JAKARTA – Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan kehalalan bagi produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. Undang-Undang No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal mengamanatkan mulai 17 Oktober 2014 , produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.
Provinsi Kalimantan Timur sebagai daerah yang mayoritas masyarakatnya merupakan umat muslim kerap kali dihadapkan pada tantangan adanya pemalsuan produk pangan dengan babi. Terdata pada tahun 2012 kasus pemalsuan produk pangan dengan babi di tiga kota di Kaltim sangat tinggi, yaitu Bontang dengan kasus positif 20 dari 23 sampel (84 persen), Balikpapan 12 dari 17 sampel (71 persen), dan Samarinda 7 dari 13 sampel (54 persen).
Hal ini tentu menimbulkan keresahan pada masyarakat muslim di Kalimantan Timur akan jaminan produk halal yang dikonsumsi dan digunakan. Untuk itu, UPTD Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Provinsi Kalimantan Timur menggagas inovasi Pangan Halal Untuk Kalimantan Timur (Pahala Untuk Kaltim) melalui pengembangan laboratorium untuk pengujian kehalalan pada produk pangan.
Inovasi ini telah terakreditasi sejak 25 November 2014 dengan nomor LP 862 IDN. Pahala Untuk Kaltim mampu menjawab kebutuhan masyarakat Kaltim akan status kehalalan pangan berbasis laboratorium sehingga masyarakat mendapatkan hak kepastian produk halal dari pemerintah.
“Kita mampu menjawab isu sensitif sehingga meningkatnya ketenteraman batin masyarakat akan kepastian produk halal,” jelas Sekretaris daerah Provinsi Kalimantan Timur HM Sa’bani dalam presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2020, secara virtual beberapa pekan lalu.
Sa’bani mengungkapkan dengan adanya inovasi Pahala Untuk Kaltim, saat ini Provinsi Kaltim telah memiliki laboratorium terakreditasi dalam ruang lingkup uji halal yang menggunakan metoda Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Rapid Immunochromatographic untuk mendeteksi unsur babi di dalam suatu produk. Sebelumnya, di Kalimantan Timur belum ada laboratorium terakreditasi ruang lingkup halal. Sehingga pengujian pangan halal harus dilakukan ke laboratorium di luar daerah.
Dengan adanya inovasi ini maka tidak perlu mengeluarkan biaya uji yang mahal dan tidak perlu melakukan uji laboratorium ke luar daerah. Hasil evaluasi, setelah dilakukan sosialisasi, pembinaan, dan penindakan, tahun 2018 kejadian pemalsuan menurun secara signifikan di tiga kota yang sebelumnya tertinggi dalam kasus pemalsuan produk pangan dengan babi. Pada tahun 2018, tercatat kasus positif pemalsuan produk pangan terhadap babi di Bontang, Balikpapan dan Samarinda sebesar 0 persen atau tidak tercatat adanya kasus pemalsuan produk pangan non-halal.
Dikatakan, inovasi ini juga menyumbang bagi Pendapatan Asli Daerah Provinsi Kaltim melalui pengujian karena permintaan sertifikasi halal juga semakin meningkat. Pelaku usaha pangan sebagai kelompok sasaran yang memanfaatkan inovasi ini juga mendapatkan peningkatan omzet karena adanya jaminan halal pada produk yang diproduksi. “Daya saing produk meningkat karena orang yakin untuk membeli produk yang bersertifikasi halal. Masyarakat juga senang dan sudah mulai tajam pemahamannya terhadap semua produk yang halal,” tambahnya.
Untuk keberlanjutan inovasi Pahala Untuk Kaltim, Pemprov Kaltim telah melakukan beberapa kerja sama dengan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, pemangku kebijakan, dan stakeholders terkait untuk mengikat komitmen dalam penataan dan pengawasan produk halal.
Menurut Sa’bani, inovasi Pahala Untuk Kaltim ini sangat berpotensi untuk direplikasi oleh daerah lain karena saat ini seluruh provinsi di Indonesia sudah memiliki Laboratorium Kesmavet dan tupoksinya juga sama. “Sehingga ini dapat dimanfaatkan untuk bisa memproduksi sertifikasi halal bagi semua pangan yang diproduksi masing-masing daerah, khususnya bagi masyarakat muslim,” tutupnya. (del/HUMAS MENPANRB)