Pin It

20130627 ganjar laksamana

Bogor – Korupsi bukan hal baru, sama dengan gratifikasi dan suap yang acap kali terjadi di lingkungan pemerintahan. Bahkan gratifikasi tergolong kejahatan yang unik, karena pelakunya bisa menceritakan perbuatannya dengan bangga pada orang lain. “Celakanya, orang lain pun secara sadar atau tidak malah minta untuk dilibatkan,” ujar Dosen Universitas Indonesia Ganjar Laksamana.

Gratifikasi merupakan salah satu bentuk korupsi yang semakin beraneka ragam modusnya. Biarpun sistem dibuat sedemikian rupa, namun tetap saja diakali dengan alasan ucapan terimakasih. “Padahal, kalau ucapan terimakasih itu mestinya diucapkan. Kalau pakai uang, artinya tanda kasih,” ujarnya ketika menjadi narasumber dalam Pelatihan Manajemen Kinerja dan Manajemen Perubahan, yang diikuti para pejabat eselon I dan II Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) di Bogor, Kamis (27/06).

Dalam acara yang dipandu oleh Staf Ahli Bidang Budaya Kerja Aparatur Kementerian PANRB Rini Panganti, itu Ganjar mmengajak pejabat Kementerian PANRB agar membangun komitmen bernegara dan taat pada hukum. “Tidak usah muluk-muluk, kita cegah saja dulu seperti mengingatkan atasan dan teman. Karena memberantas itu pengertiannya adalah pencegahan dan penindakan,” imbuhnya.

Menurut dia, mudah untuk mencegah gratifikasi karena semua bermula dari membangun integritas diri sendiri. Kalau diri sendiri belum dibenahi, maka akan terasa sulit. Seharusnya, pegawai negeri yang menjadi pelayan bangsa dapat melakukan tugasnya tanpa menerima pemberian dalam bentuk apapun, seperti yang dikatakan oleh Filsuf Etik Plato.

Disebutkan, dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12B menyebutkan, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

“Pejabat yang didahulukan dalam kondangan saja, sudah masuk kategori gratifikasi. Mestinya antri, mau dia pejabat atau menteri, ya harus ngantri,” imbuhnya. Karena itu dia  juga mendorong agen-agen perubahan Kementerian PANRB untuk menjadi penggerak anti korupsi dan gratifikasi. (bby/HUMAS MENPANRB)