JAKARTA – Mantan narapidana memiliki stereotip yang melekat sehingga tidak jarang dikucilkan, dipersulit mendapat pekerjaan, dan menjadi pihak yang tertuduh apabila terjadi tindak pidana di lingkungannya. Kenyataan ini yang mendorong Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas II Pontianak Wahyu Saefudin untuk mulai mengetuk hati masyarakat terhadap para mantan narapidana melalui beragam upaya, salah satunya lewat buku dan tulisan.
“Menyadari dampak pelabelan yang menyakitkan, saya berkomitmen harus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana harus bersikap dengan adil dan wajar, sehingga tidak lagi menganggap mereka (mantan narapidana) sebagai ancaman,” ujar Wahyu.
Selama 2019-2020, Wahyu telah melahirkan tiga buku pembimbingan kemasyarakatan. Satu buku berjudul Psikologi Pemasyarakatan serta dua buku lain berjudul Kapita Selekta Pemasyarakatan dan Belajar dari Mereka yang Bermasalah (Potret Kontemporer Penanganan Kasus Anak Berkonflik dengan Hukum di Indonesia).
Menurut Wahyu, buku-buku karyanya ini bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa maupun masyarakat luas untuk memahami lebih dalam bidang pembimbingan kemasyarakatan. Selain aktif menulis buku, pria kelahiran Banyumas ini juga aktif menulis opini di surat kabar sejak tahun 2018.
“Cara paling baik untuk membangun persepsi masyarakat adalah melalui media. Kita bisa memanfaatkannya untuk memperbaiki persepsi masyarakat tentang pemasyarakatan, mantan narapidana, dan ASN yang bernaung di dalamnya,” jelasnya.
Sepak terjangnya tidak hanya terbatas pada tugas-tugas kedinasan yang menjadi tanggung jawabnya. Lulusan Ilmu Psikologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini juga aktif dalam berbagai kegiatan baik skala nasional maupun internasional. Baginya, berkontribusi diluar tugas dan tanggung jawab merupakan cara efektif untuk dapat meningkatkan kompetensi dan kinerja.
Selama masa pandemi Covid-19, kontribusi Wahyu juga tidak berhenti begitu saja. Ia justru semakin gencar untuk berinovasi dan melakukan kegiatan yang bisa membantu masyarakat menghadapi masa sulit. Lewat organisasi Himpunan Psikologi Indonesia tempatnya bernaung, Wahyu dan rekan-rekannya membuka layanan konseling gratis secara daring.
Berbagai kontribusi nyata inilah yang berhasil membawanya meraih sejumlah penghargaan seperti Finalis 5 Besar Pasangan Inspiratif dan Berprestasi Tingkat Nasional dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (2019), PNS Teladan Tingkat Wilayah (2019), serta mendapatkan beasiswa Studi S-2 di Malaysia dari Pemerintah Daerah NTB. Pada tahun 2020, Wahyu Saefudin juga berhasil masuk ke dalam Top 10 kandidat The Future Leader dalam ajang Anugerah ASN Tahun 2020 yang digelar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Sumbangsih dan karyanya juga turut diapresiasi oleh Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji. Bagi Sutarmidji, Wahyu adalah sosok pemuda yang harus dijadikan contoh oleh ASN lainnya baik di Kalimantan Barat maupun di seluruh Indonesia.
“Inilah sosok yang bisa mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari latar belakang pendidikannya di ranah ruang lingkup tugas dan fungsinya, serta bisa mengedukasi masyarakat dengan ilmu yang dia punya,” jelas Sutarmidji.
Perjalanan Wahyu untuk memberi edukasi dan menghilangkan stigma dari masyarakat pada narapidana masih panjang. Namun ia yakin, semua yang dilakukan sudah menjadi tugas sebagai ASN untuk memberikan yang terbaik pada bangsa dan negara.
“Saya yakin kalau kita berusaha dan berjuang bersama-sama, kita akan bisa menumbuhkan persepsi positif dari masyarakat,” tutupnya. (rum/HUMAS MENPANRB)