CISARUA – Materi Rancangan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) mengatur mengenai pengisian jabatan setingkat eselon II di daerah, dengan sistem terbuka.
Seorang kepala daerah nantinya tidak lagi dapat mengangkat kepala dinas atau kepala badan dengan sesuka hati. Namun harus lewat mekanisme fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan).
Untuk pengisian jabatan di pemkab/pemko, pelaksanaan tes akan diawasi pemprov. Sedang untuk jabatan di pemprov, tesnya akan melibatkan pemerintah pusat.
Menurut Direktur Jenderal Pemerintahan Umum (Dirjen PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), I Made Suwandi, menjelaskan, pola ini sangat mirip dengan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Dimana untuk mengisi jabatan setingkat kepala dinas, dilakukan secara terbuka, atau lebih dikenal dengan sebutan lelang jabatan.
“Cuma ini bukan lelang, tapi fit and proper test yang akan dilakukan tim independen. Semua pejabat eslon II atau setingkat kepala dinas, aka dipilih melalui proses ini. Jadi tidak ditunjuk langsung oleh kepala daerah sebagaimana terjadi selama ini,” ujar Made Suwandi di acara diskusi mengulas mengenai perkembangan pembahasan RUU pemda, di Cisarua, Bogor, Sabtu (13/4).
Made berargumen usulan ini guna menghindari politisasi birokrasi. Karena kerapkali jabatan diberikan kepada orang-orang terdekat yang dalam proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) membantu sang kepala daerah terpilih atau ikut menjadi tim suksesnya secara terselubung.
Akibatnya, seringkali jabatan diisi orang-orang yang tidak memiliki kemampuan di bidang tersebut. Sehingga proses pembangunan menjadi terhambat. “Jadi usulan kita sampaikan untuk mengatasi berbagai persoalan politisasi birokrasi selama ini. Dan teman-teman di DPR beberapa waktu lalu meresponnya sangat baik," tutur birokrat yang terlibat aktif dalam pembahasan RUU pemda itu.
Mekanisme seleksinya, lanjut dia, dilakukan tim seleksi. Untuk pengisian jabatan Kepala Bappeda Provinsi misalnya, tim seleksi melibatkan juga orang Bappenas.
Siapa yang boleh ikut? Made menjelaskan, untuk jabatan di tingkat kabupaten/kota, maka seluruh PNS dari pemkab/pemko yang berada di satu provinsi itu, boleh ikut mendaftar. Sedang untuk jabatan di salah satu pemprov, PNS di seluruh provinsi di seluruh Indonesia, boleh ikut mendaftar.
Dari sejumlah kandidat, tim memilih tiga nama terbaik. Kemudian nama tersebut diserahkan pada kepala daerah, baik itu gubernur, bupati maupun wali kota. Kepala daerah lantas memilih salah satu nama.
Saat ditanya bagaimana sekiranya sang kepala daerah menolak memilih satu nama? Menurut Made, Kemendagri menawarkan konsep agar proses selanjutnya ditangani pejabat setingkat di atasnya. Semisal jika bupati/wali kota tidak bersedia memilih, maka gubernurlah yang akan memilih.
Demikian juga jika gubernur yang justru menolak, maka Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang mengambil alih.
Lantas, siapa yang berhak memberhentikan seorang PNS yang dipilih lewat seleksi terbuka itu? Made mengatakan, tetap kepala daerah yang punya kewenangan memberhentikannya.
"Kepala daerah boleh berhentikan kepala Bappeda, misalnya, tapi tak boleh sewenang-wenang," ujar dia. (sam/gir/jpnn)