BANTEN – Kunjungan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokarsi (PANRB) Yuddy Chrisnandi ke Provinsi Banten, Jumat (31/10) mendapat sambutan hangat Plt. Gubernur Banten Rano Karno. Maklum, keduanya berteman sudah cukup lama.
Pertemuan itu bukan reuni, karena sebelum menjadi Menteri, Yuddy juga kerap menyambangi Rano Karno. Namun pertemuan kali ini merupakan kali pertama sejak Yuddy dilantik menjadi Menteri PANRB. “Selain sebagai teman lama, hari ini saya sebagai menteri melakukan kunjungan incognito ke Provinsi Banten,” ujarnya sembari mbari menuangkan air minum ke gelas.
Pertemuan dua pejabat penyelenggara negara itu tampak begitu akrab. Jabatan yang diemban keduanya tidak mengurangi suasana santai, layaknya sebuah pertemanan. Pemeran Si Doel Anak Sekolahan itu mengenakan baju koko, sementara Yuddy berbaju batik. Tidak ada acara seremonial, layaknya pertemuan para pejabat tinggi yang selama ini sering kita lihat.
Kedua petinggi negeri ini juga tampak begitu dekat dengan kalangan pers. Sejak turun dari mobil, Yuddy dan Rano terus dikuntit jurnalis sampai keduanya masuk ke ruang kerja Gubernur. Yuddy pun tak berhenti menyapa dan menyalami setiap wartawan. “Dari media apa ? Terimakasih ya !” tuturnya.
“Ini buah lokal atau impor ?” sergah Yuddy sembari memegang buah apel yang dihidangkan di meja. Puluhan wartawan yang mengerumuni kontan menjawab. “Buah lokal pak,” jawabnya kompak.
Di atas meja di pendopo kantor Gubernur Banten itu memang tersaji sejumlah cemilan buatan setempat dan beberapa jenis buah, seperti pisang Ambon, jeruk, anggur, dan apel. “Pak Jokowi wanti-wanti agar hidangan dalam yang disajikan di kantor pemerintahan harus produk lokal. Hindari menghidangkan makanan produk impor,” imbuh Yuddy.
Menteri menyebutkan, di Kementerian PANRB hal seperti itu juga sudah dilaksanakan. Biasanya cemilannya pisang rebus, kacang rebus, singkong, tiwul dan lain-lain. Semuanya produk lokal, yang tidak kalah gengsinya dengan makanan impor.
Cara ini, meskipun tampaknya sepele namun memiliki makna yang sangat strategis. Sebab mulai dari pejabat pemerintah, para birokrat wajib mencintai produk lokal, termasuk makanan. Kalau seluruh tanah air melakukan hal serupa, maka produk-produk lokal akan semakin digemari, sehingga bisa mengangkat petani. Pada gilirannya, hal itu akan membantu mempercepat terwujudnya kedaulatan pangan.
Kedaulatan pangan, tampaknya harus diawali dengan komitmen pimpinan untuk mencintai, dan hanya mengkonsumsi produk lokal. Sosok Presiden Jokowi, sejak menjadi Walikota Solo sebenarnya sudah mengawali langkah itu, kini dilanjutkan dan diamini oleh para pembantunya.
Salah satu contoh yang mungkin juga patut diteladani adalah komitmen Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo. Tidak lama setelah menjabat, Hasto mengajak jajarannya untuk mencintai produk lokal. Bahkan, dia sempat menorehkan komitmennya menjadi semacam sumpah, yang mirip seperti sumpah Palapa yang dilakukan Gadjah Mada.
Hasto berjanji tidak akan makan nasi, sebelum rakyat Kulon Progo makmur. Hasto juga berjanji tidak akan minum minuman manis, kecuali gulanya produk asli Kulon Progo. Janji ketiga, tidak akan membeli buah impor, dan melarang para pegawainya menyajikan buah impor dalam setiap kegiatan pemerintahan di Kulon Progo. “Kalau para pejuang kemerdekaan punya semboyan ‘Merdeka atau Mati’, kita juga harus punya semboyan ‘Lebih baik lapar daripada makan makanan impor,” ujarnya dalam suatu kesempatan.
Menteri Yuddy menambahkan, hal-hal kecil seperti ini memang harus dimulai dengan keteladanan dari pimpinan dan seluruh jajaran birokrasi. Pegawai negeri lanjut Yuddy, harus menjadi panutan masyarakat, jangan hidup bermewah-mewah tetapi harus bisa hidup sederhana.
Birokrat harus memahami bahwa mereka digaji dari uang negara, yang berasal dari pajak. Mereka digaji bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani rakyat. Nawa Cita dalam Kabinet Kerja Jokowi – JK jelas-jelas mengamanatkan pentingnya kehadiran Negara dalam masyarakat. Hal ini dimanifestasikan dalam pelayanan publik yang baik. Pelayanan harus cepat, mudah, murah, dan jelas. “Jangan lagi ada pelayanan yang berbelit-belit. Jangan lagi ada pungli, perijinan harus dipermudah,” sergah Yuddy yang diamini oleh Rano Karno.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri PANRB selalu menekankan bahwa era birokrasi priyayi sudah berakhir. Kini tak ada kata lain, birokrasi harus memberikan pelayanan terbaik kepada rakyat.
Tensi obrolan yang semula ringan, mulai meningkat, dengan berbagai pertanyaan dari wartawan. Mulai dari rencana moratorium penerimaan CPNS sampai nomor telpon menteri yang disebar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. (ags/HUMAS MENPANRB)