JAKARTA – Angka kasus putus sekolah di Kota Palembang pada tahun 2018 masih menunjukkan jumlah yang cukup tinggi, yaitu mencapai 1.278 kasus (17 persen dari jumlah kasus yang ada di Sumatra Selatan). Banyaknya anak putus sekolah dan yang tidak bersekolah menyebabkan masih sering ditemukan anak-anak tereksploitasi, berada di jalanan, ikut orang tua mencari nafkah, bahkan rentan terlibat dalam berbagai kenakalan remaja dan tindak kriminal lainnya.
Masalah anak putus sekolah bukan hanya menjadi masalah pendidikan saja, tetapi sudah menjadi masalah sosial, ekonomi, budaya, serta keamanan dan ketertiban yang harus diselesaikan bersama-sama. Melihat kondisi ini, pada tahun 2019 Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Pendidikan Kota Palembang mengembangkan program pengentasan anak putus sekolah dan anak jalanan yang dinamakan Program Layanan Tak Boleh Berhenti Sekolah (Poltabes).
Program ini diawali dengan pembentukan tim untuk melakukan observasi lapangan untuk melakukan pendataan dan penjangkauan anak putus sekolah dan anak tidak bersekolah. “Ditindaklanjuti dengan pendidikan di Sekolah Jarak Jauh (Filial) Anak Jalanan dan Anak Putus Sekolah yang bertempat di Sanggar Kegiatan Belajar Kota Palembang dengan sekolah induk, yaitu SDN 238, SMPN 19, dan SMAN 11 Palembang,” jelas Wali Kota Palembang Harnojoyo dalam presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2020, secara virtual beberapa pekan lalu.
Keunikan inovasi ini adalah adanya penjemputan bagi anak jalanan dan anak putus sekolah untuk kembali bersekolah. Juga dilakukan pemberian fasilitas pendukung secara gratis berupa seragam sekolah, sepatu, tas, buku, alat tulis, kartu gratis Trans Musi, pendampingan konselor, dan lain-lain.
Dalam implementasinya, Pemerintah Kota Palembang berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan stakeholder lainnya sebagai upaya mengembangkan layanan pendidikan formal berkualitas bagi seluruh warga yang tidak dapat bersekolah atau putus sekolah. Dimana sistem belajar mengajarnya berpedoman pada kurikulum pendidikan formal dan tenaga pengajarnya berasal dari sekolah formal yang memiliki kompetensi. Mereka yang mengikuti Sekolah Filial juga memperoleh rapor dan ijazah sama dengan sekolah formal biasa.
Harnojoyo mengungkapkan, inovasi ini berhasil menurunkan angka putus sekolah Kota Palembang dari 1.278 kasus menjadi 491 kasus (Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan/PDSPK, 2019), sehingga mendukung peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Palembang dari 77,89 menjadi 78,44 (Bappedalitbang, 2019). Inovasi Poltabes juga berdampak terhadap perubahan perilaku dan tindakan anak jalanan dan anak putus sekolah ke arah yang lebih positif, baik sikap maupun penampilan.
Lanjutnya dikatakan, inovasi Poltabes sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (The Sustainable Development Goals/SDGs) di bidang pendidikan, yaitu memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua. Oleh karena itu, Harnojoyo memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi pemerintah daerah di Indonesia untuk melakukan replikasi dan berbagi ilmu terkait inovasi Poltabes ini. “Agar seluruh lapisan masyarakat bisa mendapat hak dan kesempatan yang sama di bidang pendidikan serta bisa mengurangi angka putus sekolah di Indonesia,” tutupnya. (del/HUMAS MENPANRB)