JAKARTA – Masa pandemi sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara global yang juga berimbas pada daerah-daerah yang ada di Indonesia. Berangkat dari permasalahan tersebut, salah satu aparatur sipil negara (ASN) pada Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Edrida Pulungan memiliki inovasi untuk meningkatkan perekonomian daerah melalui pemetaan industri ekonomi kreatif dan city branding.
Inovasi tersebut dapat memberikan gambaran bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki potensi masing-masing. Edrida menyampaikan pemetaan ekonomi kreatif telah dilakukan melalui riset pengembangan ekonomi kreatif daerah dengan pemetaan 17 subsektor ekonomi kreatif.
Dari ke-17 subsektor itu, terdapat 3 subsektor unggulan yakni kuliner, kriya atau kerajinan tangan, dan mode. Sementara ada 4 subsektor prioritas yaitu aplikasi permainan, musik, film, dan video animasi, serta ada 10 hal lain sebagai pendukung seperti arsitektur, desain, produk, komunikasi, visual, interior, seni rupa, pertunjukan, periklanan, dan fotografi.
Peningkatan ekonomi kreatif daerah juga dapat dilakukan dengan city branding. Ini dilakukan dengan memperkenalkan keunggulan setiap daerah kepada dunia internasional melalui berbagai sektor, baik makanan, tradisi, budaya, dan lainnya.
Staf Penyerapan dan Pelayanan Teknis Setjen DPD RI ini menyontohkan branding Kota Salak di tanah kelahirannya, Padang Sidempuan, Sumatra Utara dengan melakukan pembinaan kepada petani salak agar dapat memproduksi salak dengan kualitas baik. Hal tersebut diyakini dapat membantu pendapatan para petani dan meningkatkan penggiat ekonomi kreatif di daerah asalnya.
“Saya membuat role model tentang ekonomi kreatif, dimulai dari daerah kelahiran saya di Sumatera Utara dengan membina petani salak. Selanjutnya ke Kota Medan dan kemudian saya membuat penelitian di Kupang yaitu meneliti tenun, hingga akhirnya juga saya berangkat ke Palembang dan membuat MoU tentang pemetaan sejarah wisata dan budaya menuju Palembang wisata dunia,” ujarnya saat mengikuti proses wawancara Anugerah ASN Tahun 2020 secara daring beberapa waktu lalu.
Menurut wanita yang masuk nominasi Top 10 pada kategori The Future Leader ini, ekonomi kreatif daerah tidak dapat berjalan sendiri tanpa adanya peran pemerintah daerah dan pihak lainnya. Untuk itu, ia mengembangkan kolaborasi dengan model pentahelix yang melibatkan stakeholder terkait, seperti akademisi, swasta, komunitas, dan media massa.
Pemerintah daerah juga menjalin kerja sama dengan pemerintah pusat untuk memfasilitasi kebutuhan pengembangan ekonomi kreatif di wilayahnya. Kemudian melakukan pendataan berkaitan dengan isu yang tengah berkembang didaerah masing-masing serta aspirasi dari masyarakat.
Selanjutnya, sektor akademisi berperan untuk melakukan kajian pengembangan ekonomi kreatif daerah dan potensinya. Ini dilakukan melalui focus group discussion dan bimbingan teknis kepada pelaku ekonomi kreatif seputar destinasi sejarah wisata dan budaya.
Sektor swasta dapat mengambil peran dengan membantu pengembangan modal dan investasi dalam membangun ekosistem ekonomi kreatif. Sementara komunitas berperan membuat program-program komunitas penggiat pariwisata melalui vlog, blog, film, atau media sosial. Yang tidak kalah penting, media massa berperan memberikan informasi industri kreatif daerah seluruh Indonesia agar dapat ditunjukkan kepada dunia.
Edrida menceritakan seperti film Laskar Pelangi yang memperkenalkan Pulau Belitung dan berdampak pada peningkatan perekonomian lokal. Ia menyadari bahwa perlu sinergisitas dengan penulis, seniman, sejarawan, budayawan sehingga menemukan berbagai macam perspektif.
“Karena modal bangsa kita adalah budaya dan magnet ekonomi kita adalah budaya. Sehingga perlu juga digali lagi bagaimana daerah-daerah ini memiliki budaya dan kearifan lokal yang tinggi dan itu adalah ruh dari ekonomi kreatif,” pungkasnya.
Namun demikian untuk menerapkan langkah-langkah dalam meningkatkan ekonomi daerah masih menemui beberapa tantangan, salah satunya dukungan internet yang belum merata di Indonesia sehingga promosi belum berjalan secara optimal. Tantangan lain adalah program kolaborasi pentahelix membutuhkan waktu sosialisasi dan advokasi dari seluruh anggota DPD RI guna mendapatkan kepercayaan, kesepahaman bersama, serta tujuan bersama antar-pemangku kepentingan.
Ke depan, wanita kelahiran 1982 ini akan melakukan inventarisasi data ekonomi kreatif daerah dan koordinasi sektor terkait, kemudian juga membuat pelatihan vokasi kepada komunitas penggiat ekonomi kreatif sehingga memiliki penguasaan terhadap media digital yang dilakukan pemerintah dan swasta. Selain itu juga menyelenggarakan festival ekonomi kreatif dan budaya yang diadakan tahunan oleh pemda yang berujung pada peningkatan pendapatan daerah. (byu/HUMAS MENPANRB)