Berkenaan dengan banyaknya pertanyaan mengenai penjabat kepala daerah di bidang kepegawaian, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana melalui Surat Nomor K.26-30/V.100-2/99 tertanggal 19 Oktober 2015 menegaskan, bahwa penjabat kepala daerah dilarang melakukan mutasi pegawai.
Selain dilarang melakukan mutasi pegawai, Kepala BKN melalui suratnya juga melarang penjabat kepala daerah membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluakan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya.
Selain itu, penjabat kepala daerah juga dilarang membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, dan dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
“Larangan-larangan tersebut dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri,” bunyi Surat Kepala BKN pada poin 1 ayat 2 itu.
Dijelaskan, penjabat kepala daerah adalah pelaksana tugas kepala daerah yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
Ditegaskan dalam surat yang ditujukan kepada Pjabat Pembina Kepegawaian di Instansi Pemerintah Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian di Instandi Pemerintah Daerah itu, bahwa penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian, untuk melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam/dari jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN), menetapkan keputusan hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis dan Menteri dalam Negeri.
Penjabat kepala daerah, bunyi surat Kepala BKN itu, memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian tanpa mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri yang antara lain berupa pengangkatan CPNS/PNS, kenaikan pangkat, pemberian ijin perkawinan dan perceraian, keputusan disiplin selain yang berupa pembebesan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, dan pemberhentian dengan hormat/tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil selain karena dijatuhi hukuman disiplin. (Humas BKN/ES)