Pin It

 

20170720 Gub aher

 

JAKARTA -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah berkomitmen menjadi provinsi yang maju dan berbasis Iptek secara sistemik. Hal ini tercermin dari Visi RPJPD 2005-2025 maupun RPJMD 2013-2018.

Salah satu Misi pembangunan di Jabar dalam RPJMD adalah membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing melalui Kebijakan, Rencana dan Program yang berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 

Adapun Sistem Inovasi Daerah (SIDa) telah diterapkan dan dikembangkan di Jawa Barat pada berbagai sektor sesuai dengan potensi wilayah dan komoditi unggulan yang saat ini difokuskan pada pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui invensi teknologi antara lain pada bidang pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan untuk meningkatkan nilai tambah suatu produk. 

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) mengatakan, kolaborasi antara Perguruan Tinggi, Pemerintah, Dunia Usaha/Industri dan masyarakat telah terjalin dengan baik dan menghasilkan IKM baru berbasis iptek. Sebagai bukti dari pengembangan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) di Jawa Barat, terpilih 5 dari 17 komoditi unggulan, yaitu ikan patin, kopi java preanger, indigofera, ikan lele sangkuriang, dan ayam sentul.

"Alhamdulillah pada pagi hari ini kami memaparkan hasil-hasil inovasi yang dikembangkan di Provinsi Jawa Barat dari pertengahan tahun 2016 sampai dengan 2017. Kita menemukan ada 17 inovasi, dan lima diantaranya kami tampilkan di Kemenristek Dikti dalam rangka merebut piala Budhipura," kata Gubernur Aher, saat ditemui usai paparan terkait Pengembangan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) dan Lima Komoditas Unggulan Terpilih di Jawa Barat, di hadapan tim penilai Anugerah Iptek Budhipura, di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta Pusat, Rabu (19/07/2017).

Lima inovasi Jawa Barat di bidang iptek berbasis masyarakat tersebut dikembangkan melalui 'creative research'/riset. Adapun Jawa Barat pun tengah mengembangkan inovasi lainnya seperti, pengembangan pembenihan ikan mas Marwana, pengembangan bambu, pisang, White tea, bandeng Indramayu, domba Padjadjaran, ayam pelung, pembibitan udang, mangrove, batik warna alam Ciwaringin Cirebon, Nanas Subang, dan pada bidang transportasi yakni mobil desa.

Yang pertama, dari lima yang dipaparkan, ialah budidaya ikan patin dengan sistem teknologi corong, dengan prinsip resirkulasi air, sehingga kandungan oksigen tinggi, dan menyebabkan kepadatan telur ikan tinggi. Inovasi ini berhasil meningkatkan produksi larva dari per ruang per tahunnya, yang awalnya dengan cara konvensional menghasilkan hanya 0,9 juta larva, kini bisa mencapai 27 juta larva.

"Tentu dari larva nanti ke pendederan, menjadi bibit, bibitnya pun meningkat antara 20-30 kali lipat dibanding dengan proporsi semula, tentu ini berdampak ekonomi karna yang dijual masyrakat menjadi lebih banyak, yang bisa dibagikan ke masyarakat di perairan umum juga lebih banyak," ungkapnya.

Sehingga, selain ada pertumbuhan perikanan yang bagus di ikan patin ini. Saat yang sama nilai jual juga semakin tinggi, yang kemudian yang dijual juga lebih banyak. Jadi ekonomi masyarakat juga dapat meningkat.

Kedua kata Aher, dirinya menjelaskan Kopi Java Preanger. Kopi ini menurutnya adalah kopi yang terkenal sejak lama, tapi semenjak tahun 1922 kopi ini sempat terkena virus sehingga hilang dari dataran- dataran Jawa Barat.

Kemudian kini muncul kembali, melalui Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2011 Gubernur memberikan fasilitas Unit Pengolahan Hasil (UPH) bagi petani kopi di 4 Kabupaten (Bandung, Bandung Barat, Garut dan Ciamis) dengan tujuan meningkatkan serapan tenaga kerja dan meningkatkan mutu kopi Jawa Barat.

Pada tahun yang sama, perlindungan indikasi geografis kopi arabika java preanger mulai diproses, baik pembentukan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) maupun penyusunan buku dan peta indikasi geografis yang akan digunakan sebagai persyaratan untuk memperoleh Indikasi Geografis.

"Alhamdulillah hasil dari upaya tersebut mampu menghadirkan nilai kesejahteraan yang lebih tinggi, dari yang asalnya hanya Rp. 30 ribu per kilogram Green been, sekarang sudah sampai di minimal Rp. 125 ribu, dan kopi terbaiknya mencapai Rp. 700 ribu per kilogram Green been," paparnya.

Kemudian inovasi yang dilakukan selain pemasaran ke luar negeri juga adalah diupayakannya inovasi sertifikasi bibit unggul. Dengan rekayasa teknologi pada bibit tersertifikasi. Sekarang, bibit yang asalnya ditanam tiga tahun baru berbuah, setelah ada rekayasa teknologi bibit unggul tersebut hanya 11-12 bulan sudah bisa berbuah.

Dampak ekonominya tentu menjadi semakin banyak produksi kopi, dan harganya pun semakin tinggi. Sejarah mencatat dan pengakuan dunia pun membuktikan kembalinya citra Kopi Arabika Java Preanger (KAJP) terangkat melalui perhelatan SCAA di Atlanta Amerika Serikat pada bulan April 2016 lalu.

Enam Kopi Arabica Java Preanger (KAJP) yang mewakili Indonesia merupakan kopi terbaik Jawa Barat dan memiliki beberapa keunggulan aroma yang  kuat, cita rasa khas (unik). Aroma yang jelas tercium adalah aroma Blueberry, Floral, Jasmine, sweet aftertaste, vanilla, lychee. Apricot, Caramel,  sweet finish, full body. Fruity, Lime Acidity, Maple Syrup,  Slightly Floral, Clean Finish Nutty, Ripe Cherry, Slightly Floral, Toffee, Dark Chocolate. Apple, Vanilla note, Roasted Peanut, Sweet Melow, Honey.  

Selain itu kopi ini bisa dikatakan kopi yang ringan atau smooth. Tentunya untuk para pecinta kopi dengan citarasa lembut dan aroma yang unik, Kopi Arabika Java Preanger dapat dijadikan sebagai pilihan yang tepat untuk menemani aktivitas sehari-hari, untuk melahirkan ide-ide briliyan dan juga untuk bersantai.

"Upaya ini tentunya meningkatkan produktifitas, meningkatkan kualitas dan daya saing, sehingga dampaknya secara nyata bisa kita lihat lapangan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat meningkat," katanya.

Tanaman kopi ini juga bagus sebagai tanaman konservasi yang ditanam di hutan-hutan gundul.

"Kopi asli, digiling bukan digunting! kopi sehat, tidak ada gula diantara kita!" Seru Aher.

Ketiga Lele Sangkuriang, ialah ikan lele yang disentuh teknologi, dengan kunyit dan serum tertentu yang dicampur di pakan, sehingga produksinya bisa lebih meningkat, yang asalnya bisa dipijahkan dua kali setahun, menjadi empat kali setahun.

"Jadi perbanyakan bibitnya bisa dua kali lipat, kemudian tentu saja nilai ekonominya ke ih tinggi. Lele ini larvanya lebih panjang, sehingga ikannya lebih besar, dengan waktu yang lebih pendek," katanya.

Berikutnya yang keempat kata Aher, yakni tanaman indigofera sebagai pakan ternak. Dalam usaha peternakan, faktor pakan menjadi jadi penting karena faktor inilah yang menghabiskan biaya cukup besar. Maka dengan indigofera, ditemukan jenis pakan 'hijau-hijauan' yang baru.

"Biasanya pakan ternak itu 'hijau-hujauan' ditambah konsentrat, hijaunya dari rerumputan, dan tumbuh-tumbuhan, konsentratnya dari bungkil ataupun konsentrat yang dijual di pasar bebas. Harganya cukup mahal," kata Aher.

"Tapi ketika beralih ke indigofera, hijauan plus konsentratnya sudah terkandung langsung pada rumput ini. Lalu jenis rumput ini kita budidayakan, dan sertifikasi, supaya keunggulannya terkontrol," imbuhnya.

Dampak dari upaya pengembangan indigofera yakni biaya pakan ternak yang lebih rendah 50% dari pakan biasa. Peternak semakin untung, dan diharapkan para peternak lebah ini bergairah dalam menjalankan usahanya.

Terakhir, atau kelima, yakni Ayam Sentul. Merupakan ayam asli masyarakat Jawa Barat, yang melalui sentuhan teknologi ditemukan GGPS, atau Great Grand Parents Stock, kemudian ditemukan GPS, Grand Parent Stock, lalu Parent Stock, dan final Stock.

"Ini kita lakukan supaya keunggulannya, dan kualitasnya terpilah dengan baik. Keunggulannya adalah kita bisa mendorong percepatan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ayam kampung biasa," katanya.

Apabila biasanya ayam kampung dalam waktu empat bulan, atau lima bulan baru bisa dipotong seberat 0,8 kilogram, maka dengan sentuhan pengembangan ini maka 0,8 kilogram bisa tercapai cukup dalam waktu dua bulanan saja. (HUMAS JABAR)