Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas saat membuka seminar internasional yang diselenggarakan oleh Arsip Nasional RI (ANRI), di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Selasa (13/12).
BANDA ACEH - 18 tahun telah berlalu sejak tsunami besar menghantam wilayah di ujung barat Indonesia, Provinsi Aceh. Saat bencana ini terjadi, dunia turut membantu masyarakat Tanah Rencong untuk bangkit dari keterpurukan.
Bencana ini, dikatakan Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas, merupakan sejarah pahit tak terhindarkan yang menjadi bagian dalam perjalanan bangsa Indonesia. Namun demikian, selalu ada proses pembelajaran yang dapat diambil untuk menghadapi masa depan.
"Untuk itu sangat penting bagi instansi pemerintahan dalam menjaga arsip yang terkait bencana. Perlindungan dan penyelamatan arsip pada saat terjadinya bencana juga sangat krusial bagi kelangsungan penanganan dan penanggulangan bencana di masa yang akan datang," ujarnya saat membuka seminar internasional yang diselenggarakan oleh Arsip Nasional RI (ANRI), di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Selasa (13/12).
Selaras dengan itu, layaknya masyarakat Aceh yang bangkit dan membangun kembali Tanah Rencong pasca-tsunami, saat ini pemerintahan dan masyarakat dunia juga bergandengan tangan untuk bangkit dan pulih dari pandemi.
"Oleh sebab itu, seminar bertema Towards A Center For Pandemic and Disaster Archives: Lesson From The Tragedy of Aceh Tsunami for Knowledge and Documentary Heritage, menjadi sarana untuk bagaimana kita dapat belajar dari pengetahuan dan warisan dokumenter tsunami Aceh untuk berjuang bangkit dari pandemi," pungkasnya.
Dikatakan Menteri Anas, arsip dalam hal ini berperan penting dalam menjaga memori kolektif bangsa. Di tahun 2017, UNESCO mengumumkan keberhasilan Arsip Indian Ocean Tsunami masuk dalam Memory of The World (MOW).
Pengakuan arsip tersebut di mata dunia mengartikan bahwa pemerintah Indonesia berhasil mengelola arsip yang bernilai guna bagi kepentingan dunia. "Selain itu juga merupakan bentuk soft diplomacy yang dapat meningkatkan hubungan Indonesia dengan luar negeri, khususnya di bidang cultural diplomacy," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut Kepala Arsip Nasional RI (ANRI) Imam Gunarto menambahkan bahwa dengan ditetapkannya Arsip Tsunami Samudera Hindia ini membawa dampak tersendiri. Dampak yang dimaksud adalah bagaimana Indonesia membuat arsip tersebut dapat terus ditingkatkan pelestarian dan aksesibilitasnya.
"Sehingga keberadaan arsip ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dunia. Untuk itu pemerintah Indonesia sudah membangun pusat studi arsip kebencanaan tsunami sebagai persembahan khusus kepada masyarakat Aceh dan dunia," pungkasnya.
ANRI secara aktif dalam penyelenggaraan kegiatan peringatan tsunami samudera hindia di Aceh sejak awal dibentuk Balai Arsip Tsunami Aceh pada tahun 2010. Berbagai kegiatan peringatan tsunami dilakukan. Sebelum pandemi melanda Indonesia, pada 2019 lalu, ANRI bersama Pemerintah Aceh dan Universitas Syiah Kuala berkolaborasi mengadakan seminar nasional.
Kali ini, seminar internasional tersebut ini mengajak delegasi Southeast Asia Regional Branch of the International Council on Archives (SARBICA) menjadi pembicara dalam event ini. Untuk diketahui, kegiatan tersebut dihadiri oleh 200 orang peserta secara langsung dan 1.200 orang yang telah mendaftar secara virtual baik dari dalam dan luar negeri.
SARBICA atau Lembaga Kearsipan se-Asia Tenggara ini beranggotakan negara-negara di kawasan ASEAN. "Salah satu inisiatif yang telah dilakukan SARBICA adalah mengembangkan program ASEAN Pandemic Response Archives (APARA) yang merupakan kegiatan penghimpunan arsip pandemi COVID-19 yang dilakukan oleh negara-negara anggota SARBICA untuk nantinya disajikan dalam portal bersama yang terhubung dengan website negara-negara anggotanya," tutup Imam. (nan/HUMAS MENPANRB)