Pin It

 20171115 rini w

 Deputi Kelembagaan dan Tatalaksana Kementerian PANRB Rini Widyantini

 

JAKARTA - Penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dengan Kepala  BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo yang disaksikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur baru merupakan langkah awal yang harus ditindaklanjuti dengan berbagai langkah konkret.

Dalam SKB tersebut, kedua belah pihak sepakat berbagi tugas sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Kemenhub melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, sedangkan BP Batam melaksanakan fungsi pengusahaan. Secara bersama-sama, keduanya melaksanakan fungsi  penyelenggaraan pelabuhan. Kesepakatan lain, BP Batam juga menyediakan lahan perkantoran di dalam areal pelabuhan bagi kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam.   

“Kedua belah pihak juga harus melakukan pertukaran data dan informasi terkait keberangkatan dan kedatangan kapal dari dan menuju kawasan perdagangan bebas Batam,” ujar Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini di Jakarta, Rabu (15/11).

Ditambahkan, pasca penandatanganan SKB tersebut, Kemenhub harus membentuk Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus di kawasan yang berbatasan dengan Singapura tersebut. Sedangkan BP Batam, lanjut Rini,  harus membentuk Badan Pengelola Pelabuhan Khusus Batam. Kedua instansi selanjutnya harus menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai penyelenggaraan pelabuhan di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam.

Rini menjelaskan, berdasarkan pasal 9 ayat 2 Undang-Undang No. 36 /2000, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam memiliki  fungsi penyediaan dan pengembangan sarana dan prasarana perhubungan laut dan perhubungan udara.  

Untuk penyelenggaraan kegiatan Bandar Udara Hang Nadim Batam  diatur berdasarkan Peraturan pemerintah (PP) No. 65/2014. Namun penyelenggaraan pelabuhan laut belum ada payung hukumnya. “Karena itu, kedua pihak  perlu menyusun Rancangan PP Penyelenggaraan Pelabuhan Batam,” tegas Rini menambahkan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran, penyelenggara pelabuhan terdiri dari Otoritas Pelabuhan dan unit penyelenggara pelabuhan. Keduanya berperan sebagai wakil pemerintah untuk memberikan konsesi. Namun pasal 88 ayat (1) UU Pelayaran juga mengamanatkan, dalam mendukung kawasan perdagangan bebas dapat diselenggarakan pelabuhan tersendiri.

Rini mengungkapkan, berdasarkan Surat Menteri PANRB No B/2237/M.PAN-RB/10/2010 yang ditujukan kepada Menteri Perhubungan dan BP Batam, disampaikan bahwa khusus Kantor Pelabuhan Batam tetap menggunakan organisasi eksisting sampai dengan organisasinya ditata kembali berdasarkan Pasal 9 UU Nomor 36/2000 dan Pasal 88 UU Nomor 17 Tahun 2008.

Menurut Rini, Isu krusial terkait dengan penataan kelembagaan ini adalah pembagian fungsi Otoritas/Penyelenggaraan Pelabuhan. Hal itu menyangkut pengaturan dan pembinaan, pengendalian dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan antara BP Batam dan Kementerian Perhubungan. Untuk itu, kedua pihak harus melakukan pertukaran data dan informasi terkait keberangkatan dan kedatangan kapal dari dan menuju kawasan perdagangan bebas Batam.

Dalam hal ini setidaknya terdapat tujuh poin yang menjadi tugas dan tanggung jawab Otoritas Pelabuhan. Tugas dan tanggung jawab itu adalah; (a) menyediakan lahan daratan perairan pelabuhan, (b) Menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur pelayaran dan jaringan jalan, (c) Menyediakan dan memelihara  sarana bantu navigasi pelayaran, (d) Menjamin keamanan, ketertiban, dan kelestarian lingkungan, (e) Menyusun rencana induk pelabuhan serta DLKr (Daerah Lingkungan Kerja) dan DLKp. (Daerah Lingkungan Kepentingan) (f) Mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, (g) Menjamin kelancaran arus barang.

DLKr dan DLKp

Dalam UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dijelaskan bahwa, DLKr. adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. SedangkanDLKp. adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. DLKr meliputi wilayah daratan dan perairan, sementara DLKp hanya meliputi wilayah perairan.

DLKr terbagi atas DLKr wilayah daratan dan DLKr wilayah perairan. DLKr daratan mencukup fasilitas pokok serta fasilitas penunjang. Fasilitas pokok yang dimaksud seperti di antaranya, dermaga, tentunya termasuk coast-way dan trestle yang menghubungkan dermaga dengan daratan. Fasilitas lainnya berupa tempat penyimpanan barang, seperti gudang, lapangan penumpukan, terminal peti kemas serta terminal curah cair/kering. Termasuk pula fasilitas pokok adalah terminal penumpang, fasilitas penampungan limbah, fasilitas pengolahan limbah dan fasilitas pemadam kebakaran.

Fasilitas penunjang yang dimaksud termasuk kedalam DLKr wilayah daratan, seperti di antaranya, kawasan perkantoran, instalasi air bersih/listrik/telekomunikasi, jaringan jalan, jaringan air limbah/drainase, kawasan perdagangan serta kawasan industri.

Untuk DLKr wilayah perairan digunakan untuk kegiatan seperti, alur pelayaran dari dan menuju pelabuhan; perairan tempat kapal berlabuh; perairan tempat alih muat antar kapal (ship to ship transhipment); kolam pelabuhan untuk kapal bersandar, kolam pelabuhan untuk areal olah gerak kapal (kebutuhan areal untuk kapal berputar arah); perairan untuk kegiatan karantina serta perairan untuk kapal pemerintah.

Daerah lingkungan kepentingan pelabuhan digunakan untuk kegiatan, seperti, keperluan keadaan darurat (seperti kapal terbakar atau kapal bocor); penempatan kapal mati; perairan untuk percobaan kapal berlayar; kegiatan pemanduan kapal serta fasilitas perbaikan/pembangunan/pemeliharaan kapal. (don/ags/HUMAS MENPANRB)