Kota Surakarta di era kepemimpinan Walikota Jokowi, memang lebih dikenal dunia dengan kebijakan relokasi pedagang kaki lima (PKL). Namun sebenarnya ada inovasi lain yang menjadi rujukan pengambilan kebijakan di tingkat nasional, yakni modernisasi pelayanan administrasi kependudukan (adminduk) yang dimulai pada tahun 2008.
Inovasi yang dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan ini diikutsertakan dalam penghargaan pelayanan publik oleh PBB, atau yang dikenal dengan United National Public Service Award (UNPSA) tahun 2014, bersama 18 unit pelayanan publik terpilih. Ternyata, modernisasi pelayanan adminduk Surakarta ini berhasil menyodok dan masuk ke putaran kedua, bersama dengan delapan unit pelayanan publik lainnya.
Berikut ini derap dan langkah, serta kiprah modernisasi pelayanan adminduk yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta.
A. Gambaran Umum
Reformasi birokrasi sudah menjadi salah satu dari tiga tujuan utama pemerintah, selain pemberantasan korupsi,dan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur.Tujuan Reformasi Birokrasi adalah menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas,berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur Negara. Salah satu sasarannya adalah peningkatan kualitas pelayanan publik.
Kualitas pelayanan publik dalam konteks administrasi kependudukan (adminduk) menjadi salah satu bidang yang selama iniingin dlperbaiki oleh pemerintah. Sebab, hakikat dari adminduk sebenarnya adalah pemberian perlindungan dan pengakuan Negara terhadap status publik dan sipil warga negara, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Rl.
Dikalangan masyarakat umum, pemahaman mengenai administrasi kependudukan (adminduk) sementara ini masih dianggap sebagai sekedar pengurusan kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK) dan akta kelahiran saja. Padahal, lebih dari itu, tujuan utama penyelenggaraan adminduk adalah menciptakan data kependudukan yang sahih dan menyeluruh, yang berguna sebagai basis statistik kependudukan, pendaftaran pemilih dan juga sebagai dasar pembuatan kebijakan publik maupun panduan bagi pemerintah untuk melaksanakan kewajiban negara dalam bentuk pelayanan publik.
Pengantar Model Good Practice dan Unsur-unsur lnovasi
Pelayanan adminduk diKota Surakarta sering disebut sebagai salah satu pelayanan adminduk yang terbaik di Indonesia. Banyak pihak dari berbagai kabupaten/kota belajar dan menimba pengalaman dariPemerintah Kota dalam menerapkan dan mengembangkan system adminduk yang handal.
Banyak inisiatif dan terobosan di bidang adminduk dilakukan dikota ini. Terobosan tersebut terjadipada lima hal: pertama, pengembangan data perekaman sehingga memudahkan untuk administrasi kependudukan; kedua, pelayanan pembuatan/pembaharuan KTP yang hanya memakan waktu 1jam; ketiga, pelaksanaan Sistem lnformasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) secara online; dan keempat, penerbitan Kartu lntensif Anak (KIA). Keempat terobosan yang sangat penting itu meningkatkan kualitas pelayanan adminduk.
Kelima, sejak tahun 2008, secara bertahap, seluruh kecamatan dan sebagian kelurahan menginovasi penataan ruang pelayanan secara modern dan alur pelayanan adminduk. Penataan ini bertujuan mempermudah penyelenggara untuk memberikan pelayanan prima. Langkah ini berupaya untuk memenuhi standar pelayanan publik (SPP). Juga mempermudah masyarakat mendapatkan manfaat dari suatu birokrasi yang efektif dan efisien.
Alasan Pengembangan Program dan Permasalahan yang Dihadapi
Sebelum tahun 2008, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) memiliki tiga sumber data kependudukan yang bersumber dari sistem informasiyang berbeda. Pemerintah kota tidak memiliki database kependudukan yang sahih dan dapat diandalkan sebagai sumber perumusan kebijakan.
Rumusan kebijakan hampir sepenuhnya mengacu pada data kependudukan yang diterbitkan secara berkala oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta. Padahal, data mengenai jumlah penduduk yang dikeluarkan BPS cenderung berbeda dengan data yang dimilikioleh Disdukcapil. Perbedaan data ini sering menjadi sumber perdebatan di antara para penentu kebijakan, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota.
Masalah kedua adalah kualitas pelayanan adminduk yang sangat terbatas. Hampir semua kecamatan tidak memiliki ruang pelayanan yang memadai. Meski terletak di gedung yang baru, beberapa pelayanan adminduk ditingkat kecamatan bahkan terkesan kumuh dan tidak tertata dengan baik.
Pemohon harus menunggu pelayanan dalam waktu lama. Tidak ada antrian,meski dalam bentuk yang sederhana. Ruang tunggu yang tersedia pun tidak memadaiuntuk menampung jumlah pemohon. Lagi,ruang tunggu tidak dilengkapi dengan tempat duduk yang nyaman. Seringkali mereka bergerombol di depan loket karena tak sabar untuk mendapatkan kepastian pelayanan. Secara tidak langsung bergerombolnya para pemohon dl depan loket memprovokasi para petugas. Seringkali juga akhirnya petugas terganggu konsentrasinya.
Tidak ada penerapan aturan yang tegas dalam pelayanan itu. Seringkali, pemohon dapat menerobos masuk ke ruang operator untuk menanyakan status penerbitan dokumen. Bahkan, lebih jauh,pemohon dapat menemuipejabat kecamatan untuk mendapatkan pelayanan yang lebih cepat.
Ruang pelayanan juga tidak mencerminkan semangat pelayanan dan keterbukaan. Sekat yang terlalu tinggi antara pemohon dengan petugas memberikan kesan sebagaisebuah pelayanan publik yang tertutup dan berjarak. Komunikasi antara pemohon dan petugas hanya dimungkinkan melalui lubang kecil diloket pelayanan yang meminimalisasi pemohon untuk mendapatkan informasi lebih terkait dengan penerbitan dokumen.
lniartinya, pelayanan adminduk belum berjalan optimal dan masih perlu ditingkatkan. Salah satu penyebabnya adalah belum diterapkannya Standard Operating Procedures (SOP) yang bersifat baku di instansi pelaksana adminduk di Indonesia. Padahal, SOP diperlukan untuk memberikan kejelasan mengenai prosedur, biaya dan waktu pelayanan. Ketidakjelasan prosedur ini sangat mempengaruhi keengganan masyarakat untuk berpartisipasi aktif mengurus dokumennya. Ketiadaan SOP juga memunculkan peluang terjadinya kepemilikan dokumen ganda.
Dua persoalan di atas, cenderung tidak kondusif untuk pencapaian visi dan misi pemerintah. Dalam konteks data, pemerintah kota kesulitan mencari rujukan dalam pengembangan kebijakan. Data yang tidak sahih tersebut tidak dapat diandalkan sebagai rujukan. Bila dipaksakan pasti memiliki implikasi negatif di kemudian hari. Dan, semua itu telah memperburuk kualitas pelayanan.
Dalam konteks pelayanan masyarakat, situasi diatas tak urung menimbulkan keluhan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.Waktu mereka terbuang. Biaya yang dikeluarkan tinggi. lnefisiensi ini juga mempengaruhi tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Hasil yang Dicapai dan Dampaknya terhadap Masyarakat
Sejalan dengan peningkatan kualitas pelayanan, Pemerintah Kota Surakarta juga melakukan pemutakhiran data penduduk untuk meningkatkan kualitas data kependudukan. Hasil pemutakhiran data ini menjadi referensiyang dapat dipertanggungjawabkan sebagaisalah satu sumber dalam menentukan kebijakan pembangunan, termasuk penyediaan kartu sehat bagi penduduk miskin.
Data yang sama juga dimanfaatkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dalam pemilukada tahun 2009 sebagai dasar untuk menentukan daftar pemilih sementara (DPS). Hasilnya, hanya lebih kurang 1000 orang yang mempunyai hak pilih namun tidak terdaftar. Kenyataan ini dipandang lebih baik dari penyelenggaraan pemilukada sebelumnya dimana cukup banyak pemilih yang tidak terdaftar.
Karena efektivitas kerjanya, dalam konteks pembuatan e-KTP, Pemerintah Kota Surakarta juga melakukan proses perekaman data kependudukan dalam tempo yang sangat cepat. Hanya dalam tempo beberapa hari,Kota Surakarta mampu merampungkan perekaman sebelum batas waktu yang ditentukan?
Ditiap kecamatan, pelayanan adminduk dilakukan,baik untuk penerbitan dokumen pencatatan sipil (akta-akta pencatatan sipil) maupun dokumen pendaftaran penduduk (KK,KTP dan Surat Pindah). Dengan menempatkan kedua jenis layanan di tingkat kecamatan,Pemerintah Kota
Surakarta berhasil mendekatkan pelayanan adminduk. Penduduk yang memerlukan dokumen kependudukan tidak perlu lagi mendatangi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Mereka cukup mengunjungi kantor kecamatan di wilayah administratifnya masing-masing. Model pelayanan ini berbeda dengan kecenderungan dibanyak kabupaten/kota di Indonesia yang memusatkan seluruh pelayanan penerbitan dokumen kependudukan di instansi pelaksana administrasi kependudukan.
Kini,menunggu pembuatan KTP atau apapun terkait kependudukan bukanlah suatu hal yang membosankan. Di beberapa kecamatan tersedia sistem antrean bagi pemohon. Layaknya pelayanan disebuah bank,warga tertib antri dan tak berebut serta duduk nyaman. Nyaris tak lagi ditemukan ruang pelayanan adminduk yang riuh,lambat, dan tak tertata.
B. Metodologi dalam Perancangan dan Penerapan Good Practice
Menanggapi masalah-masalah tersebut di atas, Pemerintah Kota Surakarta berinisiatif meningkatkan kualitas pelayanan adminduk dan kualitas data kependudukan melalui pelaksanaan proyek percontohan peningkatan kualitas pelayanan. Sebagai lokasi percontohan, Pemerintah memilih Banjarsari dan Pasar Kliwon.
Gagasan ini muncul sejak Pemerintah Kota meyakinibahwa dalam mengatasi masalah seperti itu sejumlah argumen harus dibangun. Misalnya, alasan yuridis menjadi penting karena bukan hanya mengatur pembaharuan dalam penataan, tetapi juga akan memecahkan berbagai hambatan dalam pelaksanaannya.Hambatan yang seringkali muncul dalam penataan adminduk biasanya dipicu oleh kurangnya keterpaduan langkah koordinasi antara internal instansi maupun antar instansi.
Perwujudan administrasi yang modern adalah alasan kedua.Koordlnasi dan relasi antar instansi pemerintah merupakan tantangan dalam proses penataan adminduk. Berdasarkan kebutuhan ini dan mengacu pada peraturan perundang-undangan, pemerintah perlu membangun pola relasi antar-instansi yang lebih sinergis dalam proses penataan adminduk.
Perangkat peraturan perundang-undangan dalam penataan adminduk perlu disiapkan dengan baik. Pertama, hal tersebut terkait dengan jaminan perlindungan serta rasa nyaman bagi penduduk untuk mendapatkan kepastian hukum berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam mengakses hak-haknya baik sebagaiwarga negara maupun sebagai penduduk Indonesia. Kedua, peraturan perundang-undangan dibutuhkan agar tidak diskriminatif, jelas (tidak multitafsir), tidak saling bertentangan dengan peraturan perundang undangan lainnya. Ketiga, dapat digunakan sebagai instrumen pengendalian penduduk,serta dapat berfungsi mendorong terwujudnya pelayanan adminduk yang modern.
Proses Perancangan Good Practice: Penggagas, Pelaku Utama dan Penggerak
Pemerintah Kota juga meyakini bahwa modernisasibukan hanya bermakna komputerisasi. Modernisasi juga mencakup hal yang lebih kompleks. Misalnya, sistem database yang hendak dibangun. Atau, bentuk layanan yang modern lainnya adalah instansi pelaksana yang aktif melakukan atau memberikan layanan yang dekat dengan tempat tinggal penduduk.
lnisiatif ini diambil guna meminimalisasi keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik, khususnya dalam pelayanan adminduk. Pemerintah Kota Surakarta kemudian mengalokasikan sejumlah anggaran yang diperlukan serta menyusun rencana implementasi. Dalam perencanaan, peningkatan kualitas pelayanan ditiga kecamatan lainnya dilakukan secara bertahap melalui APBD pada tahun-tahun berikutnya.
Untuk meningkatkan kualitas data kependudukan, Walikota Surakarta (c.q. Kepala Dinas) membentuk Tim Pemutakhiran Data Kependudukan.Tim ini terdiri darisejumlah satuan kerja pemerintah daerah (SKPD), kecamatan dan kelurahan.Tim dipimpin oleh Sekretaris Daerah dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai sekretaris.Tim inilah yang kemudian secara aktif menyusun konsep, jadwal dan anggaran yang diperlukan.
Tim ini kemudian menjadi kelompok pemrakarsa (inisiator). Penataan yang merupakan cikal bakal terbentuknya Tim Penataan Adminduk. Kelompok pemrakarsa ini bertugas menentukan ruang lingkup, jangka waktu serta anggaran yang diperlukan untuk seluruh proses penataan.
Untuk memudahkan pelaksanaan hingga tingkat bawah,Walikota juga mendorong pelibatan banyak pihak, termasuk tokoh agama dan pengurus RT/RW.12 Pelibatan pemutakhiran data dipandang hanya akan berjalan dengan baik jika koordinasi dengan berbagai pihak juga berjalan baik.
Proses Penerapan Good Practice dan Tahapan Kegiatan
Tim pemrakarsa kemudian menetapkan sejumlah strategi untuk mengatasi masalah adminduk. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut:
Kelompok inisiator ini meminta dukungan dan memastikan bahwa para penentu kebijakan (Walikota dan DPRD) memahami pentingnya penataan adminduk, memberi persetujuan serta menyediakan anggaran yang diperlukan bagi penataan itu.
Penyesuaian dasar hukum
Sesuai dengan tujuan dariproyek percontohan peningkatan kualitas pelayanan,Pemerintah Kota Surakarta kemudian memandang bahwa langkah pertama adalah penyesuaian dasar hukum atau peraturan daerah (Perda) yang ada. Peraturan yang ada harus disesuaikan dengan peraturan hukum terbaru. Artinya, suatu Perda yang baru dan sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
UU No.23 Tahun 2006 memiliki sejumlah semangat:anti diskriminasi; profesionalisme pelayanan; penyesuaian alur penerbitan dokumen dari kelurahan sampai kabupaten/kota; adanya kejelasan prosedur; dan ada sanksi bagi yang mengeluarkan KTP secara serampangan. Semangat semangat inilah yang menjadi dasar dari peraturan daerah baru.
Maka,sejak Maret 2010, Tim Pemutakhiran Data sebagaitim pemrakarsa mengembangkan suatu rancangan Perda terbaru.Semua semangat yang terkandung dalam UU No. 23 Tahun 2006 terkandung di dalam rancangan Perda. Melalui serangkaian pertemuan dan diskusi, akhirnya draft tersebut disetujui oleh DPRD Kota Surakarta pada bulan Juli 2010. Dua bulan berikutnya, 6 September 2010, Perda ini ditetapkan sebagai Peraturan Daerah Kota Surakarta mengenai Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
Perda No. 10 Tahun 2010 juga secara serius mengadopsibanyak hal penting pada UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administtrasi Kependudukan. Perda inilah yang mendasari lima terobosan. Empat merupakan adopsi dari UU No. 23 Tahun 2006, sementara satu yang lain adalah upaya untuk meningkatkan penerapan dari UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Pengadopsian ini secara langsung mendorong pengembangan standard operating procedures (SOP) yang baru. Sejumlah SOP juga kemudian dikembangkan. Misalnya, SOP peningkatan kualitas pelayanan. Pemerintah Kota Surakarta merumuskan ulang tata cara ini dengan tujuan untuk memudahkan semua staf pemerintah kota menyediakan pelayanan secara sistematis. Lagi, SOP ini juga mendorong adanya jaminan keberlanjutan pelayanan.
Meski SOP ini tidak ditandatangani oleh Walikota Surakarta, namun dia telah menjadi dasar bagi semua staf pemerintah daerah menangani masalah administrasi kependudukan. Bahkan, untuk memperkuatnya sehingga menjadi standar kerja, Pemerintah Kota Surakarta mendapatkan sertifikasi dari ISO, setelah SOP dianggap telah menerapkan ISO 9001-2008.
Penerapan prosedur yang baru memerlukan adanya pemahaman yang sama bagi seluruh staf yang terlibat dalam pelayanan. Pemerintah Kota Surakarta juga mengembangkan kapasitas staf pemerintah dalam memberikan pelayanan sesuai SOP yang baru dalam bentuk pelatihan. Mengingat jumlah peserta yang cukup banyak, pelatihan dilakukan secara bertahap. Tidak seperti pelatihan-pelatihan teknis umumnya, pelatihan SOP dirancang dengan menggunakan metode penyampaian teknis, simulasi/role play dan team building. Pendekatan pelatihan juga menggunakan cara belajar orang dewasa (andragogy).
Peningkatan kualitas data kependudukan
Pemerintah Kota Surakarta memutuskan menggunakan database Sistem lnformasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK). Keputusan ini berimplikasi pada kebutuhan integrasi database Sistem lnformasi Kependudukan (SIMDUK) dan aplikasi lokal yang sebelumnya digunakan. Pengambilan keputusan integrasi ini dilakukan dengan cepat. Padahal,integrasi tersebut mensyaratkan dipindahkannya (migrasi) seluruh database yang ada dalam SIMDUK ke dalam SIAK.
Karena sejak awal SIMDUK dikerjakan dan dipelihara dengan balk, proses perpindahan ini tidak memakan waktu lama. Dengan menggunakan Nomor lnduk Kependudukan (NIK) sebagai basis identitas penduduk, migrasi dilakukan. Hasilnya, hanya lebih kurang 40% penduduk Kota Surakarta yang memiliki data kependudukan valid. Sisanya {60%) tidak memiliki NIK. Artinya, data mereka perlu dimutakhirkan. Langkah ini terbilang tidak mudah karena Dinas harus berkali kali memastikan bahwa proses migrasi berjalan dengan balk dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Data hasil migrasi ini kemudian dicetak dalam bentuk kartu keluarga (KK). Cetakan KK inilah yang kemudian menjadi dasar bagi tim dalam melakukan pemutakhiran. Tim kemudian mengirimkan hasil cetakan KK dari tingkat kecamatan hingga pada tingkat rukun tetangga (RT). Ketua RT kemudian melakukan pemutakhiran data dengan cara mengunjungi rumah warga satu persatu.Kegiatan ini berlangsung hampir enam bulan. Pengalaman ini menunjukkan bahwa pemutakhiran memerlukan waktu yang lebih panjang daripada yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri yang hanya memakan waktu dua hingga empat bulan.
Data yang telah dimutakhirkan, kemudian dibawa ke tingkat kelurahan. Pada tingkat inilah, verifikasi data dilakukan. Hasil verifikasi dikirimkan kembali secara berjenjang hingga ke Tim Pemutakhiran Data di tingkat kota. Setiap penduduk yang datanya telah diverifikasi kemudian diberikan NIK dan dimasukkan (input) ulang ke dalam SIAK oleh Dinas.
Pemutakhiran data kependudukan tidak langsung menghasilkan data penduduk yang valid. Data yang diverifikasi di tingkat kelurahan juga perlu dilengkapi kernbali oleh pihak ketua RT. Pelengkapan data dilakukan menyusul kenyataan bahwa tidak seluruh penduduk ber-KTP Surakarta berada ditempat ketika pemutakhiran dilakukan. lni menyebabkan hasil pemutakhiran tidak mencakup seluruh populasi. Namun,tim meyakini bahwa kualitas data kependudukan jauh lebih baik setelah pemutakhiran dilakukan dengan validitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Namun,verifikasi ini juga menjadi penting dan berdampak baik ketika Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) Kota Surakarta tahun 2012 hanya berselisih lebih kurang 17 ribu penduduk. Angka ini membuat Kota Surakarta menjadi satu dari delapan kota/kabupaten di Indonesia yang memenuhi target pemutakhiran.
Pendekatan Pelayanan
Kehadiran petugas registrasi di kantor kelurahan bermanfaat dalam rangka untuk menjaga dan memastikan bahwa proses pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selain itu dengan kehadiran petugas registrasi, pelayanan adminduk akan semakin dekat kepada masyarakat.
Pendekatan pelayanan ini juga didukung dengan proses perekaman data yang cepat dan teratur. Sejak 2010, proses ini dilakukan dengan melakukan kontrak kerja sama dengan pihak swasta, yang menyediakan 18 orang tenaga entry data kependudukan dan disebar di tiap kecamatan dan Balaikota Solo.15 Mereka membantu peng-entry-an data dan mengolahnya dengan cepat.
Tenaga ini sangat membantu langkah dan irama kerja pelayanan adminduk ditingkat kecamatan dan balaikota. Terbukti semua data terpelihara/terekam dengan baik dan sistematis.
Dalam menjalankan pelayanan adminduk, Kota Surakarta selama ini menerapkan asas stelsel aktif. Dalam stelsel aktif pemerintah hanya menunggu warga masyarakat yang berkepentingan mendaftarkan diri ke instansi pelaksana. Melalui perubahan ini, pemerintah kota mengombinasikan dengan stelsel pasif. Dalam proses ini, instansi pelaksana aktif mendekatkan pelayanan adminduk. Hal ini banyak membantu masyarakat dalam hal mengurus dan memiliki dokumen kependudukan.
Peningkatan kualitas ruang pelayanan
Pemerintah kemudian menata ulang ruang pelayanan dengan menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik. Prinsip-prinsip tersebut diterjemahkan dengan menghapuskan sekat antara pemohon dengan petugas, namun tetap menciptakan batas yang tegas diantara keduanya. Dahulu, pemohon tidak dapat melihat langsung staf pemerintah memproses permohonan. Juga, sering tidak ada sekat antara pemohon dan staf. Lalu, pemerintah Kota melakukan pemisahan antara back office (tempat proses penerbitan dokumen) dan front office (tempat pemohon berhubungan dengan staf pemerintah) dengan tetap memberikan akses yang luas bagipemohon.Kecuali dengan alasan khusus, tidak seorang pemohon pun diperkenankan memasuki wilayah back office. Ruang pelayanan adminduk kemudian menjelma layaknya ruang pelayanan di suatu bank.
Selain itu, ruang pelayanan yang baru juga menerapkan prinsip single point of contact. Prinsip ini menyatukan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil (yang selama initerpisah dan terkesan berdiri sendiri) menjadi satu kesatuan pelayanan. Hal ini memungkinkan setiap pemohon hanya berurusan dengan satu petugas untuk mengurus seluruh dokumen kependudukan yang diperlukan.
lni berbeda dengan model pelayanan sebelumnya yang memisahkan pelayanan pencatatan sipil dengan pelayanan pendaftaran penduduk,sekali pun keduanya berlokasidi ruang pelayanan yang sama.Penerapan prinsip inimembuat pemohon tak lagiharus berpindah dari satu meja ke meja pelayanan lainnya untuk mendapatkan dokumen yang diperlukan. Dari sisi beban pekerjaan, penerapan prinsip ini berhasil mendistribusi beban pekerjaan yang lebih merata pada setiap petugas pelayanan.
Untuk meningkatkan kepastian pelayanan,Pemerintah Kota Surakarta menerapkan sistem antrean (dengan nomor). Untuk mendukung penerapan sistem ini, kecamatan menempatkan seorangpetugas yang membantu pemohon dalam hal mengurus jenis pelayanan yang dikehendaki dan mempersilakan pemohon menunggu hingga nomor antreannya dipanggil petugas. Sistem antrean terbukti efektif menghilangkan kerumunan pemohon diloket pelayanan dan menciptakan budaya antre yang kondusifterhadap iklim pelayanan. Sistem antrean ini ditunjang oleh ruang tunggu yang cukup memadai yang memungkinkan pemohon menunggu dengan nyaman.
Peningkatan kesadaran masyarakat
Pemutakhiran data dengan melibatkan ketua RT dan masyarakat mendorong masyarakat memahami pentingnya administrasi kependudukan.Terlebih ketika masyarakat harus menemui bahwa hanya 60% data mereka yang dinilai sahih.
Pemutakhiran juga mendorong masyarakat mengetahui adanya masalah administrasi kependudukan. Misalnya, mereka mengetahui adanya kesenjangan antara faktual dan data kependudukan yang dimiliki. Mereka akan paham betapa perlunya data yang valid.
Koordinasi dan Pengorganisasian Proses
Sejumlah pihak terlibat dalam modernisasi pelayanan adminduk ini. Ada yang terlibat sejak awal, ditengah, bahkan ada juga yang terllbat pada akhir proses. Berikut tabel tentang pihak yang terlibat, jenis keterlibatan mereka dan bentuk koordinasi:
Tabel Pihak dan Peran yang Diambil (Adminduk, Surakarta)
Keahlian utama
Modernisasi pelayanan adminduk memerlukan keahlian yang diharapkan dapat mempertajam dan memudahkan Pemerintah Kota Surakarta. Keahlian tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel Keahlian utama yang diperlukan (Adminduk,Surakarta)
Sementara dalam konteks suksesnya lima terobosan yang dilakukan Kota Surakarta,keahlian keahlian utarna yang dibutuhkan adalah:
Tabel Keahlian yang dibutuhkan pada setiap terobosan (Adminduk, Surakarta)
Keterlibatan Publik dan lnstansi Pemerintah Lainnya
Modernisasi pelayanan adminduk di Kota Surakarta ini terjadi ketika Pemerintah Kota sejak awal menyadari bahwa ada kebutuhan untuk mengikut sertakan atau bekerja sama dengan pihak lain. lni terjadi di setiap tahapan. Keterlibatan banyak pihak inilah, baik masyarakat, organisasi non pemerintah, organisasi internasional, maupun instansi pemerintah lainnya yang mampu mendorong terwujudnya layanan adminduk yang modern. Pihak lain, peran dan tahapan di mana mereka terlibat adalah sebagai berikut:
Table 38 Keterlibatan pihak lain dalam meningkatkan layanan adminduk diKota Surakarta
Anggaran Penerapan Good Practice
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan,tantangan yang paling utama adalah terbatasnya anggaran yang tersedia.Pada saat inisiasidilakukan,Pemerintah Kota Surakarta tidak memiliki anggaran yang cukup. Pemerintah harus berpikir keras mendapatkan dana tambahan.
Pemerintah Kota Surakarta menangkap peluang ketika Kementerian Dalam Negeri membuka peluang untuk pelaksanaan Proyek Pemutakhiran Data sebagai langkah awal program e-KTP. Kota Surakarta mengajukan diri menjadi wilayah percontohan, dana dekonsentrasi proyek tersebut disediakan untuk Kota Surakarta. Proyek dianggap layak dicontoh,Kementerian Dalam Negeri menambah dukungan.
Sementara dalam konteks APBD, Pemerintah Kota Surakarta kerap mempertunjukkan keberhasilan tersebut kepada khalayak dan menjadikan keberhasilan tersebut sebagai bahan pembicaraan dengan DPRD Kota. Melalui pembicaraan intensif dengan DPRD,persoalan tersebut kemudian dapat diatasi. Selama 2009- 2011,anggaran modernisasi pelayanan adminduk meningkat sebanyak 5- 10%.
C.Evaluasi Model Praktik Baik
Keberlanjutan dan ReplikasiGood Practice
Keberlanjutan modernisasi pelayanan adminduk di Kota Surakarta dapat dikatakan mampu meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan publik. Survai lndeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sejak tahun 2009 memperlihatkan tingginya apresiasi warga pada modernisasi pelayanan adminduk. Misal, merujuk hasil Survai IKM Semester I dan II Tahun 2011, terlihat ada peningkatan nilaiindeks. Bila pada akhir Semester I nilai indeks adalah 74,88;nilaiindeks pada Semester II Tahun 2011 adalah 76,49.
Sampai sekarang,di semua kecamatan dan layanan publik tingkat kota diBalaikota Solo mampu memberikan pelayanan yang cepat dan baik kepada masyarakat. Di Balaikota, pelayanan publik dilakukan dilantai 11.18 Beberapa kantor kelurahan bahkan kini menerapkan pola yang kurang lebih sama dalam hal pelayanan adminduk.
Upaya modernisasi pelayanan adminduk terbukti menyumbang secara signifikan dalam hal pemanfaatan data kependudukan. Data yang dihasilkan kemudian menjadi rujukan utama dalam beragam perumusan kebijakan,sepertidi bidang kesehatan;pendidikan;dan penyusunan DPS oleh KPUD dalam pemilihan kepala daerah tahun 2009.
Faktor dan Sukses Utama
Ada banyak faktor yang membuat program ini sukses. Pertama, ketersediaan komitmen pimpinan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan (baik pelayanan publik secara umum dan secara khususnya pelayanan adminduk). lni merupakan prasyarat mutlak yang harus tersedia untuk memulaisebuah inisiatif.
Kedua, kejernihan dalam menentulcan isu kunci.lsu adminduk merupakan isu penting. Ketika isu adminduk tertata,ia akan jadi rujukan banyak hal,termasuk kebijakan.
Ketiga, berani melakukan perubahan.Dalam konteks adminduk Surakarta, pimpinan berani mengambil sikap untuk melakukan perubahan atas kebijakan yang baru berusia di bawah 10 tahun yang dinilaitidak mampu memberikan pelayanan pada masyarakat.
Keempat, pelibatan masyarakat. Pelibatan masyarakat merupakan faktor sukses penting.Tanpa pelibatan kelompok ini,modernisasi pelayanan hanya akan dimiliki oleh pembuat kebijakan. Dan,besar kemungkinan,kebijakan sulit diterapkan.
Kelima, kesediaan staf untuk menerima perubahan.Kebijakan hanya akan menjadimenjadi selembar dokumen bila pelaksana dilapangan tak mampu menerapkan dengan baik.Penerapan dapat dilakukan ketika dialog antara pimpinan dan bawahan untuk menghasilkan pemahaman bersama tentang pentingnya meningkatkan kualitas pelayanan.
Keenam, jaringan kerja.Dalam konteks ini Pemerintah Kota Surakarta berani untuk membuka diri menerima bantuan dari organisasi atau pihak lain. Adanya jaringan membuat pihak pemerintah dapat bertanya dan mengembangkan program dengan lebih baik. Dalam beberapa hal, jaringan kerja juga dapat membantu tatkala pemrakarsa memerlukan dukungan sumber daya yang lebih kuat dan mampu mengatasi persoalan.
Tantangan dan Hambatan Utama
Modernisasi pelayanan penduduk bukanlah kerja ringan. Terlebih hal ini telah berlangsung begitu lama. Masa perencanaan hingga penerapan selama dua tahun (2009 - 2011) menandakan bahwa perubahan mind set dan culture pelayanan bukan juga semudah membalik telapak tangan.
Sejak awal, Pemerintah Kota Surakarta telah mengidentifikasi sejumlah tantangan yang bakal dan akhirnya muncul. Tantangan tersebut berasal dari dalam dan luar pemerintahan serta instrumen pendukung.
Dalam konteks pemutakhiran data kependudukan, hal yang memerlukan penanganan baik adalah memberi keyakinan pada pembuat kebijakan bahwa ada kebutuhan perubahan yang signifikan.Apalagi,data statistik merujuk BPS tahun 2009 menyebutkan bahwa jumlah penduduk Kota Surakarta adalah 540 ribu jiwa. Sementara, angka pemutakhiran hanya menunjukkan 470 ribu jiwa.
Pertanyaan terbesar terhadap hasil pemutakhiran data justru datang dariDPRD.Secara langsung angka hasil pemutakhiran berkonsekuensi pada pembagian jumlah kursi di DPRD. Di samping itu,DPRD menilai bahwa program initidak efisien.
Namun,pemerintah kota menjelaskan bahwa angka BPS mencakup penduduksecara keseluruhan, termasuk penduduk yang tidak memiliki KTP. Secara administratif,seorang disebut sebagai penduduk suatu kabupaten/kota jika memiliki KTP setempat. Sementara, sebagai kota besar, banyak orang yang tinggal namun tak memiliki KTP Surakarta. Definisi administratif ini mengurangi jumlah penduduk Kota Surakarta versi BPS.
Kedua, database kependudukan lama masih mencakup penduduk yang sudah meninggal. Hal ini terjadi karena mekanisme updating data tidak berlangsung dengan baik.Tidak seluruh ahli waris memandang perlu melaporkan sebuah peristiwa kematian. Ketiga, database lama juga tidak sepenuhnya merekam mobilitas (pindah-datang) penduduk.Keempat, banyak duplikasi data pada database lama.Migrasidata kependudukan yang dilakukan Dinas telah meminimalisasi jumlah data ganda yang termuat dalam SIAK.
Dilingkungan internal, juga ada hambatan.Pertama, munculnya penolakan darisebagian kecil petugas di kecamatan. Perubahan tata ruang menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja karena pemohon dapat sepenuhnya melihat aktivitas yang terjadi diruang pelayanan.Perubahan alur pelayanan pun dianggap menyulitkan karena tidak memungkinkan ada pungutan pada yang ingin mempercepat proses pelayanan.
Kedua, budaya antri dan mengikuti prosedur layanan baru yang perlu menjadi kebiasaan. Adaptasi ini memerlukan waktu dan kesabaran petugas untuk menjelaskan kepada pemohon tentang alur pelayanan yang baru, membiasakan pemohon mematuhi antrean, serta memastikan pemohon mematuhi pemisahan front office dengan back office. Pada awal penerapan,seluruh
perubahan ini membingungkan pemohon dan bahkan sempat muncul protes darimasyarakat yang mengalami kebingungan. Hal ini dengan cepat diatasi oleh pihak kecamatan dengan menyediakan alur informasi pelayanan serta menyediakan petugas khusus yang memandu pemohon untuk mendapatkan pelayanan.
D. Analisis Model Good Practice berdasarkan Perspektif Reformasi Birokrasi
Peningkatan kualitas pelayanan adminduk dan pemutakhiran data kependudukan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta meliputi beberapa area perubahan.
Perubahan pada bidang peraturan perundang-undangan
Modernisasi pelayanan administrasi kependudukan di Kota Surakarta membuktikan bahwa melakukan perubahan tidak berarti harus melanggar peraturan. Pemerintah Kota Surakarta membenahinya dengan menyesuaikan peraturan daerah dengan Undang-undang No.23 Tahun 2006. Peraturan daerah baru tidak tumpang tindih dengan UU.
Yang menarik adalah bahwa peraturan yang diperbaharuibukanlah peraturan lama. Justru, peraturan tersebut baru berumur tujuh tahun. Dengan penyesuaian ini, Pemerintah Kota memiliki kekuatan baru untuk melakukan modernisasi.
Perubahan pada bidang pelayanan publik
Peningkatan kualitas pelayanan dilakukan dengan menata kembali sarana, prasarana dan/atau fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk menunjang kepuasan masyarakat. Meski belum terlalu prima, Pemerintah Kota Surakarta telah menata ulang ruang pelayanan dan melakukan modernisasi sarana dan prasarana yang diperlukan. Juga, pemerintah Kota Surakarta telah memberi jaminan bahwa pelayanan diberikan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Misalnya, pelayanan KTP yang selesai dalam waktu 1 Jam.
Perubahan ini berhasil meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah Kota Surakarta.
Perubahan pada bidang organisasi
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta sebelum tahun 2008 merupakan dinas yang sulit sekali mengembangkan diri. Modernisasi pelayanan ini ternyata saat ini mampu mendorong adanya perubahan signifikan.Tidak hanya dalam pelayanan, perubahan juga terlihat dari penguatan fungsi dan dengan jumlah sumber daya yang tepat.
Penunjukan staf pemberi pelayanan di tingkat kecamatan memberi tanda bahwa penguatan fungsi yang diiringi dengan penugasan baru dapat membuat pelayanan semakin efektif. Diakui bahwa pemutakhiran dan peningkatan pelayanan adminduk yang semakin baik ini mendorong peningkatan beban kerja.Staf harus aktif untuk melakukan dua hal sekaligus : entry data dan pelayanan. Karenanya, ide Disdukcapil untuk bekerja sama dengan swasta dalam melakukan peng-entry-an data dan perawatan data menjadi sangat signifikan. Tambahan tenaga untuk melakukan entry data ditingkat kecamatan dan balaikota cenderung sangat membantu percepatan pelayanan, bahkan termasuk pengurusan/pembuatan serta distribusi e-KTP di tahun 2012 ini.
Perubahan pada bidang tata laksana
Pemutakhiran data kependudukan juga meningkatkan kualitas data kependudukan yang dimiliki pemerintah dan menjadikan Dinas mampu memberikan layanan yang diperlukan dalam hal keperluan data untuk perumusan kebijakan.
Dalam area perubahan tatalaksana,Pemerintah Kota Surakarta mencoba memetakan persoalan dan menemukan langkah penyelesaian melalui penataan ulang alur pelayanan. Pendokumentasian tertulis dalam SOP juga dilakukan.
SOP secara jelas menggambarkan penyederhanaan proses,penghilangan proses yang tidak perlu, serta pembuatan proses baru.Dan,SOP inikemudian telah ditetapkan sebagaistandar tata laksana dan mendapat sertifikasiISO 9001:2008.
Perubahan pada bidang sumber daya manusia
Pemerintah Kota Surakarta memberikan pelatihan bagi seluruh staf dan petugas adminduk (termasuk petugas dilima kecamatan) untuk meningkatkan pemahaman terhadap SOP dan penerapannya.Pelatihan SOP juga meningkatkan kecakapan teknis petugas dalam memberikan pelayanan sesuaidengan standar yang dikehendakidalam SOP.
Di sisilain, Pemerintah Kota Surakarta juga memindahkan sebagian staf yang dipandang tak cakap dalam memberikan pelayanan dan menempatkan mereka ke bagian back office yang tidak bersentuhan langsung dengan pengguna jasa.
Dua hal di atas secara langsung ikut mendorong meningkatnya kualitas layanan adminduk di Kota Surakarta.
Perubahan pada pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) aparatur
Penerapan standar pelayanan yang baru, menyusuladanya terobosan, mendorong setiap staf untuk bekerja lebih aktif dan giat. Alur pelayanan menggambarkan penyederhanaan proses pengurusan dokumen adminduk. Proses menjadi pendek, dan cepat. Secara langsung. perubahan alur juga mengimplikasikan pelayanan yang efisien. Banyak staf memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan situasi baru ini.
Pemisahan antara back office dan front office juga membuat staf dapat lebih berkonsentrasi mengerjakan tugas mereka. Konsentrasi membantu staf bekerja lebih cepat,apalagi tidak seorang pemohon pun diperkenankan memasuki wilayah back office. Kerja yang lebih cepat pastiakan meningkatkan produktivitas.
Pada awalnya, setiap staf pasti memerlukan adaptasi untuk melaksanakan alur itu dalam waktu lama. Dalam perjalanannya, adaptasi tersebut akan mendorong pengembangan nilai-nilai organisasi dan individu untuk meningkatkan produktivitas kerja.
Perubahan pada enam area perubahan ini mendorong makin modernnya pelayanan administrasi kependudukan diKota Surakarta.