JAKARTA – Pelaksanaan rehabilitasi terhadap orang dengan HIV/AIDS sering mengalami keterbatasan biaya, sumber daya, administrasi, serta daya tampung. Di Kota Ternate, kondisi tersebut diperparah dengan rendahnya kesadaran Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk mengonsumsi obat antiretroviral (ARV). Namun, kondisi itu dijawab dengan inovasi Basodara yang diciptakan oleh Balai Rehabilitasi Sosial ODHA Wasana Bahagia Ternate dibawah naungan Kementerian Sosial. Basodara menitikberatkan pada pendampingan berbasis masyarakat.
Basodara adalah singkatan dari Pemberdayaan Sahabat ODHA di Kota Ternate, Maluku Utara. Program ini lahir sejak 2018 untuk memberikan dukungan dalam konsumsi obat ARV serta penguatan sosial. Masyarakat, keluarga, dan ODHA diberikan pelatihan dan difasilitasi oleh balai untuk menjadi pendamping.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat, menerangkan Basodara terdiri dari dari beberapa pelayanan seperti bantuan kedaruratan, penyuluhan HIV/AIDS, kunjungan rumah, penguatan keluarga, dan pemberdayaan ODHA. “Mekanisme rujukan terpadu ini juga melibatkan layanan fasilitas kesehatan dan pemeriksaan VCT yang disediakan oleh klinik Jasmine RSUD Chasan Boesoeiri di Ternate,” jelas Harry, saat presentasi Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2020, di Kantor Kementerian PANRB beberapa waktu lalu.
Integrasi layanan dalam program Basodara menciptakan sebuah sistem pelayanan terpadu yang mampu menjadi solusi bagi ODHA di Kota Ternate untuk meningkatkan harapan hidup dan produktivitasnya. Kolaborasi antara Balai dengan masyarakat melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) pendampingan ODHA serta stakeholder lainnya dapat melipatgandakan daya jangkau dan penetrasi layanan yang komprehensif untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi ODHA di Kota Ternate.
Balai Wasana Bahagia juga menyediakan Tim Reaksi Cepat bagi ODHA yang mengalami kedaruratan karena diskriminasi maupun kondisi kesehatan yang drop. TRC juga memberikan pendampingan akses maupun bantuan pembiayaan layanan kesehatan yang dibutuhkan, termasuk tambahan nutrisi untuk perbaikan kondisi ODHA. Melalui kegiatan TRC, angka kematian ODHA dapat ditekan.
Keberhasilan Basodara dibuktikan dengan menurunnya jumlah kematian ODH sejak 2019 hingga 2020 melalui layanan kedaruratan berupa askes fasilitas kesehatan maupun tambahan nutrisi. Inovasi ini juga berhasil menurunkan angka ODHA yang putus obat hingga 25,3 persen. Keseluruhan layanan berhasil menjangkau dan memberi dampingan kepada 60 penerima manfaat atau 24,45 persen dari total ODHA di Kota Ternate. Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA di Ternate juga menurun, terlihat dari penerimaan masyarakat atas kehadiran ODHA yang sebelumnya banyak ditolak.
Harry menyampaikan, inovasi ini memiliki derajat transferbilitas yang tinggi, sehingga mudah untuk direplikasi dalam berbagai konteks. “Program ini menitikberatkan pada optimalisasi sumber daya lokal yang ada di masyarakat sehingga secara finansial, sosial, dan budaya, program ini dapat berjalan secara mandiri,” jelas Harry.
Pelaksanaan program in juga tidak memerlukan banyak SDM pelaksana (ASN) karena pendampingan ODHA dilakukan oleh masyarakat. Sedangkan Balai Sosial berperan sebagai pusat rujukan, monitoring dan pelayanan lanjutan. Program pemberdayaan ini telah coba direplikasi di Kabupaten Halmahera Utara dengan pembentukan LKS MY Hope. Pada tahun 2018 akhir telah dirintis pembentukan kelompok penggagas, pembuatan AD/ART dan struktur organisasi dalam melaksanakan pendampingan ODHA di Kabupaten Halmahera Utara. (don/HUMAS MENPANRB)