Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas bersama Wali Kota Sawahlunto Deri Asta saat meninjau sejumlah destinasi wisata sejarah di Kota Sawahlunto, Senin (26/09).
SAWAHLUNTO - Terawatnya Sumur Batu Bara Mbah Soero di Sawahlunto, diapresiasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas. Meski ada kisah kelam tentang orang rantai, sebutan bagi pekerja paksa tambang batu bara, situs ini kini bisa menjadi wisata sejarah bagi generasi sekarang.
"Saya mengapresiasi kepada Pemkot Sawahlunto karena cagar budaya semacam ini dijaga dan dipelihara dengan baik," ujar Menteri Anas, usai mengunjungi Sumur Batu Bara Mbah Soero dan Museum Gudang Ransoem, di Sawahlunto, Senin (26/09). Lubang tersebut memiliki lebar dua meter dengan ketinggian dua meter. Sedangkan kedalaman Lubang Mbah Soero mencapai 15 meter dari permukaan tanah.
Ditemuinya area kaya akan batu bara ini berawal dari geolog asal Belanda, Ir. C. De Groot van Embden. Ia melakukan penelitian di pedalaman Minangkabau yang saat itu dikenal sebagai Dataran Tinggi Padang pada tahun 1585. Penelitian dilanjutkan oleh De Greeve pada tahun 1867 dan menemukan kandungan 200 juta ton batu bara di sekitar aliran Batang Ombilin dan salah satunya ada di Sawahlunto.
Pada tahun 1879, Pemerintah Hindia Belanda mulai merencanakan pembangunan sarana dan prasarana untuk mempermudah eksploitasi batu bara di Sawahlunto. Sawahlunto sendiri baru ditetapkan setingkat kota pada 1 Desember 1888.
Sementara penamaan Mbah Soero diambil dari seorang mandor orang rantai yang namanya diabadikan untuk situs sejarah ini. Orang rantai adalah pesakitan yakni tahanan kriminal atau politik dari wilayah Jawa dan Sumatra.
Mereka dibawa ke Sawahlunto dengan kaki, tangan, dan leher diikat rantai, kemudian dijadikan pekerja paksa. Dalam bahasa Belanda, para kuli disebut ketingganger atau orang rantai. Mereka dipekerjakan hingga tahun 1898.
Tempat selanjutnya yang dikunjungi oleh Menteri Anas beserta rombongan adalah Museum Gudang Ransoem. Museum ini merupakan bekas dapur umum yang dibangun pada tahun 1918. Pada masa kolonialisme Belanda, dapur umum ini dilengkapi dua buah gudang besar dan tungku pembakaran untuk memasak 3.900 kilogram beras setiap hari untuk pekerja tambang, orang rantai, pasien rumah sakit, dan keluarga pekerja tambang.
Kini dua area tersebut telah dipugar. Menteri Anas, yang saat itu didampingi Wali Kota Sawahlunto Deri Asta, mengatakan dua situs ini menjadi destinasi utamanya edukasi bagi anak-anak. "Anak-anak akan belajar sejarah dan ini manfaatnya sangat besar bagi anak-anak yang ingin tahu proses industrialisasi di zaman tersebut," ungkap Menteri Anas.
Sawahlunto juga termasuk dalam salah satu kota kuno yang terpilih menjadi kota situs warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 2019. Situs kota bersejarah diberi nama Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto. (don/del/HUMAS MENPANRB)