JAKARTA – Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi paradigma baru dalam pengelolaan ASN yang menggeser sistem kepegawaian berbasis karier menjadi sistem merit yang instrumennya adalah kinerja, kompetensi, dan kualifikasi. Untuk mengawal regulasi ini, maka UU ASN mengamanatkan Komisi ASN (KASN) sebagai lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk melakukan monitoring dan evaluasi terkait penerapan sistem merit ASN, pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) melalui seleksi terbuka, serta penerapan nilai dasar kode etik, kode perilaku dan netralitas pegawai ASN.
Terkait dengan pengisian JPT, KASN berwenang untuk mengawasi setiap tahapan proses pengisian JPT mulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi. Dalam implementasi manajemen talenta, KASN mengawasi penyelenggaraan proses rekrutmen dan seleksi suksesor untuk menduduki jabatan yang lowong (jabatan target) di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
“Ketika kami melakukan pendampingan dalam sistem merit, nanti akhirnya akan didapatkan talenta-talenta yang ada di tiap instansi pemerintah yang kemudian diakumulasikan di level nasional. Ini yang kemudian akan menjadi kekuatan luar biasa dari birokrasi Indonesia, sehingga kita tidak perlu memilih dengan cara yang lama,” ujar Ketua KASN Agus Pramusinto dalam acara Rapat Koordinasi dan Sosialisasi PermenPANRB No. 3/2020 tentang Manajemen Talenta ASN pada Instansi Daerah Tahap III secara virtual, Selasa (11/08).
Dalam agenda kebijakan nasional, KASN mengawal pelaksanaan sistem merit sehingga terwujudnya penguatan talent pool dan manajemen talenta ASN. Penguatan ini dilakukan melalui implementasi sistem seleksi JPT berbasis teknologi informasi, seperti Sistem Informasi Jabatan Pimpinan Tinggi (SIJAPTI), Sistem Informasi Penilaian Mandiri Penerapan Sistem Merit (SIPINTER), dan Sistem Informasi Penilaian Kualitas Seleksi Terbuka (SISKA).
Agus mengungkapkan pengisian JPT merupakan proses transisi. Ketika sistem seleksi terbuka di masing-masing instansi pemerintah belum kuat, maka memang perlu dibangun sistem merit yang di dalamnya terdiri dari delapan area perubahan yang perlu diperbaiki. Delapan area perubahan tersebut mencakup perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengembangan karier, promosi dan mutasi, manajemen kinerja, penggajian, penghargaan dan disiplin, perlindungan dan pelayanan, serta sistem informasi.
Delapan area perubahan tersebut menjadi bagian yang harus dikawal ditiap-tiap instansi pemerintah. Agus mengatakan dari seluruh instansi pemerintah yang berjumlah 719, di tahun 2024 penerapan sistem merit di kementerian dan lembaga diharapkan 100 persen harus masuk ke dalam kriteria baik dan baik sekali. Untuk pemerintah provinsi harus 85 persen dan kabupaten/kota 35 persen. Menurutnya, ini merupakan pekerjaan berat yang memerlukan komitmen banyak pihak agar masing-masing instansi pemerintah bisa memperbaiki sistem merit yang terdiri dari delapan area perubahan tersebut.
Harapannya, apabila instansi pemerintah sudah mendapatkan kriteria baik atau baik sekali dalam penerapan sistem merit, maka bisa dikecualikan dari proses seleksi terbuka yang waktunya panjang dan memakan biaya yang cukup banyak. Seleksi terbuka bisa digantikan dengan menggunakan talent pool yang ada. “Caranya memang apabila nilai sudah baik dan baik sekali maka dibutuhkan data talent pool yang merupakan bagian dari rencana suksesi. Dan kami akan terus mengawal itu dalam proses pendampingan sistem merit,” imbuh Agus.
Lebih lanjut, Analis Kebijakan Madya SDM Aparatur Kementerian PANRB Adi Junjunan menjelaskan bahwa dalam penetapan kelompok rencana suksesi (talent pool) dilakukan sesuai dengan kebutuhan instansi dan nasional. Penempatan dalam manajemen talenta dipetakan berdasarkan kriteria potensial dan kinerja.
Pemeringkatan dalam kategori status kinerja, yaitu di atas ekspektasi, sesuai ekspektasi, dan dibawah ekspektasi. Sementara pemetaan berdasarkan tingkatan potensial, yaitu kategori tinggi, menengah, dan rendah melalui assessment center, uji kompetensi, rekam jejak jabatan, dan/atau pertimbangan lain sesuai kebutuhan instansi atau nasional.
Pemetaan dilakukan terhadap seluruh pegawai pada tiap level jabatan, baik di level JPT, administrator, pengawas, fungsional, dan pelaksana dengan mempertimbangkan kualifikasi jabatan, kompetensi dan kinerja. “Salah satu keberhasilan dalam manajemen talenta adalah adanya ketegasan dalam pemeringkatan kinerja. Sehingga nanti dari potensial dan kinerja ini pembedaannya akan jelas,” tutup Adi. (del/HUMAS MENPANRB)