Kasus Suap Rekrutmen CPNS Sulit Dibawa ke KPK
JAKARTA - Kasus suap dalam seleksi CPNS baik lewat jalur pelamar umum maupun honorer sulit dibawa ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasalnya, masyarakat sebagai korban enggan untuk melaporkan dan tidak bersedia memberikan kesaksian.
"Transaksi jual beli kursi dalam seleksi CPNS baik jalur umum dan honorer itu ibarat orang buang angin. Baunya ke mana-mana, tapi bentuk rupanya tidak kelihatan," kata Karo Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Muhammad Imanuddin yang dihubungi JPNN, Rabu (3/4).
Komisi II DPR RI sendiri pernah membeberkan fakta banyaknya transaksi jual beli kursi CPNS dari pelamar umum yang mencapai miliaran rupiah. Itu sebabnya, Komisi II getol menelorkan RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk meredam kasus suap tersebut.
Belakangan, kasus serupa juga terjadi untuk honorer. Ini berdasarkan laporan dari honorer yang tidak memenuhi kriteria (TMK) ke KemenPAN-RB, bahwa mereka dimintakan uang Rp 20 juta hingga Rp30 juta untuk dinyatakan memenuhi kriteria (MK) alias lolos CPNS. Namun sayangnya menurut Imanuddin, laporan tersebut hanya sebatas informasi untuk pemerintah agar bisa mempertimbangkan statusnya yang TMK.
"Sebenarnya kasus suap ini bisa saja kita bawa ke KPK, dengan pertimbangan sebagai suatu penyimpangan yang menarik perhatian masyarakat. Cuma masalahnya korban tidak berani melaporkan dan tdk mau bersaksi," ujarnya.
Korban, lanjut Imanuddin, hanya mau bersaksi bila tidak lolos seleksi. Begitu sudah duduk di posisi aman, mereka diam seribu bahasa dan menganggap uang yang diberikan itu sebagai jalan masuk untuk CPNS.
"Kan susah kalau masyarakat tidak mendukung. Sebab, kekuatan kita ada di masyarakat terutama korban. Andai masyarakat berani mengungkapkan, kasus seperti itu tidak akan berulang-ulang lagi.
Diapun mengimbau agar masyarakat mau berpartisipasi untuk melaporkan terjadinya penyimpangan dalam setiap penerimaan CPNS baik jalur umum maupun honorer. Meski sulit dibawa ke KPK menurut Imanuddin, sudah banyak pejabat yang diseret ke polisi, contohnya kasus di Bali dan Kabupaten Badung.(esy/jpnn)
Sumber: http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=165722