JAKARTA – Provinsi Jawa Barat memiliki potensi alam yang menjanjikan, salah satunya sektor perkebunan kopi. Tentu, produksi kopi yang masif serta bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat perlu sistem digital yang bisa mengawasi benih kopi tersebut. Pemerintah Provinsi Jawa Barat kemudian menciptakan inovasi yang dinamakan Sibulubabeh. Inovasi ini bisa memantau perkembangan masing-masing benih kopi.
Sibulubabeh merupakan singkatan dari Produksi, Distribusi, dan Evaluasi Bantuan Benih, yang diciptakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. “Dengan Sibulubabeh maka kita dapat mengetahui ibaratnya si ‘KTP’-nya pohon ini. Sedang bagaimana, apakah terjadi sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, sehingga produksi benih bisa didata, distribusi dapat cek, evaluasi di lapangan langsung di-upload ke aplikasi kita,” ujar Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2020, secara virtual beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, gubernur yang kerap disapa Kang Emil ini mengatakan dengan adanya aplikasi Sibulubabeh, kondisi pohon bisa diregistrasi dan dilaporkan, sehingga dapat diambil tindakan seperti pengobatan atau edukasi. Untuk, produksi benih diambil dari kebun sumber benih legal sehingga bersertifikat sebagai jaminan kualitas benih. Kang Emil menyampaikan, keuntungannya juga dirasakan oleh semua pihak. “Yang makmur nanti tidak hanya petani, tetapi juga barista, hingga pemilik kafe yang menurut saya menjadi brand dunia,” imbuh Kang Emil.
Inovasi ini merupakan model produksi, distribusi, dan evaluasi bantuan benih dari pemerintah kepada pekebun. Sebelumnya permintaan benih sangat jarang dipenuhi dikarenakan sangat terbatas, distribusi kurang transparan, dan tidak jelas perkembangannya. Sejak tahun 2014 hingga tahun 2018 sebanyak 12.000.000 batang benih telah didistribusikan.
Saat ini produksi benih tidak lagi konvensional, tetapi dengan kultur jaringan dan setek berakar untuk benih kopi. “Sekarang, cara untuk memperbanyaknya kami juga melakukan setek berakar. Ini juga sama, di-register satu bibit ke dalam satu identitas pada aplikasinya, sehingga kami tahu populasi kopi yang datang dari biji maupun dari setek,” tuturnya.
Sibulubabeh telah direplikasi untuk penyajian data bantuan lain yang berbagai sumber anggaran, baik APBD maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan begitu, perkembangan fasilitas pemerintah dapat terukur dan dapat mengantisipasi penyimpangan bantuan serta diketahui dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.
Untuk diketahui, produk kopi tersebut juga telah di ekspor ke mancanegara seperti Prancis, Maroko, dan lain-lain. Kang Emil menjelaskan, selama ini Provinsi Jawa Barat hanya mampu mengekspor 25 persen ke Jepang, padahal di Provinsi Jawa Barat masih terdapat tanah kosong. Kondisi tersebut, akan dijadikan peluang kedepannya dengan memanfaatkan Sibulubaleh. “Inilah sebuah peluang besar ekonomi kopi, dengan digital Sibulubabeh kami bisa mengontrol, dan memastikan di akhir proses kualitas komoditas, serta kuantitasnya untuk menjadi kesuksesan dalam hitungan empat hingga lima tahun kedepan,” pungkas Kang Emil. (fik/HUMAS MENPANRB)