Staf Khusus Bidang Sosial Angkie Yudistia saat menjadi narasumber pada acara Forum Komunikasi Pelayanan Publik (FKPP) Tahun 2024, di Semarang, Selasa (05/03).
SEMARANG – Kurang lebih 23.000.000 masyarakat Indonesia merupakan penyandang disabilitas yang haknya dalam pelayanan publik harus diperhatikan. Kebijakan yang diterbitkan pemerintah harus berusaha menciptakan pelayanan publik yang inklusif, salah satunya dengan penggunaan teknologi digital.
Hal ini disampaikan Staf Khusus Bidang Sosial Angkie Yudistia yang merupakan penyandang disabilitas tunarungu. “Pelayanan publik yang ramah disabilitas dalam memberikan layanan merupakan wujud dari visi kepimpinan Indonesia untuk menunjukan praktik baik implementasi pelayanan yang inklusif,” ujarnya saat menjadi narasumber pada acara Forum Komunikasi Pelayanan Publik (FKPP) Tahun 2024, di Semarang, Selasa (05/03).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 penyandang disabilitas di Indonesia kurang lebih 22,97 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar 2,9 juta penyandang disabilitas sedang-berat berada pada usia produktif (15-64 tahun).
Salah satu cara menciptakan pelayanan publik yang ramah bagi kaum disabilitas adalah dengan kebijakan inklusif. Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mendorong unit penyelenggara layanan untuk beradaptasi dengan teknologi, sehingga memudahkan seluruh lapisan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan.
Kementerian PANRB secara berkala melakukan evaluasi terhadap pelayanan publik, salah satu aspek yang dinilai adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang ramah bagi kelompok rentan. Misalnya, menyediakan ramp, toilet difabel, dan informasi dalam huruf braille.
Unit penyelenggara pelayanan juga wajib memberikan layanan yang adil dan setara bagi semua orang. Pelayanan harus diberikan tanpa membeda-bedakan gender, status sosial ekonomi, agama, suku, dan sebagainya. Pemerintah sebaiknya juga melibatkan kelompok rentan dalam proses perencanaan dan evaluasi pelayanan publik. Misalnya, membentuk FKPP yang melibatkan kelompok rentan.
Plt. Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Herman juga mengajak penyelenggara pelayanan publik dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Penerapan teknologi dapat mewujudkan pelayanan publik lebih baik dan inklusif.
“Mari kita sebagai penyelenggara pelayanan publik harus bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi yang terus berlangsung. Perkembangan teknologi bukanlah ancaman, melainkan kesempatan bagi kita untuk menjadikannya mitra dalam memberikan pelayanan yang lebih baik, responsif, dan inklusif kepada seluruh lapisan masyarakat,” ungkapnya.
Saat ini pemerintah telah memberi perhatian khusus bagi penyandang disabilitas dengan disahkannya UU No. 19/2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Pemerintah juga telah menerbitkan tujuh Peraturan Pemerintah (PP) sebagai amanat dari UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Transformasi digital menjadi langkah pemerintah dalam mewujudkan proses pelayanan publik yang lebih efektif, efisien, cepat, dan tepat. Untuk mendukung hal tersebut, setiap lapisan masyarakat termasuk penyandang disabilitas harus mendapatkan pelayanan yang setara.
Dalam upaya transformasi digital yang dilakukan pemerintah, penyandang disabilitas diharapkan memiliki akses yang sama dalam setiap layanan. Pelayanan publik bisa semakin disempurnakan melalui infrastruktur teknologi informasi komunikasi (TIK), pengembangan aplikasi dan platform pelayanan publik yang dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna, termasuk fitur-fitur khusus untuk mendukung disabilitas serta melibatkan komunitas disabilitas dalam proses perencanaan dan pengembangan layanan publik digital. (HUMAS MENPANRB)