(Deputi RB Kunwas M. Yusuf Ateh dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, padapenyerahan Laporan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LHE AKIP) wilayah regional III, di Yogyakarta, Senin (06/01). foto: ris)
YOGYAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai penting bagi setiap instansi pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel melalui penyampaian laporan kinerja ketimbang fokus pada penyusunan laporan keuangan untuk mengejar opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal tersebut didasarkan pada asas manfaat bagi masyarakat atas penggunaan anggaran melalui pemerintahan yang berorientasi hasil.
"Laporan akuntabilitas ini jauh lebih penting, kalau laporan keuangan, sepanjang didukung bukti dan sesuai standar pasti WTP (wajar tanpa pengecualian/opini BPK). Tapi kan esensi pembangunan tidak semata-mata untuk itu, apakah pembangunan selama ini ada manfaatnya bagi masyarakat," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam arahannya sebelum penyerahan Laporan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LHE AKIP) regional III, di Yogyakarta, Senin (06/01).
Menurutnya, setiap pimpinan instansi pemerintah, khususnya pemerintah daerah, tidak akan bisa mencapai sasaran yang telah ditentukan guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, tanpa mengimplementasikan akuntabilitas kinerja. Janji mensejahterakan masyarakat yang digaungkan oleh pimpinan terpilih pada masa kampanye juga tidak akan direalisasikan tanpa perencanaan yang jelas. "Saya yakin tidak ada janji kampanye yang tidak ingin mensejahterakan masyarakat, mari kita wujudkan kesejahteraan masyarakat," kata dia.
Selain itu itu, Alexander juga menuturkan bahwa KPK berharap indeks persepsi korupsi di Indonesia bisa meningkat dan membuktikan bahwa tindak pidana korupsi bisa ditekan. Salah satu hal yang bisa meningkatkan indeks persepsi korupsi tersebut adalah melalui percepatan reformasi birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien, bersih dan akuntabel, serta peningkatan kualitas pelayanan publik yang baik.
"Kami berharap ada peningkatan indeks persepsi korupsi menjadi angka 45 sampai 50 atau sejajar dengan Malaysia, tapi kami masih jauh dari Singapura. Tahun lalu IPK kita 36, tahun ini hanya naik 1 poin menjadi 37, tentu bukan prestasi yang membanggakan. Untuk itu bukan hanya pekerjaan KPK saja, tapi masyarakat dan pemerintah daerah," katanya.
Lebih lanjut, Alexander menyayangkan masih banyaknya perkara korupsi yang dilakukan oleh pimpinan daerah. Tercatat, KPK sudah melakukan penindakan terhadap 68 pimpinan daerah, yaitu Gubernur, Bupati, dan Walikota.
"Kita tidak ingin sebenarnya KPK melakukan penindakan seperti itu, tidak produktif, tapi masyarakat terus melakukan pengaduan. Penindakan kami murni karena adanya pengaduan, 7 ribu sampai 8 ribu pengaduan setiap tahun. Sejauh ini KPK belum menyentuh ujung nusantara, kami sering diprotes karena pengaduan belum ditindaklanjuti," ungkapnya.
Dikatakannya, aparat pengawasan internal pemerintah (APIP), juga harus meningkatkan kinerjanya, karena ketika perkara korupsi terjadi, hampir setiap inspektorat tidak berfungsi sebagaimana mestinya. "Pengawasan tidak berjalan, oleh karena itu bisa dipahami hal itu terjadi karena tidak ada pengawasan," tutur Alexander. (ars/arl/Humas MenPANRB)