Firman Utina – Kapten Timnas Indonsia di kompetisi Asean Football Federation (FFA) 2011 – terpilih sebagai salah satu The Man of The Year 2010 versi RM Online. Landasannya, Firman dinilai mampu menghidupkan kepercayaan publik Indonesia pada sepak bola nasional. Bagi Tim penilai, penampilan Skuad Garuda yang gemilang itu ikut memperindah pijar nasionalisme. Atas peranannya dalam membawa Timnas Indonesia ke semi final yang lalu itulah, Firman layak meraih piala ”The Guard of the Hoppless”.
Anugrah itu disampaikan Menteri Negara Pnedayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi di Gedung Dewan Pers, 27 Januari 2011. Dalam kesempatan terbatas dan disaksikan puluhan tokoh nasional dari kalangan politisi, pebisnis, insan media, Firman sampaikan, “Anugrah ini merupakan apresiasi, bukan hanya untuk kami pribadi, tapi seluruh Timnas dan masyarakat pencinta bola di Tanah Air ini”.
Tapi, tambahnya, kami juga perlu kami sampaikan pula rasa terima kasih kepada Pak Menteri E.E. Maningindaan. Peranan beliau tidak hanya saat ini yang kini menjadi salah satu menteri Kabinet Indonesia Bersatu “Jilid” II, tapi jauh sebelumnya, yakni ketika menjabat Gubernur Sulawesi Utara. Beliau aktif membina kami.
Menneg PAN dan RB – ketika diminta Panitia memberikan sambutan singkat – menyampaikan, ”Ternyata, sepak bola kita bisa mencapai prestasi yang jauh lebih baik. Dengan prestasi itu, masyarakat seluruh Indonesia bukan hanya bangga dengan Timnas atau sepak bola, tapi juga negaranya: Indonesia. Seluruh anak-bangsa Indonesia ini tampak bersatu, mendukung penuh kinerja sepak bola nasional. Kita dapat mencatat, melalui sepak bola, kita saksikan menjadi alat pemersatu. Karena itu, kita berharap, mari kita bersatu terus…, bukan hanya demi pencapaian prestasi lebih baik, tapi juga implikasinya bagi persatuan bangsa ini.
Dalam kesempatan yang sama, Anas Urbaningrum – salah satu yang dinobatkan sebagai ”Man of the Year 2010” dan menerima penghargaan “The Guard of Integrity” menyampaikan pidato kebudayaan singkat. Menurut Ketua Umum Partai Demokrat ini, “Budaya apresiasi seperti ini perlu dikembangkan terus secara sistimatis dan terencana dengan baik, sebab fakta di lapangan menunjukkan masih kurang atau relatif terbatas. Urgensinya, apresiasi itu sendiri berangkat dari pengakuan obyektif atas prestasi yang terukir. Ada makna perjuangan, ada spirit yang mencerminkan integritasnya. Pengakuan itu sendiri merupakan kepercayaan (trust) publik, bukan individu per individu atau kelompok”.
“Kita bisa mencatat, kalau tidak ada kepercayaan public di wilayah social ataupun lainnya, akan menjadi masalah. Panorama menunjukkan, akibat ketidakpercayaan atau tiadanya trust, maka hal-hal yang kecil akan menjadi besar atau dibesar-besarkan. Tanpa trust – jika dikaitkan ke panggung politik – menggerakkan dendam yang tak berakhir dan akhirnya kehancuran, bukan hanya di ambang batas, tapi untuk selanjutnya. Dengan demikian, tambahnya, Trust – sejatinya – merupakan modalitas atau vitamin bagi misi perbaikan bangsa. Dengan trust yang ada, banyak hal yang bisa kita bangun untuk kepentingan publik. Jika terjadi kritik, tapi karena sudah tumbuh trust, maka yang dikritik pun merespons positif. Ia yakin, maksud kritik itu baik, bukan sebaliknya”.
Akhirnya, tambah Anas, trust perlu dibangun menjadi agenda kultural yang harus dibangun terus, baik dis ektor politik, ekonomi ataupun lainnya. Upaya pembangunan trust ini tentu tidaklah mudah. Di sinilah makna penting dari pengembangan budaya apresiasi seperti yang dilakukan, antara lain, oleh RM Online ini. Dan kiranya, cukup banyak tokoh atau individu yang sesungguhnya telah menunjukkan dedikasinya, kinerja atau prestasinya. Dan karena itu perlu banyak pihak seperti RM Online karena memang terdapat makna penting. Yaitu, mampu menggerakan motivasi jauh lebih kuat untuk berkarya, meningkatkan kinerjanya, integritasnya dan sejumlah prestasinya yang kemudian dilihat dan diakui publik. Ketika itu semua muncul menjadi trust tertoreh, maka akan tumbuhlah hasilnya: bisa diharapkan untuk menumbuhkan nasionalisme. (HUMAS PAN dan RB)