Terbitnya Undang-undang No. 39/2008 tentang Kementerian Negara merupakan momentum untuk memperbaiki kondisi birokrasi melalui penataan kembali keseluruhan kelembagaan pemerintahan, baik kementerian negara, LPND, maupun instansi pemerintahan lain, termasuk lembaga non struktural.
Hal itu dikatakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi, ketika menjadi keynote speaker pada Seminar Nasional Menyongsong Implementasi UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (25/2).
Dalam acara tersebut Anggota DPR Komisi II yang juga Ketua Pansus RUU Kementerian Negara, Agun Gunandjar bertindak sebagai pembicara. Pembicara lain adalah Deputi Menpan Bidang Kelembagaan, Ismadi Ananda dan Dirjen Perundang-undangan DepkumHAM, Abdul Wahid.
Undang-undang ini, lanjut Menteri, harus dijadikan acuan dalam menata kelembagaan instansi pemerintah. Dengan demikian, setiap kelembagaan harus selaras dan tidak bertabrakan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Kementerian Negara ini. ”Sudah saatnya kita mewujudkan kelembagaan pemerintahan yang lebih proporsional, efisien dan efektif melalui langkah-langkah konkret reformasi birokrasi,” tandas Menpan.
Diakuinya, akhir-akhir ini terjadi kecenderungan, dalam penyusunan undang-undang sektoral yang mengamanatkan pembentukan suatu kelembagaan baru., sehingga organisasi menjadi semakin tambun. “Sepanjang masih sesuai dengan arah reformasi kelembagaan pemerintah, tidak jadi masalah”. Namun demikian, lanjut Menpan, pengaturan kelembagaan dalam undang-undang sektoral sering kurang sinkron, dan dapat menimbulkan kesulitan dalam tahap implementasinya.
Deputi Menpan bidang Kelembagaan, Ismadi Ananda menambahkan, saat ini terdapat lebih dari 70 lembaga non struktural, melebihi jumlah kementerian dan LPND. Lembaga itu, kebanyakan lahir sebagai pelaksanaan amanat undang-undang sektoral. ”Tidak jarang lembaga itu menduplikasi tugas dan fungsi kelembagaan pemerintah yang telah ada, sehingga mengakibatkan friksi dan tarik menarik kewenangan, atau bahkan menciptakan birokratisasi baru,” ujarnya.
Lembaga-lembaga tersebut juga menyedot anggaran negara yang cukup besar. Menurut laporan Departemen Keuangan, pada tahun 2007 lembaga-lembaga tersebut mendapat alokasi anggaran APBN sebesar dua triliun rupiah lebih.
Lebih lanjut Menpan menekankan agar masalah tersebut segera dicarikan jalan keluar. ”Fenomena ini hendaknya menjadi perhatian kita semua, agar ke depan bisa mewujudkan kelembagaan pemerintahan yang lebih efisien dan efektif melalui harmonisasi peraturan perundang-undangan,” tutur Menteri.
Dikatakan juga bahwa hambatan reformasi birokrasi seringkali datang dari dalam birokrasi itu sendiri, baik karena lemahnya kemampuan atau rendahnya kemampuan. Padahal, secara formal reformasi birokrasi telah mendapatkan dukungan dari semua elemen institusi kenegaraan.
Menurut Menpan, komitmen dan upaya implementasi secara konsisten, termasuk di dalamnya perubahan kelembagaan birokrasi/organisasi, akan menjadi penentu keberhasilan reformasi birokrasi. Di sinilah peran strategis Undang-undang No. 39/2008 dalam membuka gerbang penataan kelembagaan birokrasi secara komprehensif dan sistematis.
Ditambahkan, dalam memantapkan sistem kelembagaan pemerintah ini, faktor kepemimpinan sangat menentukan. ”Kepemimpinan yang handal muncul justeru ketika organisasi yang terus bergerak, di mana keluhan, frustasi, dan kejutan selalu membayangi,” ujar Menteri.
Dalam kondisi seperti itu, lanjut Menpan, pemimpin harus memelihara semangat para pegawai dan memberikan harapan kepada mereka, ketika ada tuntutan perbaikan dalam pelayanan publik, ketika tuntutan organisasi yang terlalu tambun harus dirampingkan, atau ketika jabatan yang tidak efisien harus dihapus. Diharapkan hal itu dapat diperankan oleh setiap pimpinan puncak birokrasi. (HUMAS MENPAN)