Pin It

Cover BERITA KHUSUS Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2020

 

JAKARTA – Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO), pada tahun 2017 Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah kasus Tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia setelah India dan Tiongkok. Hal ini menjadi perhatian pemerintah, termasuk Pemerintah Kota Banjarmasin.

Data Program TB Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin menunjukkan bahwa pada tahun 2013 angka kesembuhan penyakit TB sebesar 96 persen, tahun 2014 turun menjadi 93 persen, 2016 semakin menurun menjadi 91 persen. Salah satu puskesmas, yaitu Puskesmas Banjarmasin Indah justru menunjukkan angka kesembuhan yang lebih rendah, yaitu 86 persen (tahun 2016).

Salah satu faktor penyebab rendahnya angka kesembuhan adalah kegagalan pengobatan karena pasien lupa minum obat yang mengakibatkan putus obat (drop out). Melihat fakta ini, Pemkot Banjarmasin melalui Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin melakukan upaya peningkatan tata kelola pelayanan obat TB melalui inovasi label petunjuk minum obat dengan cara memanfaatkan kotak plastik yang diberi label nama hari sebagai pengingat untuk meminum obat. Inovasi ini disebut Kotak Pengingat Minum Obat TB (Kopi TB).

Asisten III bidang Administrasi Umum Pemerintah Kota Banjarmasin Ahmad Noor Djaya mengungkapkan penderita TB seringkali merasa dirinya tidak bergejala setelah 2-3 bulan pengobatan. Pasien merasa nyaman dan kemudian tidak meminum obat TB yang sudah dianjurkan, sehingga terjadilah putus obat (drop out).

Melalui inovasi Kopi TB, petugas puskesmas menyiapkan obat TB untuk pasien per sekali minum, dikemas dalam kotak plastik berwarna selama seminggu, sehingga pasien tidak perlu repot menghitung atau memotong obat untuk diminum di rumah. Kotak diberi tulisan nama hari selama seminggu yang bertujuan untuk mengingatkan pasien minum obat sesuai nama hari yang tertera di kotak. Sebelum kotak pengingat dibawa pulang oleh pasien, pada kotak dicantumkan identitas pasien.

 

20200715 Pelayanan Obat dengan KOPI TB Kota Banjarmasin 2

 

“Kopi TB adalah metode yang sederhana, tetapi punya dampak yang besar dalam penanganan TB Paru dan edukasi yang baik bagi masyarakat untuk bisa tertib dalam meminum obat yang tidak boleh terputus,” jelas Ahmad dalam wawancara dengan Tim Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) beberapa pekan lalu.

Dikatakan, setelah adanya inovasi ini pada tahun 2018 terjadi peningkatan angka kesembuhan pasien TB sebesar 93 persen dibandingkan sebelum adanya inovasi pada 2016 yang hanya 86 persen. Risiko lupa minum obat dan putus obat juga menurun, sehingga menurunkan risiko penularan penyakit TB.

Selain peningkatan angka kesembuhan, inovasi yang sudah diterapkan sejak 2017 ini berhasil meningkatkan efisiensi jumlah pemakaian obat TB per tahun. Kebutuhan tahun 2018 sejumlah 13 boks, pelaksanaannya hanya memerlukan 12 boks. Pada tahun 2019 keperluan sebanyak 14 boks berhasil dihemat menjadi 12 boks.

Ahmad menambahkan, penderita TB juga bisa mengikuti program pengobatan dengan waktu yang lebih efisien. “Ada efisiensi waktu karena cukup dengan program enam bulan saja. Jadi tidak ada orang yang berobat sampai dua tahun karena drop out,” katanya.

Untuk sosialisasi dan pengembangan inovasi KOPI TB, dilakukan rapat paripurna Dinas Kesehatan untuk penerapan inovasi oleh 25 puskesmas lainnya di kota Banjarmasin. Ahmad mengatakan kedepannya inovasi tersebut diharapkan bisa dikembangkan lebih luas tidak hanya pada sasaran pasien TB yang putus obat saja, tetapi juga untuk menemukan masyarakat yang terkena TB. “Sehingga tidak terbatas pada orang-orang yang drop out saja, tetapi juga dikembangkan pada tracking untuk menemukan penderita TB di sekitarnya,” tutup Ahmad. (del/HUMAS MENPANRB)