JAKARTA – Selain inovasi yang dikembangkan Universitas Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti) juga meloloskan inovasi lain dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018. Inovasi tersebut diberi nama SIMonev Program, Kegiatan, dan Anggaran, yang digunakan oleh pimpinan Kemenristek Dikti untuk monitoring dan evaluasi secara efisien dan cepat terhadap program, anggaran, output, pengadaan barang dan jasa, serta Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Inovasi ini dilatarbelakangi kenyataan bahwa Kementerian Ristek Dikti memiliki 176 unit kerja yang terdiri dari 7 unit eselon I, 37 unit eselon II, dan 132 Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Kopertis yang tersebar baik di Pusat maupun di Daerah dari Sabang sampai Merauke. “Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Kemenristekdikti dalam melakukan monitoring dan evaluasi (monev), khususnya pengumpulan data/informasi dari seluruh Unit Kerja tersebut,” ujar Sekjen Kemenristek Dikti Ainun Naim.
Dengan SIMonev, lanjut Ainun, pejabat-pejabat atau petugas yang berwenang bisa melihat sejauh mana rencana kerja sudah dilaksanakan dan direalisasikan, termasuk outputnya.
Sekjen Kementerian Ristek Dikti Ainun Naim (dua dari kanan) bersalaman dengan Ketua Tim Panel Independen JB. Kristiadi
Dijelaskan, SIMonev juga telah terkoneksi dengan aplikasi di Kementerian Keuangan, yaitu Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja (SMART) dan Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OM SPAN). Interkoneksi SIMonev dengan SMART-Kemenkeu yang memudahkan Unit Kerja dalam melaporkan capaian fisik, dimana data laporan pada SIMonev secara otomatis terkirim ke SMART-Kemenkeu. Sementara itu, interkoneksi SIMonev dengan OM SPAN-Kemenkeu memungkinkan SIMonev mendapatkan data realisasi anggaran dari Kemenkeu secara up to date dan real time. “Hal ini memungkinkan terjadinya data sharing antara Kemenristekdikti dengan Kemenkeu,” kata Ainun.
Setelah menerapan SIMonev, semakin mudah dan cepat dalam mendapatkan data/informasi realisasi anggaran dan capaian output secara real time dan up to date. Sebelumnya, dibutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk mendapatkan data/informasi realisasi anggaran karena masih diproses secara manual. Sebelum penggunaan SIMonev, pengumpulan data/informasi capaian output secara lengkap dari seluruh unit kerja masih sulit dilakukan, karena belum ada sistem yang mengakomodir hal tersebut.
Dampak lainnya SIMonev yang bersifat online adalah semakin sedikitnya jumlah kertas yang digunakan (paperless) sehingga ruang fisik untuk penyimpanan dokumen pun makin berkurang. Sampai saat ini, Kemenristekdikti terus menggunakan dan mengembangkan SIMonev sesuai dengan dinamika yang terjadi baik dari aspek kebijakan maupun masukan dari stakeholder lain.
Aplikasi ini juga mudah untuk direplikasi, karena pengembangan sistemnya juga dapat disesuaikan dengan karakteristik/ kebutuhan masing-masing kementerian/lembaga. “Pada prinsipnya, SIMonev sangat mudah untuk direplikasi oleh kementerian/lembaga karena basis data anggaran yang digunakan sudah disesuaikan dengan standar data RKAKL Kemenkeu,” imbuh Ainun. (don/HUMAS MENPANRB)