JAKARTA – Kalau saja Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Ombudsman RI memiliki Indikator Kinerja Utama (IKU), niscaya predikat akuntabilitas kinerja kedua lembaga non struktural (LNS) itu tidak akan mendapat nilai D. Dengan tidak adanya IKU, berdampak domino, sehingga beberapa indikator lain juga tidak bisa dinilai.
Demikian dikatakan Asdep Perumusan Kebijakan Kedeputian Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PANRB Ronald Andrea Annas di ruang kerjanya, Senin (09/12). “Kalau saja mereka sudah memiliki IKU, minimal mereka akan meraih nilai C,” ujarnya.
Dikatakan, indikator kinerja utama merupakan titik awal dalam pengukuran akuntabilitas kinerja. Tanpa IKU, maka penilaian tidak bisa dilakukan, karena tidak ada ukurannya. “Meskipun suatu instansi mengklaim memiliki kinerja bagus, tapi kalau tidak ada IKU, penilaiannya dari mana ?” tambahnya.
Pentingnya IKU dalam LAKIP harus berorientasi pada penerapan manajemen kinerja, sebagai fondasi dalam pembangunan yang berbasis kinerja. Selain itu, yang mau ditekankan adalah paradigmanya untuk mengubah sesuatu, dengan menyiapkan goal setting untuk mencapai kondisi yang diinginkan, baru kembali ke planning, do, check, dan action (PDCA).
“Tidak sekadar laporan kegiatan, tapi laporan kinerja yang mengakuntabilitaskan janji kinerja seperti yang disebutkan dalam dokumen perencanaan dan IKU,” imbuhnya. (bby/HUMAS MENPANRB)