JAKARTA – Lahan rawa yang cukup luas dan tingkat keasaman tanah yang tinggi menjadi tantangan bagi masyarakat di Kabupaten Tapin untuk mengelola pertanian di wilayah tersebut. Karakteristik tanah yang asam membuat lahan Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan tersebut sulit dikelola menjadi lahan pertanian, terutama untuk menanam padi atau komoditas tanaman pangan lainnya. Sehingga banyak lahan yang terabaikan karena tidak bisa dikelola oleh masyarakat.
Kenyataan tersebut menginisiasi Pemerintah Kabupaten Tapin untuk menciptakan gagasan berupa budidaya cabai hiyung di lahan yang asam, yang disebut dengan inovasi Cabai Hiyung Tapin Mendunia, Pedasnya 17x Lipat. Cabai hiyung merupakan cabai rawit yang tumbuh di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah.
Bupati Tapin Arifin Arpan mengatakan budidaya tanaman cabai rawit Hiyung ini menjadi alternatif pengelolaan lahan pertanian karena bisa tumbuh dengan baik di lahan yang asam dengan PH 3,5. Keunggulan cabai hiyung dibanding dengan cabai varietas lain adalah memiliki tingkat kepedasan 17 kali dibanding cabai pada umumnya, dengan kadar capsaicin mencapai 94.500 ppm.
“Keunggulan lainnya adalah daya simpannya relatif lama, yaitu 10-16 hari pada suhu ruangan. Harganya juga cukup bersaing di pasaran,” ujar Arifin dalam tahap presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2020, di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), beberapa waktu lalu.
Dengan dikembangkannya budidaya cabai hiyung di Kabupaten Tapin sejak tahun 2014, telah berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat dari sektor usaha tani cabai rawit hiyung serta menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Arifin mengungkapkan sebelum adanya budidaya cabai hiyung, tingkat pendapatan masyarakat di Kecamatan Tapin Tengah hanya di bawah Rp50.000 per hari, karena banyak yang hanya mencari penghasilan dengan mencari kayu bakar.
Tetapi setelah dikembangkannya budidaya cabai Hiyung di daerah tersebut, petani cabai Hiyung bisa mendapatkan penghasilan sampai dengan Rp300.000 per hari. Dikatakan, tercatat sebanyak 440 kepala keluarga di Desa Hiyung yang membudidayakan cabai hiyung.
Di dalam budidaya cabai hiyung ini, penanaman cabai rawit hiyung agak unik dibandingkan penanaman cabai rawit pada umumnya. Keunikannya terletak pada mulsa yang digunakan dan cara menanamnya. Mulsa yang digunakan berasal dari rumput rawa yang ada di sekitar areal penanaman. Semua areal pertanaman menggunakan mulsa rumput.
Fungsi mulsa rumput ini adalah untuk menekan pertumbuhan gulma, mengurangi evaporasi tanah, dan melindungi tanaman dari terik matahari yang menyengat. “Yang menarik juga adalah pemupukan dan pemeliharaan cabai hiyung ini hanya menggunakan pupuk organik. Tidak memakai pupuk kimia,” imbuhnya.
Menurut Arifin, selain untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, tujuan digagasnya inovasi cabai rawit varietas hiyung ini adalah sejatinya untuk menjaga dan menjamin kelestarian plasma nutfah terkait keunggulan dan kualitas cabai rawit lokal varietas hiyung. Selain itu, juga untuk menyediakan alternatif klon unggul nasional dalam pengembangan budidaya genus capsicum, khususnya cabai rawit varietas hiyung, baik di Kalimantan Selatan maupun di luar Kalimantan Selatan.
Untuk itu, di dalam implementasi inovasi ini pemerintah Kabupaten Tapin melakukan berbagai strategi terkait peningkatan potensi lahan untuk meningkatkan produktivitas cabai rawit hiyung, pengolahan pascapanen, bantuan alat pengolahan pascapanen, serta pola kerja sama dalam pendistribusian hasil pertanian antara pemerintah daerah dan petani atau kelompok tani cabai rawit hiyung. Pemkab Kabupaten Tapin juga menjalin kerja sama dengan swasta (CSR) untuk peningkatan kapasitas petani cabai rawit hiyung dalam mengolah cabai rawit hiyung menjadi produk makanan dalam kemasan. “Kita antisipasi dan pantau terus apa yang menjadi kebutuhan dan kekurangan dari petani kita,” tandasnya.
Cabai hiyung telah dipasarkan ke berbagai daerah di Kalimantan Selatan dan luar Kalimantan, seperti Bandung, Surabaya, Depok, Yogyakarta, dan daerah lainnya di Pulau Jawa. Produk yang dipasarkan bervariasi, seperti cabai segar, benih, bibit, maupun dalam bentuk olahan berupa sambal botol dan abon cabai hiyung. (del/HUMAS MENPANRB)