannya dan usianya lebih dari 58 tahun, maka dia diberhentikan dengan hormat sebagai PNS terhitung mulai akhir bulan pemberhentian dari jabatannya.
Bagi JPT PNS yang keputusan pemberhentiannya telah ditetapkan, baik sudah diterima maupun belum oleh yang bersangkutan, dan PNS tersebut bersedia melaksanakan tugas, maka keputusan pemberhentian dan kenaikan pangkat pengabdiannya (kalau mendapaty kenaikan pangkat) ditinjau kembali.
Lain halnya kalau yang bersangkutan tidak bersedia lagi melaksanakan tugas. Dalam hal ini, yang bersangkutan harus mengajukan surat pernyataan tidak bersedia lagi melaksanakan tugas secara tertulis, bermeterai kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK). Kalau sebelumnya hanya ada PPK, UU No. 5/2014 ini membedakan PPK dengan pejabat yang berwenang. PPK merupakan pejabat karir tertinggi, sedangkan pejabat yang berwenang adalah pimpinan instansi, seperti Menteri, Kepala LPNK, Gubernur, Bupati/Walikota.
Bagi JPT yang tengah menjalani masa bebas tugas atau masa persiapan pensiun (MPP), pada saat berakhirnya MPP tersebut telah berusia 58 tahun atau lebih, maka PNS bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS . Tetapi kalau saat berakhirnya MPP belum berusia 58 tahun dan yang bersangkutan masih bersedia melaksanakan tugas, maka dia ditugaskan kembali. Namun PNS tersebut tidak berhak lagi mengajukan MPP pada saat usianya hamper mencapai 58 tahun. Bagi yang tidak bersedia melaksanakan tugas kembali, pegawai itu boleh mengajukan permohonan berhenti sebagai PNS atas permintaan sendiri.
Hal serupa juga berlaku bagi PNS pada jabatan administrasi, mulai dari jabatan administrator, pengawas, sampai pelaksana. Bedanya hanya masalah usia. Sebagai contoh, seorang PNS yang lahir tanggal 2 Januari 1958, yang saat ini masih menduduki jabatan sebagai Kabag Keuangan di salah satu Pemkot., dan telah ditetapkan keputusan pemberhentiannya oleh Kepala BKN per akhir Januari 2014.
Apabila yang bersangkutan masih bersedia melaksanakan tugas, maka keputusan pemberhentian dan kenaikan pangkat pengabdian (kalau ada) ditinjau kembali. Tetapi kalau yang bersangkutan tidak bersedia lagi melaksanakan tugas, yang bersangkutan harus mengajukan surat pernyataan tidak bersedia lagi melaksanakan tugas. Kalau ini yang terjadi, maka keputusan pemberhentiannya tetap berlaku. (ags/HUMAS MENPANRB)