Asisten Deputi Standarisasi Pelayanan Publik dan Pelayanan Inklusif Kementerian PANRB Noviana Andrina dalam Sosialisasi Pemantauan dan Evaluasi Penyediaan Sarana Prasarana Ramah Kelompok Rentan secara virtual, Senin (27/03).
JAKARTA – Pelayanan publik yang inklusif dan ramah kelompok rentan menjadi urgensi untuk diakomodir unit penyelenggara pelayanan publik (UPP). Untuk menjamin tersedianya sarana prasarana yang ramah kelompok rentan di UPP, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) akan melakukan pemantauan dan evaluasi penyediaan sarana prasarana ramah kelompok rentan.
Pemantauan dan evaluasi ini menjadi upaya pemerintah agar pelayanan publik dapat senantiasa melayani seluruh lapisan masyarakat. Asisten Deputi Standarisasi Pelayanan Publik dan Pelayanan Inklusif Kementerian PANRB Noviana Andrina menyampaikan bahwa penyediaan pelayanan inklusif membutuhkan komitmen pemerintah untuk mempermudah aksesibilitas dalam menjawab hambatan yang selama ini ada.
“Untuk menjamin tersedianya sarana prasarana yang ramah kelompok rentan, pada tahun 2023 ini, Kementerian PANRB akan melakukan pemantauan dan evaluasi pada 226 UPP sebagai lokus evaluasi yang berasal dari 18 kementerian/lembaga, 34 provinsi, dan 34 kabupaten/kota,” ungkap Noviana dalam Sosialisasi Pemantauan dan Evaluasi Penyediaan Sarana Prasarana Ramah Kelompok Rentan secara virtual, Senin (27/03).
Penetapan lokus tersebut, Novi melanjutkan, Keputusan Menteri PANRB No. 293/2023. Selain dilakukan evaluasi, juga akan dilakukan pendampingan secara intensif oleh Tim Evaluator Kementerian PANRB. Pemantauan dan evaluasi sarana prasarana ramah kelompok rentan direncanakan berlangsung mulai Mei 2023.
Disampaikan, sarana prasarana ramah kelompok rentan menjadi penting untuk diimplementasikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan data BPS tahun 2020, terdapat lima persen atau sekitar 13,5 juta penduduk Indonesia yang merupakan penyandang disabilitas. Dalam pasal 5 UU No. 8/2016 tentang penyandang disabilitas, kelompok ini memiliki hak yang sama, termasuk dalam akses menerima pelayanan publik.
Pemenuhan sarana prasarana ramah kelompok rentan, setidaknya terdapat 14 fasilitas yang perlu dipenuhi oleh tiap UPP. Sarana prasarana tersebut meliputi guiding block bagi penyandang tuna netra; area parkir khusus; jalur landai; pegangan rambat; lift khusus apabila tempat layanan di lantai 2; pintu masuk yang mudah diakses, khususnya bagi pengguna kursi roda; serta ruang tunggu dan kursi khusus bagi kelompok rentan. Selain itu, sarana prasana lainnya adalah loket khusus dengan petugas khusus yang mendampingi; toilet khusus; area bermain anak; ruang laktasi yang memadai; serta huruf braille sebagai alat bantu tuna netra dan hearing aid sebagai alat bantu tuna rungu beserta petugas yang mempunyai kompetensi untuk mendampingi.
Dalam membangun pelayanan publik yang ramah kelompok rentan harus dipastikan bahwa semua siklus pembangunan pelayanan publik, mulai dari rancangan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi, mencakup dimensi kelompok rentan. Selain itu, partisipasi aktif dari perwakilan kelompok rentan juga diperlukan dalam pembuatan proses dan kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan publik.
“Hal ini untuk memastikan bahwa pelayanan publik inklusif yang dibangun telah memadai untuk dapat diakses oleh kelompok rentan,” lanjut Noviana.
Untuk menjalani peningkatan siklus pelayanan publik inklusif, terdapat empat prinsip yang perlu dipedomani. Pertama, ketersediaan, dimana pelaksanaan fungsi, fasilitas pelayanan, barang dan jasa-jasa, juga program-program, harus tersedia dalam kuantitas yang cukup.
Kedua, aksesibilitas atau keterjangkauan. Prinsip ini terdiri dari empat dimensi saling terkait, yaitu, tidak diskriminasi, dapat diakses secara fisik, dapat diakses secara ekonomi, dan dapat diakses secara informasi.
Ketiga, keberterimaan yakni segala fasilitas pelayanan harus sesuai secara budaya dan persyaratan siklus hidup, serta dirancang untuk penghormatan kerahasiaan status pelayanan bagi pengguna pelayanan. Prinsip keempat adalah kualitas, agar pelayanan dapat sampai ke kelompok rentan dengan kualitas terbaik.
Noviana menyampaikan bahwa pemenuhan sarana prasarana ramah kelompok rentan kembali lagi bermuara pada komitmen, sinergi, dan kolaborasi dari seluruh pihak untuk memperhatikan dan mengakomodir kebutuhan kelompok rentan. Tentunya ini bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan, kesetaraan dan kebahagiaan bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Mewujudkan pelayanan inklusif menjadi titik terang birokrasi dengan menjamin penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan setiap hak asasi manusia,” pungkasnya.
Kegiatan sosialisasi ini juga menghadirkan narasumber dari Institut Inklusif Indonesia untuk memperkuat prinsip dan penyamaan persepsi terkait penyediaan pelayanan publik yang terbaik bagi masyarakat. Sosialisasi ini dihadiri oleh 226 perwakilan UPP yang menjadi lokus evaluasi. (ald/HUMAS MENPANRB)