JAKARTA – Di Indonesia, tidak jarang ditemukan perokok aktif yang masih berusia dibawah 18 tahun. Hal ini juga menjadi perhatian bagi Dinas Kesehatan Kota Makassar. Mereka kemudian menciptakan program Siswa Bebas Asap Rokok atau Si Baso untuk menyelamatkan generasi muda di Kota Daeng tersebut dari dampak buruk rokok.
"Keunikannya, Si Baso ini dilakukan dengan turun langsung ke sekolah untuk sosialisasi dan konseling layanan upaya berhenti merokok (UBM) di sekolah," ujar Sekretaris Daerah Kota Makassar Muhammad Ansar dalam wawancara dan presentasi Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2020, di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data tahun 2017, dari 63.301 siswa, terdapat setidaknya 6.332 siswa laki-laki dan 50 siswa perempuan yang merokok, atau mencapai 10,5 persen. Hal ini tentu tidak sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang menetapkan angka 5,4 persen untuk perokok di bawah 18 tahun.
Si Baso tidak hanya bertujuan untuk menurunkan angka perokok remaja, tapi juga meningkatkan kesadaran mereka terhadap bahaya rokok, sehingga tercapai perubahan sikap dan pola pikir remaja terhadap rokok secara terencana, tersistem, dan masif. Untuk itu, terdapat tiga hal yang dilakukan inovasi Si Baso di sekolah, yakni sosialisasi, pemeriksaan karbon monoksida (CO), dan konseling.
Upaya jemput bola ini dilakukan untuk memudahkan pelajar dalam hal waktu dan biaya guna mendapatkan layanan UBM. "Selain itu, tingkat kepatuhan lebih tinggi jika program ini dilakukan di sekolah," imbuh Ansar.
Berdasarkan data, remaja yang ikut kegiatan Si Baso pada tahun 2018, terdapat 750 anak yang mengikuti sosialisasi, pemeriksaan kadar CO, dan konseling. Hasilnya, setelah inovasi ini diimplementasikan, 519 anak mengalami penurunan kadar CO. Sedangkan pada 2019, terdapat 1.478 anak yang mengikuti sosialisasi, dan tercatat 1.134 anak mengalami penurunan kadar CO.
Keberhasilan inovasi ini tentu tidak hanya milik Dinas Kesehatan Kota Makassar yang menjadi pelopor Si Baso. Peran Dinas Pendidikan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan guru-guru di sekolah pun terlihat dalam upaya untuk mengatasi masalah perokok remaja di Kota Makassar. "Dan yang terpenting, peran orang tua dalam mengawasi dan mengarahkan sang anak untuk berhenti merokok," tutur Ansar.
Sejak diterapkan pada 2018, inovasi yang sederhana dengan biaya murah ini telah meraih berbagai penghargaan, baik di tingkat kabupaten, kota, maupun tingkat provinsi. Tidak heran jika Si Baso menjadi lahan untuk studi tiru bagi daerah lain, seperti Dinkes Bontang dan Dinkes Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Target inovasi Si Baso ini adalah agar dapat menurunkan angka perokok aktif maupun pasif di kalangan remaja Kota Makassar. Adanya konseling diharapkan dapat memotivasi remaja perokok aktif untuk berhenti merokok, baik secara langsung maupun bertahap. "Bagi perokok pasif, inovasi ini agar mengedukasi bahaya menjadi perokok pasif bagi dirinya, keluarga, dan orang di sekitarnya," pungkas Ansar. (nan/HUMAS MENPANRB)