Pin It

  Wakil Presiden Boediono mengatakan, peran sejarah Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sebagai pemersatu pegawai negeri khususnya, dan pemersatu bangsa Indonesia akan tetap relevan ke depan.

  Demikian dikatakan Boediono ketika membuka Seminar Nasional KORPRI dengan tema Optimalisasi Pelayanan Publik Melalui Reformasi Birokrasi di Jakarta, Kamis (22/7). “Dalam era reformasi ini  ada upaya yang mencoba memecah KORPRI. Dulu, persatuan kita anggap sebagai suatu taken for granted, sesuatu yang sudah ada. Padahal, untuk mewujudkan persatuan merupakan upaya yang sangat susah,” ujarnya.  

  Menurut Wapres, dalam era reformasi ini fungsi KORPRI  perlu diperbaharui. Namun perbaikannya jangan sampai mengorbankan hasil yang telah dicapai, yakni mempersatukan pegawai negeri di Republik Indonesia ini. KORPRI  sebagai wadah pegawai harus dijaga, meski anggota mepunyai kebebasan, tetapi harus dalam konteks persatuan dan kesatuan.

  Lebih lanjut dikatakan, dulu ada kritik, karena KORPRI  dimanfaatkan oleh kekuasaan. Kalau sudah jadi kekuatan politik praktis, maka fungsinya bukan lagi sebagai pemersatu. “Seperti halnya TNI, kalau pecah-pecah, yang rugi bangsa Indonesia,” tambah Boediono.

  Dikatakan juga, bahwa reformasi dihadapkan pada beberapa kerawanan, bahkan ancaman. Hal itu bisa timbul karena sistem demokrasi yang tiba-tiba mandek, dan akhirnya gagal, misalnya  seperti kabinet yang jatuh bangun pada orde lama. Dalam situasi seperti itu tak mungkin ada kebijakan yang efektif. Kerawanan juga bisa terjadi kalau ada erosi atau degenerasi, penurunan kualitas sistem demokrasi. Ini bisa terjadi, karena pemegang kekuasaan mencampur adukkan dengan kepentingan privat, yang wujudnya bisa macam-macam.

  Money politic, tambah Wapres, juga  bisa mengakibatkan degenerasi. Karena esensi money poliltic adalah suara rakyat yang bisa dikemas macam-macam. “Kalau suara rakyat dianggap ’suara Tuhan’, kemudian dikemas menjadi komoditi ekonomi, maka sistem demokrasi kita kehilangan landasan,” sergah Boediono.

  Menurut Wapres, hal itu bisa terjadi, karena tidak adanya komitmen mendasar dari elit bangsa ini untuk membuat suatu sistem yang baik. “Tidak banyak yang menyisihkan waktu untuk menata aturan dasar. Ini tugas kita semua, dan bagi yang menyayangi NKRI akan terpanggil,” ucapnya.

  Ditambahkan, degenerasi juga bisa terjadi karena politisasi birokrasi. Kalau birokrasi sudah masuk dalam ranah politik praktis, maka kualitas  kebijakan publik maupun  pelayanan publik  jangan diharapkan optimal, karena sudah terpecah, melenceng,  bukan lagi untuk melayani rakyat.

  Sebagai pemersatu, KORPRI telah membentengi birokrasi untuk tidak berpolitik praktis. Karena itu, Wapres minta agar peran KORPRI direvitalisasi. “Pikirkan kembali fungsi utama itu,” ujarnya.

  Terkait dengan reformasi  birokrasi, Wapres mengatakan bahwa semangatnnya adalah melakukan perubahan secara terkoordinasi, tidak dilepas seperti revolusi, dan harus melakukan sesuatu yang terprogram. (HUMAS MENPAN-RB)