JAKARTA – Fasilitasi instansi pemerintah dalam mengembangkan potensi desa, selama ini masih cenderung bersifat parsial, dan tidak jarang dilakukan di satu tempat sehingga terjadi pengulangan. Selain itu, fasilitasi tersebut juga kerap tidak berkesinambungan karena bersifat hanya sekali selesai dan tidak ada tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilakukan. Salah satu dampaknya, perekonomian di desa tidak mengalami peningkatan secara signifikan.
Mengatasi hal tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengembangkan inovasi Village Preneurship yang merupakan kegiatan kolaborasi antar-stakeholder dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat desa guna meningkatkan perekonomian desa. Kolaborasi tersebut melibatkan pemerintah pusat maupun daerah, aparat desa, masyarakat, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), serta sektor swasta.
“Dengan perhatian pemerintah yang luar biasa sekarang dana desa Rp40 triliun dan ternyata ini tidak cukup mengangkat ekonomi masyarakat kemiskinan, hanya mengalami perubahan yang sangat kecil, saya kira ini ada persoalan. Untuk itu maka kita mencoba melihat bagaimana kita bisa mengintervensi pembangunan desa melalui kolaborasi banyak stakeholder,” ujar Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto dalam presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2020, secara virtual beberapa waktu lalu. Terwujudnya kolaborasi antar stakeholder tersebut juga merupakan sebuah terobosan dalam perbaikan hubungan kerja. Awalnya pola kerja yang tercipta adalah parsial, setelah adanya inovasi ini beralih menjadi kolaborasi. Adi mengatakan hal tersebut juga sesuai dengan amanat Presiden RI Joko Widodo.
“Inovasi ini untuk mengikis ego sektoral sebagaimana arahan Bapak Presiden bahwa kita tidak boleh mengendepankan ego institusi, ego daerah. Lakukan kerja tim secara bersama,” terangnya.
Dikatakan, inovasi ini menggabungkan konsep collaborative governance dengan metode inkubasi pengembangan wirausaha, yakni Idea, Product, Marketing (IPM). “Kita tidak mungkin bisa mengembangkan produk kalo tidak punya ide yang cocok, dan kita tidak bisa melakukan marketing kalau tidak punya produk,” ungkapnya.
Dalam setiap tahapan inovasi, kolaborasi antar-stakeholder disesuaikan dengan tugas dan fungsi maupun kapasitas yang dimiliki. Kolaborasi dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat desa tidak dilakukan hanya untuk mengidentifikasi potensi desa, mengusulkan ide usaha, membuat rencana usaha, melaksanakan workshop, melakukan monitoring/evaluasi dan penyempurnaan, namun juga untuk menumbuhkan semangat inovasi di kalangan masyarakat desa. Aktivitas kolaborasi tersebut dilakukan melalui face-to-face dialogue, trust building, dan development of commitment and shared understanding.
Lebih lanjut dijelaskan, inovasi ini telah dilaksanakan di Desa Sukamulya dan Desa Pasanggrahan, Kabupaten Purwakarta pada Februari 2019. Adi menegaskan dalam implementasinya, yang terpenting adalah membangun komitmen dengan pemerintah daerah setempat dan dengan beberapa stakeholder lainnya. Pelibatan tokoh masyarakat dan para pimpinan desa dalam diskusi juga merupakan hal yang penting.
“Alhamdulillah, sambutan warga disana sangat luar biasa kita mencoba merubah mindset mereka bahwa apapun yang kita mimpikan pasti dapat terwujud, jika disertai dengan kemauan yang sangat kuat,” ujar Adi.
Setelah melakukan berbagai tahapan, penerapan Village Preneurship pada kedua desa tersebut membawa dampak positif pada perekonomian desa. Adi menjelaskan berdasarkan hasil evaluasi, pendampingan dengan kolaborasi ini berhasil memberi nilai tambah produk yang telah ada dan menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomi.
Selain itu, produk atau jasa yang biasa dan sederhana ketika diolah, kemudian dikemas dan dipasarkan dengan cara yang tidak biasa, terlihat menarik dan memiliki nilai jual yang meningkat. “Sebagai contoh, 1 kilogram gula gandum yang semula harganya 18 ribu rupiah, setelah diolah menjadi gula semut melonjak menjadi 40 ribu rupiah. Saya kira ini nilai tambah yang luar biasa bagi mereka,” jelas Adi.
Inovasi tersebut juga telah mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga turut serta dalam memberikan komitmen untuk keberlanjutan inovasi tersebut. Diakhir paparannya, Adi berpesan dengan kebersamaan dan gotong royong, kita bisa membangun desa. “Kuncinya adalah komitmen, keikhlasan, kebersamaan kita , dan alhamdulillah semuanya akan membuahkan sesuatu yang nyata bagi kita,”pungkasnya. (fik/HUMAS MENPANRB)