JAKARTA – Kerusakan lingkungan akibat pertambangan timah menjadi salah satu persoalan yang dihadapi Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebagai daerah penghasil timah terbesar di dunia, lahan bekas pertambangan timah tidak layak untuk dikembangkan karena memiliki tingkat kesuburan cukup rendah dengan tingkat keasaman tanah (pH) yang tinggi, ketersediaan unsur hara yang rendah dan memiliki sifat kimia tanah yang buruk.
Munculnya kerusakan lingkungan yang parah akibat pertambangan, membuat Pemerintah Kabupaten Bangka mengambil langkah perbaikan dengan membuat inovasi Gerakan Pembangunan Melestarikan Lingkungan (Gerbang Lestari). Terobosan yang dilakukan bertujuan membangkitkan kembali kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan, sehingga menjadi lingkungan Aman Sejuk Rapih dan Indah (ASRI) kembali.
Bupati Bangka Mulkan menjelaskan dalam penerapannya, inovasi melaksanakan model pengelolaan kawasan reklamasi berbasis pariwisata terintegrasi dengan memadukan lima aspek, pertama aspek ekologi, melalui pengembalian lahan kritis. Selanjutnya aspek sosial ekonomi dengan melibatkan dan memberdayakan masyarakat. Ketiga aspek edukasi melalui objek pendidikan dan laboratorium penelitian oleh pelajar dan mahasiswa. Kemudian aspek pariwisata dengan menjadikan kawasan reklamasi menajadi kawasan pariwisata terpadu. Terakhir aspek pentahelix dengan melibatkan seluruh kepentingan.
“Inovasi ini dilakukan dengan penanaman tanaman kemiri sunan, penanaman sengon dan karet dengan penggunaan mikoriza, penanaman buah naga, serta penataan lahan, penanaman tanaman buah dan tanaman endemik pulau bangka (pelawan),” jelasnya dalam acara wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2021 .
Disampaikan jika inovasi yang masuk TOP 45 KIPP 2021 ini mampu melestarikan bekas pertambangan timah seluas kurang lebih 31 Hektare, dengan pengembangan pusat penyelamat dan pemanfaatan kolong untuk budidaya ikan yang bekerja sama dengan Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Palembang.
Selain untuk kebutuhan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, bekas pertambangan timah ini juga dijadikan sebagai tempat wisata yang menyajikan berbagai macam ekosistem tumbuhan, margasatwa, hingga binatang berjenis unggas baik yang dilindungi maupun dipelihara. Wisata tersebut juga terdiri dari bermacam tanaman jenis sayuran, buah-buahan, tanaman pangan, serta tak ketinggalan ada bermacam binatang buas seperti buaya dan ular.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa pengelolaan lingkungan hidup eks pertambangan timah menjadi lahan produktif mampu mengurangi kerusakan lahan akibat pertambangan timah, menyerap tenaga kerja baru, transformasi struktur tenaga kerja, meningkatkan produksi pertanian daerah, mengakselerasi pertumbuhan ekonomi sub sektor tanaman pangan serta sebagai destinasi wisata agro edukatif yang pada akhirnya berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup eks pertambangan timah dilakukan dengan mereklamasi area tersebut menjadi area produktif. Perencanaan tersebut dapat berupa peternakan sapi, kebun buah-buahan, seed garden, wahana air, akuakultur, hidroponik, rumah adat, kebun bunga matahari, dan kebun sayuran,” pungkasnya. (byu/HUMAS MENPANRB)