Oleh : Muhammad Imanuddin
Abstrak
Langkah perbaikan pelayanan publik di Indonesia dinilai masih lambat dan tidak dapat mengikuti ekspektasi masyarakat yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat Indonesia dan kemajuan teknologi Informasi. Pemerintah dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi melaksanakan kebijakan mendorong percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik, dengan mengharuskan setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah menciptakan minimal 1 inovasi utama setiap tahun yang dikenal dengan gerakan One Agency, One Innovation.
Gerakan One Agency, One Innovation harus menjadi gerakan bersama dalam suatu kerangka kebijakan yang dipahami bersama pula oleh seluruh komponen Good Governance. Telaah keilmuan ingin menjelaskan konsep One Agency, One Innovation dari sudut pengembangan ilmu administrasi publik.
Keywords: Pelayanan publik, Inovasi, One Agency One Innovation.
Pendahuluan
Dalam Lokakarya Program One Agency, One Innovation dan Peluncuran Buku Inovasi Daerah, yang diselenggarakan tanggal 9 Oktober 2013 yang lalu, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Prof. Dr. Eko Prasojo, mencanangkan One Agency, One Innovation sebagai langkah terobosan (breakthru) melakukan percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Menurut Prof. Eko, One Agency, One Innovation bukan semata-mata sebuah program, tetapi sejatinya harus merupakan sebuah gerakan yang melibatkan seluruh kompenen good governance, karena keberhasilan one agency, one innovation ditentukan oleh kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam menciptakan minimal satu inovasi yang harus dilakukan setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Menurutnya, secara sederhana, jika dalam setiap tahun kita dapat menciptakan 600 inovasi utama, maka kita akan dapat membuat sebuah Handbook of Pubic Service Innovation yang memuat 600 inovasi tersebut yang dapat dijadikan acuan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Sebagai sebuah praktik pelayanan, inovasi pelayanan publik sebenarnya sesuatu bukan hal yang baru dilaksanakan. Jauh sebelum 2013, berbagai lembaga mitra pembangunan seperti KINERJA, BASSICS, GIZ telah membukukan berbagai hasil pendampingan praktik inovasii pelayanan publik. Demikian pula lembaga swadaya masyarakat, seperti Yappika banyak mempublikasikan hasil pennelitian mengenai inovasi pelayanan publik. Lembaga-lembaga tersebut mengakui, sejak pelaksanaan otonomi daerah yang luas bagi kabupaten/kota dan dilakukannya pada awal tahun 2000 dan pemilihan langsung kepala daerah, banyak program-program terbosan yang dapat dikatakan sebagai program inovatif sebagai penjabaran visi dan misi kepala daerah yang bersangkutan, ketika dia berkampanye pada saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Tantangan inovasi saat ini menunjukkan pada apakah Jumlah inovasi yang diprediksi terus bertambah setiap tahun bisa menjadi pengungkit percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Kondisi kekinian menunjukkan bahwa para penggiat inovasi pelayanan publik satu sama lain belum terhubung dalam suatu jaringan kerja (network) yang baik, sehingga potensi kekuatan inovasi yang dimunculkan tersebut belum menjadi kekuatan riil untuk mendorong percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Perumusan Masalah
- Apa itu One Agency One Innovation ?
- Bagaimana telaah keilmuaan mengenai One Agency One Innovation ?
Konsep One Agency One Innovation
Pengembangan konsep one agency, one innovation, dari gerakan reformasi birokrasi. Masyarakat merasakan ada kemajuan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, namun kemajuan tesebut dihadapkan pada oleh kenyataan, bahwa harapan masyarakat bergerak cepat, sedangkan upaya perbaikan pelayanan publik peningkatannya berjalan lambat, sebagaimana penelitian yang pernah dilakukan oleh Tempo. Dalam survey tersebut menunjukkan hanya 18% masyarakat berpendapat, bahwa pelayanan publik sudah lebih baik, 24% menyatakan perizinan usaha sudah mudah/sederhana, dan 10% proses penyelenggaraan pelayanan publik sudah menggunakan teknologi informasi dengan baik.
Dari hasil survey tersebut dapat dilihat, bahwa pelayanan publik yang berjalan lambat tersebut diarahkan kepada persoalan birokrasi pemerintah, karena birokrasi pemerintah tersebut merupakan pelaksanan keputusan politik pemerintah. Birokrasi di Indonesia, bahkan di negara-negara lain yang sudah maju, birokrasi sering dikonotasikan sebagai proses pelayanan yang panjang, berbelit-belit, malas, tidak disiplin, suap, organisasinya besar, lambat dan persepsi negatif lainnya. sebagaimana tersbut dalam Grafik di bawah ini.
Grafik Persepsi publik terhadap birokrasi pemerintahan
Sumber: Hasil Survey Tempo, Kerjasama AusAid, 2013.
Percepatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti perbuatan (hal dan sebagainya) mempercepat. Dalam ilmu geografi atau geologi percepatan berarti tingkat pertambahan kecepatan. Percepatan dikiaskan sebagai peningkatan menurut deret ukur untuk membandingkan dengan peningkatan secara normal menurut deret hitung. Dengan demikian percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan tindakan atau perbuatan mempercepat peningkatan kualitas kualitas pelayanan publik di atas peningkatan secara normal atau dengan kata lain percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan upaya luar biasa penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kecepatan peningkatan kualitas pelayanan publik di atas kecepatan normal.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, praktek peningkatan kualitas pelayanan publik dikatakan normal, apabila menyangkut perubahan gradual yang perbaikannya dilakukan secara parsial, misalnya dari peningkatan kenyamanan dari kurang nyaman menjadi lebih nyaman. Sedangkan melakukan percepatan dalam praktek pelayanan publik lebih kepada perubahan sistemik pelayanan publik yang secara mendasar dalam penyelenggaraan pelayanan publik, misalnya mengganti pelayanan publik dari cara manual menjadi pelayanan publik secara elektronik yang memberikan dampak perubahan dalam organisasi penyelenggara pelayanan publik.
Oleh karena itu inovasi pelayanan publik dalam rangka mendorong percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik dimaksudkan inovasi pelayanan publik dijadikan sebagai lokomotif perubahan dan/atau pemberi inspirasi perubahan, sehingga terjadi perubahan sistemik pelayanan publik yang secara mendasar dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Peningkatan harapan masyarakat merupakan konsekuensi kemajuan pembangunan, terutama pembangunan ekonomi dan teknologi informasi yang memunculkan kelas menengah baru Indonesia. Kelas menengah Indonesia sebagaimana kelas menengah di dunia pada umumnya adalah sekelompok orang yang independen, cukup berpendidikan, mengakses informasi dengan baik, dan merencanakan kehidupannya lebih baik. Secara ekonomi, politik, dan budaya mereka merupakan pembawa perubahan dan harapan baru masyarakat. Menurut Bank Dunia, tahun 2012 kelas menengah Indonesia tercatat 56,5% dari sekitar 237 juta penduduk Indonesia atau 134 juta orang. Kelas menengah dimaksud dilihat dari kriteria pengeluaran sebesar 2-20 US $ per hari. Hal tersebut didorong dengan peningkatan pendapatan perkapita sebesar Rp. 30,9 juta atau US $ 3.542,9 atau meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar Rp. 27,1 juta (BPS, 2012).
Tetapi di lain pihak, pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi pelayanan peningkatannya masih lambat dan dianggap tidak dapat mengikuti perubahan dalam lingkungan masyarakatnya. Hal ini terjadi, karena birokrasi dianggap masih tidak efisien dan tidak efektif. Berbagai studi menggambarkan efisiensi dan efektivitas masih jauh dari harapan. Dari data Governence effectivenesss indexes dapat dilihat bahwa dari 8 negara asia, Indonesia berada paling bawah bersaing dengan Vietnam dalam efektivitas pemerintahan sejak tahun 1996 sampai tahun 2000.
Source: World Bank, 2013
Disamping itu dilihat dari sudut efisiensi, birokrasi Indonesia juga dianggap belum efisien. Dari 12 negara Asia mendapat angka 8,37 masih diatas India Vietnam dan India, tetapi jauh di bawah Singapura yang mendapat angka 2.25. Karena itulah kemudian muncul persepsi negatif mengenai birokrasi di Indonesia, yang sering dikonotasikan sebagai proses pelayanan yang panjang, berbelit-belit, malas, tidak disiplin, suap, organisasinya besar, lambat dan persepsi negatif lainnya.
Dalam 9 progran percepatan reformasi birokrasi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menggagas perlunya percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik untuk mengimbangi tingginya harapan masyarakat. Terdapat 2 (dua) hal yang menjadi sasaran, yaitu melakukan terobosan perbaikan pelayanan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat malalui pelayanan-pelayanan yang inovatif. Sebagai sebuah konsep, bisa jadi One Agency One Innvation (OAOI) dinspirasi dari konsep sebelumnya, yaitu Gerakan One Village One Product (OVOP) dari Oita Prefecture Jepang yang terkenal di era Tahun 1970-an. Gerakan ini telah direplikasikan di berbagai banyak negara dalam rangka peningkatan daya saing produk. Konsep OAOI mungkin terinsprasi oleh konsep OVOP dari sudut spirit dan metoda tapi bukan Copy Paste, karena sasarannya adalah inovasi pelayanan publik yang dikemas menjadi kebijakan publik.
Konsep Inovasi dalam Administrasi Publik
Inovasi menurut US Council on Competitiveness adalah transformasi dari pengetahuan, menjadi prose, produk dan jasa baru. Schumpeter(1934) membagi inovasi kedalam 5 tipe yaitu produk, metode, sumber pasokan, eksplorasi pasar dan cara baru. Inovasi juga digambarkan sebagai From an institutional viewpoint the focus is on how a set of organisations coordinates different processes and ideas to create new products and services (Galanakis, 2006).
Inovasi adalah perubahan menuju keadaan yang lebih baik. Inovasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, misalnya inovasi menurut teori ekonomi, sosiologi, kebijakan publik. Inovasi dari sudut pandang ekonomi menjelaskan 5 pokok pemikiran penting yaitu Menurut Schumpeter ada 5 macam kegiatan yang termasuk sebagai inovasi yaitu; 1. Di perkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak ada, 2. Di perkenalkannya cara berproduksi baru, 3. Pembukaan daerah-daerah pasar baru, 4. Penemuan sumber-sumber bahan mentah baru, 5. Perubahan organisasi industry sehingga efisiensi industri (Schumpeter, 1939). Menurutnya, pertumbuhan ekonomi akan terjadi apabila ada inovasi.
Penyebaran inovasi kebijakan terjadi dengan merujuk pada dua determinan penting, yaitu internal determinant, dan regional difusion. Yang dimaksud dengan Inovasi pada masa NPM. Konsep inovasi relatif baru dalam literatur administrasi publik (public administration). David Mars (dalam Lee, 1970) mengungkapkan bahwa sampai tahun 1966 tidak ditemukan publikasi dari tulisan administrasi publik yang membahas tentang inovasi. Literatur klasik yang memuat konsep inovasi dalam konteks reformasi antara lain adalah artikel “Innovation in Bureaucratic Institutions” tulisan Alfred Diamant yang dimuat dalam jurnal Public Administration Review (PAR) pada tahun 1967 dan buku “Administrative Reform” (Caiden,1969) tentang inovasi sebagai bagian dari reformasi administrasi (administrative reform). Tulisan-tulisan tersebut menandai bahwa inovasi semakin diperhatikan oleh para ahli administrasi publik.
Konsep inovasi kurang populer pada masa lalu karena karakter reformasi yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip birokrasi weber. Dalam konsepsi weber, birokrasi digambarkan sebagai sesuatu yang kaku, dengan kebutuhan akan aturan yang jelas, hirarki, spesialisasi dan lingkungan yang relatif stabil. Dalam konteks ini, inovasi dianggap tidak banyak diperlukan bagi aparatur birokrasi pemerintah (Kelman, 2005). Pada saat new public management (NPM) mulai dikenal dalam reformasi administrasi maka inovasi semakin mendapat perhatian lebih dari sebelumnya. Birokrasi mulai mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan, digerakan oleh misi, dan desentralisasi (Osborne, 1992).
Hasil penelitian David Mars (dalam Lee, 1970) mengungkapkan, bahwa sampai tahun 1996 tidak ditemukan publikasi dari tulisan administrasi publik yang mengulas tentang inovasi. Adapun litelatur klasik yang memuat konsep inovasi dalam konteks reformasi antara lain adalah artikel “Innovation in Bureucratic Institutions” tulisan Alfred Diamant yang dimuat dalam jurnal Public Administration Review (PAR) pada tahun 1967. Selain itu, Buku Caiden yang berjudul “Administrative Reform” yang diterbitkan pada tahun 1969. Dalam bukunya tersebut, Caiden menguraikan inovasi sebagai bagian dari reformasi administrasi (administrative reform). Beberapa tulisan tersebut menandai mulai diperhatikannya inovasi oleh pakar ilmu administrasi publik. Hanya saja, konsep inovasi kemudian masih belum cukup populer dalam ranah adminsitrasi publik dan reformasi administrasi. Inovasi populer dalam bidang tersebut baru pada dekade terakhir ini.
Kurang populernya konsep inovasi pada masa lalu dapat dipahami karena karakter reformasi birokrasi yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip Weber. Dalam konsepsi Weber, birokrasi memerlukan aturan yang jelas, hirarki, spesialisasi dan lingkungan yang relatif stabil. Dalam konteks ini, inovasi tidak banyak diperlukan bagi aparatur birokrasi pemerintah (Kelman, 2005). Kewajiban aparatur birokrasi pemerintah adalah menjalankan aturan yang ditetapkan (rule driven). Jika kemudian inovasi dilaksanakan, hanya dalam intensitas yang kecil dan dilakukan terbatas pada level pimpinan puncak. Inovasi dalam hal ini sebagaimana reformasi admnistrasi didekati melalui mekanisme top down (Caiden, 1969).
Pada tahun 90-an, New Public Administration (NPM) mulai menggeser hegemoni konsep Weber dalam reformasi administrasi. Reformasi kemudian mengalami pembelokan arah menuju reformasi birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan, digerakan oleh misi dan desentraslisasi (Osborne, 1992). Pada era ini, inovasi sangat dihargai oleh pendukung gerakan reformasi.
Perkembangan terakhir menunjukkan kemajuan pada penggunaan istilah inovasi dalam bidang administrasi publik. Pada negara seperti Korea, konsep inovasi bahkan menggantikan konsep reformasi. Pengalaman Korea menunjukkan, bahwa penerapan inovasi pada negara tersebut telah meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal (Yoo, 2002). Keberhasilan Korea juga terjadi pada penerapan inovasi di Canada (Robertson and Ball, 2001). Inovasi atas birokrasi sangat mendukung bagi berkembangnya ekonomi dan teknologi China . Semua ini menunjukan nilai penting inovasi bagi perubahan yang diinginkan.
Pengertian inovasi dalam sektor publik yang disampaikan oleh UN-DESA dan UN-Habitat merumuskan:
Menurut laporan UNDESA, keharusan sektor publik berinovasi karena beberapa alasan-alasan,yaitu:
- Demokratisasi
Fenomena demokratisasi telah menyebar ke seluruh dunia, melewati batas batas kedaulatan, ideologi dan politik bangsa-bangsa. - Perjanjian internasional/globalization
Perjanjian internasional sebagai bagian dari konsekuensi globalisasi dan interaksi antar bangsa dalam rangka kerjasama. - Brain drain
Fenomena human capital flight yang terjadi dari negara berkembang ke negara maju, sehingga terjadi ketidakseimbangan persebaran sumber daya manusia unggulan. Alhasil kesenjangan sosial ekonomi politik antara negara maju dengan negara berkembang makin melebar. - Negara pasca konflik, demokrasi dan ekonomi transisi
Beberapa negara baru saja melewati masa konflik dan instabilitas poplitik akibat perang atau friksi kepentingan politik dalam negeri. Saat ini mulai mengadopsi sistem demokrasi serta mengalami transisi - Moral pegawai negeri
Moralitas menjadi salah satu isu integritas pegawai dalam penataan birokrasi yang lebih baik. - Sumber baru persaingan: privatisasi dan outsourcing
Privatisasi dan outsourcing adalah fenomena organisasional yang telah merambah sektor publik sejak lama. Hal ini berdampak pada perubahan struktur, budaya kerja dan lingkungan dinamis organisasi.Sedangkan Australian Audit Office merumuskan pengertian inovasi di sektor publik:
“Innovation in public sector context has been defined as the creation and implementation of new processes, products, services and methods of delivery which result in significant improvements in the efficiency, effectiveness or quality of outcomes” .(Australian National Audit Office, 2009: Hal 1)
Pengertian inovasi sektor publik dari UNDESA dan UN Habitat menunjukan, bahwa inovasi itu mengandung gagasan baru (sebagiannya baru) dan penerapannya untuk mencapai hasil (outcome) yang lebih baik. Dari Australian National Audit menunjukkan, bahwa pelayanan publik bukan sebatas gagasan kreatif, tetapi juga penerapannya untuk meningkatkan setidaknya salah satu dari efisiensi, efektivitas atau kualitas pelayanan publik.
Nampaknya ada unsur yang berbeda antara pengertian inovasi sektor publik dan non-sektor publik. Salah satunya adalah sektor publik tidak harus merupakan hal yang unik atau baru tetapi non-sektor publik merupakan yang unik dan baru. Oleh karena itu, inovasi pelayanan publik tidak harus menemukan atau merupakan suatu yang unik, inovasi juga dapat lahir dari proses meng-Amati, men (T)iru, dan Me-Modifikasi (ATM) (Prasojo,2013) .
Perkembangan saat ini menunjukan kemajuan pada penggunaan istilah inovasi dalam bidang administrasi publik. Di Korea, konsep inovasi bahkan telah “menggantikan” konsep reformasi. Pengalaman Korea menunjukan bahwa penerapan inovasi telah meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal (Yoo, 2002).
Kebijakan Inovasi dalam Pelayanan Publik
Dalam Konferensi Internasional: Innovating the Public Sector: from Ideas to Impact yang diselenggarakan Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) tanggal 11-13 November 2014 di Paris terungkap bahwa Inovasi Pelayanan Publik telah menjadi sarana pembaruan administrasi publik. Tidak ada lagi sekat antara dunia bisnis dengan sektor publik, satu sama lain dapat bersinergi dan bekerjasama untuk kemajuan pelaksanaan good governance. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menjadi tantangan bagi pemerintahan di seluruh dunia untuk tidak menutup diri lagi. E-Government telah menjadi tulang punggung (backbond) pengembangan inovasi pelayanan publik. Indonesia mendapat publikasi luas, karena telah mengambil inisiatif mengembangkan inovasi pelayanan publik sebagai bagian pembaharuan administrasi publik dan mengembangkan Gerakan Open Government Partnership (OGP) yang menjadi kunci kemajuan administrasi publik di Indonesia.
Apa yang menjadi kesimpulan Konferensi OECD tersebut menjadi tantangan, bisakah Pemerintah Indonesia mengarahkan Gerakan One Agency One Innovation menjadi lebih konkrit dalam mengembangkan inovasi pelayanan publik sebagai instrumen kebijakan dalam administrasi publik. Tantangan lain adalah dari United Public Service Award (UNPSA) yang beberapa tahun terakhir menjadi acuan dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia dalam mendorong dan mengembangkan inovasi pelayanan publik sebagai pembelajaran dan knowlegde sharing.
Tantangan yang lain datang dalam negeri, karena selama ini berbagai Lembaga Mitra Pembangunan di Indonesia, Asosiasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat aktif mengembangkan inovasi pelayanan publik sebagai bagian mendorong peningkatan pelayanan publik. Asosiasi Pemerintah Kota Indonesia (Apeksi) misalnya yang setiap tahun membukukan inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota menginginkan pengembangan inovasi pelayanan publik Indonesia hendaknya lebih terarah dan semua pihak dapat mengambil manfaat dari inovasi yang dihasilkan oleh Pemerintah Kota.
Perlunya kebijakan inovasi pelayanan publik menjadi keniscayaan untuk segera digulirkan, agar seluruh gerakan One Agency, One Innovation yang mendorong pengembangan inovasi pelayanan publik menjadi kekuatan riil dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Ada 6 tahap perlu dilakukan, agar inovasi menjadi kekuatan riil. Pertama mengembangkan inovasi pelayanan publik. Pengembangan inovasi tersebut telah dilakukan oleh berbagai lembaga, baik Pemerintah maupun non-pemerintah, baik berupa kompetisi kejuaraan atau pun melalui pendampingan dan sebagainya. Dalam Pengembangan inovasi tersebut harus ada acuan yang bersama sehingga inovasi pelayanan publik mendapatkan pengakuan bersama sebagai sebuah inovasi.
Pengakuan bersama ini penting, karena langkah kedua dalam pengembangan database akan menjadi lebih mudah. Pengembangan database dengan komunikasi data yang baik pada setiap lembaga yang mengembangkan inoovasi akan lebih mudah serta memudahkan pula untuk melakukan diseminasi dan publikasinya. Ketiga melakukan knowledge sharing bagi siapa saja yang memerlukan. Ini penting, karena inti manfaatnya disini.
Keempat adalah melakukan peningkatan kapasitas baik bagi inovator maupun bagi yang akan mengembangkan inovasi. Inovasi adalah perbaikan yang berkelanjutan, bagi inovator, penciptaan inovasi bukan akhir, tetapi terus menerus menyempurnakan inovasinya untuk dapat memberikan manfaat yang maksimal. Bagi yang akan mengembangkan inovasi, melakukan inovasi bukan harus menciptakan sesuatu yang betul-betul baru, tetapi memodifikasi dari inovasi lama. Jadi prinsip ATM, Amati, Tiru, dan Modifikasi.
Kelima, adalah pengembangan Network (Jaringan Kerja) Inovasi Pelayanan Publik. Pengembangan jaringan ini yang dikenal dengan Simpul Inovasi (Innovation Hub) tidak terbatas antar daerah dan nasional bahkan internasional. OECD kelihatannya telah mengambil peran dimana Indonesia terlibat di dalamnya sebagai partner strategis. Jaringan kerja ini merupakan sarana percepatan peningkatan pengetahuan dan pengembangan gagasan-gagasan baru.
Keenam adalah pelembagaan, yaitu menjamin agar inovasi pelayanan publik tersebut berkelanjutan. Berkelanjutan tersebut dapat dilihat dari komitmen yang tergambar dari adanya jaminan peraturan perundang-undangan, organisasi penyelenggara, dan jaminan ketersediaan sumberdaya.
Keenam tahap ini harus dijadikan kerangka kebijakan nasional. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mestinya mengambil peran dalam perumusan kebijakan ini mengacu kepada UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sebagai Menteri yang diberi kewenangan atribusi untuk melakukan perumusan kebijakan nasional di bidang pelayanan publik.
Kesimpulan dan Saran
One Agency One Innovation sebagai langkah selanjutnya dalam memperbaiki sistem pelayanan publik. Dikembangkan melalui ilmu administrasi publik dengan menggunakan konsep inovasi dan pelayanan publik. One Agency One Innovation sebagai langkah lanjutan dari berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah, seperti memperbaiki regulasi pelayanan, sumberdaya manusia aparatur pelayanan, serta proses dan mekanisme pelayanan yang hingga saat ini masih dinilai belum sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Menghadapi kondisi demikian, One Agency One Innovation menjadi sebuah upaya dalam melakukan percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik dengan mendorong tumbuhnya model-model pelayanan yang inovatif yang dapat menginspirasi, menjadi contoh, dan dapat direplikasikan melalui transfer pengetahuan.
Daftar Pustaka
Agustino, Leo, 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta Bandung
Albraw, Martin, 2007. Birokrasi. Diterjemahkan oleh M.Rusli Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Albrow, Martin, 1970, Bureaucracy, New York: Praeger Publisher.
Almond, Gabriel, dan Bingham Powel, 1996. Comparative Politics Development Approach. Bombai, India: Little Company.
Bendix, Reinhard, 1977, Bureaucracy, International Encyclopedia of the Social Sciences, New York: Free Press.
Blau, Peter M.,1956, Bureaucracy in Modern Society, New York: Random House.
Budiman, Arief; dan Ph. Quarles van Ufford (eds); 1988. Krisis Tersembunyi dalam Pembangunan: Birokrasi-birokrasi Pembangunan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Caiden, Gerald E. 1968. Prospects for Administrative Relo'rm in Israel, Public Administration.
____1982. Public Administration,2nd Ed. California: Palisades Publishers.
Charlesworth, James C. (ed.). 1968. The Theory and Practice of Public Administration: Scope, Objectives, and Methode. Philadelphia: The American Academy of Political and Sosial Science.
Chilcote, Ronald H. 198 1. Theories of Comparative Politics: The Searchfor a Paradigm, Colorado: Westview Press.Christine Daymon., Immy Holloway. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public relation & Marketing communination, Cetakan 1, Edisi 8.
Denhardt, D. (2004). The New Public Service:Serving, Not Steering. New York: M.E.Sharpe.
Donellon, eds., 1994, Post- Bureaucratic Organization, Thousands Oaks: Sage Publications.
Downs, Anthony, 1967, Inside Bureaucracy, Boston: A Rand Corporation Research Study, Little, Brown and Company. Duto, Sosialismanto, 2001. Hegemoni Negara: Ekonomi Politik Pedesaan Jawa. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
Dwiyanto, Agus (ed), 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
---------------, 2002. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
--------------, 2006. “Strategi Melakukan Reformasi Birokrasi Pemeirntah di Indonesia”, dalam Agus Dwiyanto (ed), Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
Dror, Yeremiah. 1971. Strategies for Administrative Reform. The Hague, Netherland: Development and Change.
Evers, Hans Dieter, 1987, "The Bureaucratization of Southeast Asia", dalam Comparative Studies in Society and History, Volume 29, Number 4, 1997.
Frederickson. 1994. Administrasi Negara Baru. Jakarta: LP3ES.
Harmon, Michael M and Richard T. Mayer. 1986. Organization Theory For Public Administration, Scott, Foresman and Company, Glenview, Illinois London England, h. 1-15.
Heckscher, C., 1994, Defining the Post-Bureaucratic Type, dalam Heckscher, C., and a. Kumorotomo, Wahyudi, 1999. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Henry, Nicholas. 1975. Public Administration and Public Affairs. Englewood Cliffs, New Jersey: Pretice Hall, Inc.
------------------. 1989. Public Administration and Public Affairs, fouth edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Hughes, Owen E. 1994. Public Management and Administration, Santa Martin Press Inc., New York.
Islamy, M. Irfan. 1994. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara Jakarta.
Jurnal Model Reformasi Birokrasi, Syafuan Rozi, PPW LIPI, th. 2000
Kartasasmita, Ginandjar. "Perkembangan Pernikiran mengenai Administrasi Pembangunan", download dari www.ginandiar.com
Kartono, Drajat Tri.2006. "Reformasi Administrasi: Dari Reinventing ke Pesimisme". Dalarn Jurnal Spirit Publik, Volume 2, No. 1, April.
Keban, Yeremias T, 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik:Konsep, Teori dan Isu. Jogjakarta: Gavamedia.
Kurniawan, Teguh. (2007). ’Pergeseran Administrasi Publik: Dari Perilaku Model Klasik dan NPM Menuju Good Governance’. Jurnal Ilmu Administrasi Publik, Vol. 7, No. 1. Edisi Maret – Mei2007. Hal 34-50.
Mahmudi. (2003). ‘New Public Management(NPM): Pendekatan Baru Manajemen Sektor Publik’. Jurnal Sinergi,Vol 6 No1. Edisi Juli – September 2003. hal 76-85
Main, Abdul. “E-GOVERNMENT:Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital”. Balai Diklat Keagamaan. Surabaya.
Makmur, H., 2007. Patologi Serta Terapinya dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi. Bandung: PT Refika Aditama.
Osborne, David; dan Peter Plastrik, 2000. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha. Edisi Revisi. Diterjemahkan oleh Abdul Rosyid dan Ramelan. Jakarta: Penerbit PPM.
Osborne, David; dan Ted Gaebler, 1996. Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik. Diterjemahkan oleh Abdul Rosyid. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Raadschelders, Jos C.N., 2003. Government: A Public Administration Perspective. New York: M.E. Sharpe. Riggs, Fred W. (ed), 1996. Administrasi Pembangunan: Sistem Administrasi dan Birokrasi. Diterjemahkan oleh Luqman Hakim. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Rourke, Francis, 1992, American Exceptionalism: Government Without Bureaucracy, dalam L.B. Hill, ed., The State of Public Bureaucracy, M.E. Sharpe, Inc., New york.
Said, M.Ma’ud, 2007. Birokrasi di Negara Birokratis. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadyah Malang.
Siagian, S.P., 1996. Patologi Birokrasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sinambela, Lijan Poltak, et al., 2006. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sinambela, M, Joshua. “E-Government di Indonesia dan Dunia”. Juni 2011.
Sufianti, Ely. “Aplikasi E-Government DalamMeningkatkan kualiutas Pelayanan Publik Pada Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten Di Indonesia”. Jurnal Ilmu Administrasi Vol IV-No -4- Desember2007.
Syafiie, Inu Kencana, 2004. Birokrasi Pemerintahan Indonesia. Bandung: Mandar Madju.
Tangkilisan, Hessel Nogi S., n.d. Penataan Birokrasi Publik Memasuki Era Millenium. Yogyakarta: Penerbit YPAPI.
Thoha, Miftah, 2005. Dimensi-Dimensi Prima: Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
-------------- 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Thomson, Dennis F., 2002. Etika Politik Pejabat Negara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tjokrowinoto, Moeljarto, et al., 2001. Birokrasi dalam Polemik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tyran, 2003. Diffusion of Policy Innovation. Universität St.Gallen.
Utomo, Warsito, 2006. Administrasi Publik Baru di Indonesia: Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Weber, Max, 1946, The Theory of Social and Economic Organization, Ed. And Trans A.M. Henderson and Talcott Parson, Macmillan, New York.
Wicaksono, Kristian Widya, 2006. Administrasi dan Birokrasi Ilmu.
Widodo, Joko, 2001. Good Governance: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Penerbit Insan Cendekia.
Wilson, James Q., 1989. Bureaucracy: What Government Agencies Do and Why They Do It. USA: Basic Book, Inc.
Yates, Douglas, 1982, Bureaucratic Democracy: The Search for Democracy and Efficiency in American Government, Harvard University Press., Cambridge. Asropi, Jurnal Ilmu Administrasi, Volume V, Nomor 3, September 2008, hal. 246-255 Budaya Inovasi dan Reformasi Birokrasi
Perry, James L. (ed). 1996. Handbook of Public Administration, Second Edition. California: Jossey‑Bass Inc.
Thoha, Miftah. 2005. Dimensi‑dimensi Prima 11mu Administrasi Negara. Jakarta: PT, RajaGrafindo Perkasa.
United Nations, 2005. Innovations in the Public Sector: Compendium of Best Practices. UNDESA. New York.
Yin, Robert K. 1997. Studi Kasus : Desain dan Metode. Terjemahan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
[1] Penulis adalah Asdep Perumusan Kebijakan dan Pengelolaan Sistem Informasi Pelayanan Publik pada Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi