Pin It

KUNINGAN - Baru masuk triwulan pertama tahun 2013, Bupati Kuningan H Aang Hamid Suganda sudah menjatuhkan sanksi bagi 15 pegawai negeri sipil (PNS) indisipliner di lingkup Pemkab Kuningan.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kuningan, Drs H Uca Somantri MSi, melalui Kabid Pengadaan dan Pembinaan Pegawai, Drs Ade Priatna, membeberkan, dari 15 PNS indisipliner tersebut, 90 persen kasusnya berupa perselingkuhan.

“Triwulan tahun 2013 kita tangani 15 kasus indisipliner PNS. Sebanyak 90 persen kasusnya adalah perselingkuhan. Sedangkan kasus PNS izin bercerai sudah 22 orang,” sebut Ade, Senin (7/8) di kantornya.

Dijelaskan, kasus indisipliner PNS cenderung menurun. Tahun 2011 kasus indisipliner PNS mencapai 49 kasus.

Dari jumlah tersebut, 8 PNS di antaranya diberhentikan secara tidak hormat. Sedangkan tahun 2012 PNS indisipliner menjadi 40 kasus. Namun dari hasil pendalaman, 3 PNS tidak terbukti. Sehingga berkurang menjadi 37 kasus.

“Dari 37 kasus PNS itu, tidak ada yang diberhentikan secara tidak hormat. Hanya masuk kategori berat saja. Tapi dominasi kasusnya tetap perselingkuhan, asusila dan kawin siri,” tukasnya.

Begitu kasus izin perceraian. Tahun 2011, ia mencatat ada 59 kasus PNS bercerai. Namun di tahun 2012 menurun menjadi 55 PNS bercerai.

Kepada para guru secara khusus, Ade menegaskan, bahwa jika seorang guru terlibat kasus indisipliner dengan penjatuhan sanksi sedang dan berat akan diturunkan pangkatnya. Guru tersebut juga akan dibebaskan dari jabatannya. Sehingga otomatis tunjangan dan sertifikasinya juga dicabut sementara.

“Sanksi berat bagi guru ini harus menjadi perhatian. Jangan dianggap sepele,” tegas Ade.

Sekretaris Daerah Drs H Yosep Setiawan MSi, meluruskan terjadinya kecenderungan peningkatan kasus indisipliner sejak penerapan PP Nomor 53. Dulu, PNS tidak disiplin terkesan dibiarkan. Tapi sekarang melalui PP Nomor 53 dihukum. Jadi bukan ada peningkatan, melainkan ada keberanian moral dari pimpinan untuk menindak pegawainya yang indisipliner.

“Untuk menekan PNS indisipliner, harus diawali dengan pembentukan karakter. Itu tentu harus dilakukan sejak rekrutmen. Disesuaikan dengan kebutuhan dan kompetensinya. Jangan menumpuk di satu SKPD saja,” tandas Yosep.

Kemudian, diperlukan banyak pelatihan bagi pegawai. Gali potensi PNS agar mereka mampu bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya. Sebagai sebuah langkah reformasi birokrasi, setiap unit kerja juga harus menjalankan hasil analisis beban kerja (ABK).

“Tolong ABK dijalankan dengan tegas. Kalau gak ada ketegasan, percuma. Reformasi birokrasi hanya lips service saja,” kata dia.(tat)

Sumber: http://www.jpnn.com/read/2013/04/09/166536/PNS-Disanksi,-90-Persen-karena-Selingkuh-


Cetak   E-mail