JAKARTA – Kesehatan ibu dan anak (KIA) di Kabupaten Bantaeng masih sulit dipantau oleh petugas kesehatan setempat. Tidak hanya dikarenakan lokasi yang sulit dijangkau, namun keluarga, masyarakat, dan pemerintah desa juga dirasa kurang peduli terhadap status KIA.
Untuk itu, Puskesmas Sinoa menghadirkan inovasi Bendera Saskia dalam memudahkan petugas kesehatan menemukan lokasi rumah sasaran saat berkunjung. Bendera Saskia merupakan singkatan dari Satu Bendera Satu Sasaran Kesehatan Ibu dan Anak.
"Bendera dipasang di pagar rumah, sehingga mudah dilihat oleh siapapun, terkhusus ibu hamil resiko tinggi dan balita gizi kurang akan mendapatkan kunjungan pemantauan status kesehatannya sekali seminggu dari petugas kesehatan serta melakukan tindakan rujukan bila diperlukan," ujar Bupati Bantaeng Ilham Syah Azikin saat diwawancarai Tim Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) beberapa waktu lalu.
Pemasangan Bendera Saskia dilakukan oleh bidan dan kader posyandu. Terdapat empat warna bendera untuk ibu hamil, yakni warna hijau (0-14 minggu), biru (14-28 minggu), merah muda (28-40 minggu), dan merah tua (status risiko tinggi). Sementara itu, warna kuning untuk bayi yang tidak datang di posyandu untuk diimunisasi, dan warna ungu untuk balita dengan status gizi kurang.
Dari data Puskesmas Sinoa tahun 2016, tercatat bahwa persalinan yang dibantu oleh dukun beranak sebesar 18 persen dan persalinan yang dilakukan di rumah sebesar 13,6 persen. Sementara itu, bayi yang tidak memperoleh imunisasi dasar lengkap (IDL) sebesar 12,8 persen, dan jumlah balita gizi kurang sebanyak 22 orang.
Saat diimplementasikan pada 2017, inovasi ini dilakukan di dua desa yakni Bonto Bulaeng dan Bonto Maccini. Dan di tahun berikutnya, lokus implementasinya dikembangkan di empat desa, yakni Bonto Tiro, Bonto Karaeng, Bonto Majannang, dan Bonto Mate'ne.
Hasilnya pun menunjukkan bahwa terobosan ini memberi dampak positif terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak. "Sasaran dengan mudah ditemukan oleh petugas yang berkunjung sehingga kesehatan ibu dan anak dapat terpantau secara berkelanjutan," terangnya.
Kepedulian keluarga, masyarakat, dan pemerintah desa pun meningkat seiring dengan persalinan dengan tenaga dan fasilitas kesehatan yang sudah mencapai 100 persen. Angka ibu hamil berisiko tinggi menurun karena pengecekan status kesehatan ibu hamil terpantau secara berkala.
Balita dengan gizi kurang pun turut menurun dan penanganan balita gizi kurang meningkat jadi 100 persen. "Sehingga mempertahankan nol kematian ibu dan bayi," imbuhnya.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah desa mengadakan mobil sehat yang digunakan untuk memobilisasi ibu hamil, bayi, dan balita untuk melakukan persalinan, pemeriksaan, dan posyandu. Pemerintah desa juga telah membuat kebijakan dalam mendukung inovasi ini dengan menganggarkan pembelian pemberian makanan tambahan (PMT) bagi ibu hamil kurang energi kalori dan balita gizi kurang. (nan/HUMAS MENPANRB)