Menteri PANRB Rini Widyantini saat menjadi pembicara pada acara Diseminasi Riset Kebijakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
JAKARTA - Hubungan antara riset dan kebijakan layaknya hubungan demand dan supply pengetahuan. Di sisi demand, kebijakan publik membutuhkan data, bukti ilmiah, dan insight agar keputusan yang diambil tepat sasaran. Di sisi supply, riset menyediakan rekomendasi dan solusi berbasis bukti.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menyampaikan bahwa jika dua sisi tersebut saling terhubung, maka lahirlah kebijakan yang bukan sekadar reaktif, tetapi evidence-based. Kebijakan yang dilahirkan lebih akurat, terukur, dan berdampak nyata bagi masyarakat.
“Sementara itu yang paling kita hindari tentu ketika kebijakan dan riset berjalan di jalur yang berbeda. Ketika riset berhenti di laporan, sementara kebijakan berjalan tanpa dasar bukti yang kuat,” kata Menteri Rini saat menjadi pembicara pada acara Diseminasi Riset Kebijakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Jika dilihat penerapannya dalam konteks nyata, hubungan antara demand dan supply pengetahuan tercermin dalam arahan Presiden. Di sisi demand, Presiden menggarisbawahi berbagai tantangan besar bangsa yang harus dijawab dengan kebijakan berbasis bukti. Tantangan tersebut di antaranya ketidakpastian global yang memengaruhi rantai pasok energi dan pangan, rantai kemiskinan yang menjerat anak-anak dari desil terbawah, hingga permasalahan klasik data bantuan sosial yang belum tepat sasaran.
Sementara di sisi supply, berbagai arah kebijakan Presiden yang diambil untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut di antaranya dengan menjaga pertumbuhan ekonomi dengan memperkuat fundamental pangan dan energi, serta membangun Sekolah Rakyat untuk memutus rantai kemiskinan. Pemerintah juga membentuk Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) agar program perlindungan sosial lebih akurat.
“Di sinilah BRIN memainkan peran sentral, yaitu mengorkestrasi berbagai hasil riset agar sejalan dengan kebutuhan kebijakan nasional, memastikan kebijakan prioritas dapat terimplementasi dengan baik di lapangan. Dan jika memang perlu dilakukan evaluasi, maka evaluasinya bersifat membangun, dengan memberikan pembelajaran untuk continuous improvement,” jelas Menteri Rini.
Menteri PANRB menekankan bahwa sebagai lembaga riset terdepan yang unggul di bidang sains dan teknologi, BRIN memiliki peran yang sangat strategis. Peran BRIN yaitu sebagai evidence generator bagi kebijakan publik dan garda terdepan dalam mengawal visi besar Presiden untuk menjadikan Indonesia unggul di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terlebih dalam konteks transformasi digital saat ini merupakan masa yang sangat penting, yakni masa di mana dunia berubah begitu cepat dan sering kali sulit diprediksi. Di tengah ketidakpastian, disrupsi teknologi, dan perubahan pola interaksi manusia, pemerintah tidak bisa lagi hanya menjadi pengikut.
“Pada era transformaasi digital, pemerintah perlu berperan sebagai navigator sekaligus strategic leader dalam ekosistem digital. Setidaknya ada tiga peran utama yang perlu dijalankan, yaitu arsitek, sintetis, dan penjaga,” jelasnya.
Pada kegiatan dengan tema ‘Mewujudkan Ekosistem Digital yang Inklusif dan Aman’ tersebut Menteri PANRB berharap BRIN terus memperkuat kolaborasi lintas sektor. Tidak hanya dengan pemerintah, tetapi juga dengan dunia industri, akademisi, dan masyarakat sipil. Kolaborasi inilah yang akan memastikan bahwa hasil riset tidak berhenti di jurnal, melainkan benar-benar menjadi bagian dari solusi bagi bangsa.
Menteri Rini juga menambahkan bahwa Kementerian PANRB sangat terbuka untuk berkolaborasi, mendengar hasil-hasil riset yang relevan, dan memastikan bahwa setiap kebijakan pemerintah didasarkan pada evidence yang kuat dan berkualitas.
“Saya percaya, dengan sinergi yang kuat antara riset dan kebijakan, kita bisa membangun pemerintahan digital yang efisien, berkeadilan, beretika, dan berlandaskan kepercayaan publik,” tambahnya. (HUMAS MENPANRB)